Bab 61

7 5 3
                                        

Perutnya terasa melilit. Elias nyaris tidak dapat menggerakan kaki dan tangannya. Sementara itu rasa sakit pada sekujur tubuhnya membuat ia mematung. Ketika ia membuka mata, langit-langit kamar di atas menatapnya kosong. Elias merasa seperti seseorang memaku tubuhnya di atas kasur, tangan dan kakinya diikat dan wajahnya membeku seolah ia dipaksa untuk menyaksikan langit-langit itu.

Elias mencoba memejamkan mata, tapi usaha itu rasanya sulit untuk dilakukan. Jadi ia menghitung dalam diam. Nafasnya memburu. Ia dapat merasakan sekujur tubuhnya berkeringat. Seharusnya Elias berteriak untuk meminta bantuan seseorang, tapi sama seperti anggota tubuhnya yang lain, ia mengalami kesulitan untuk menggerakan mulutnya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut, jantungnya memompa lebih cepat.

Lubang hitam kecil muncul di atas langit-langit itu. Elias menahan nafas saat melihatnya. Mulutnya yang perlahan terbuka mengeluarkan suara aneh. Seseorang harus menolongnya.

Rachael, dimana kau?

Lubang itu kian membesar hingga terlihat seperti mulut raksasa yang siap melahapnya. Angin berembus keluar dari lubang itu, menyapu wajahnya dengan bau busuk yang tidak sedap. Elias merasa semakin gentar saat menyadari lubang itu seakan bergerak turun sampai di depan wajahnya. Kemudian ia melihat sesuatu perlahan muncul dari sana. Genangan air menetes jatuh persis di atas wajahnya. Elias mengerjapkan mata.

Satu, dua..

Genangan itu kembali menetes, kali ini tepat di atas hidungnya. Bola matanya berputar hanya untuk menyaksikan apa yang jatuh di atas wajahnya. Air itu berwarna merah gelap dan aromanya tercium berbeda. Darah.

Apa yang terjadi?!

Elias membeliakkan matanya saat genangan merah darah di permukaan lubang itu membentuk sesuatu yang lebih jelas. Mulanya genangan itu berkumpul membentuk postur tubuh seseorang, kemudian sepasang kaki dan tangannya, kemudian wajah. Tubuhnya bergetar. Tepat di depan wajahnya, Elias menyaksikan tubuh Talia menggantung di langit-langit kamar. Wajahnya pucat, bibirnya membiru, aroma yang menguar dalam tubuhnya tercium tidak sedap. Seperti bau belerang dan darah. Darah kembali menetes jatuh. Darah itu berasal dari luka di bahunya.

Elias mengerang keras. Ia mengerahkan tenaganya dengan kuat untuk menggerakan sekujur tubuhnya. Namun rasanya momen itu sudah berlangsung lama sebelum Elias akhirnya terbangun dengan nafas tersengal.

Suara alarm memecah keheningan di dalam kamar. Elias menjulurkan tangan untuk menekan tombol off pada alarm itu. Kini ia menengadah untuk menatap langit-langitnya yang kosong. Tidak ada sesuatu disana. Mimpi buruk itu benar-benar berakhir. Sementara seisi kamar kosong. Elias baru menyadari Rachael tidak berada di sampingnya. Ia menyingkap selimut dari tubuhnya kemudian bergerak turun untuk mencari wanita itu.

Pikirnya Rachael berada di dapur, duduk untuk menyantap sesuatu. Tapi dapur tampak kosong dan gelap. Ruang tengah juga kosong. Jarum jam dinding yang menggantung disana menunjukkan pukul empat dini hari. Masih terlalu pagi untuk beraktivitas.

Elias memeriksa balkon hingga halaman belakang. Rachael tidak berada dimanapun. Setiap kamar mandi juga kosong. Tiba-tiba jantungnya berpacu sangat cepat. Elias berlari untuk memeriksa garasi, mobilnya masih terparkir disana. Namun ia melihat kotak peralatan terbuka. Isinya berhamburan keluar. Seseorang mengambil sebuah senter dan beberapa perkakas. Sudah tidak diragukan lagi, Rachael-lah yang melakukannya.

Dengan panik, Elias menyambar ponsel yang diletakkannya pada nakas di samping ranjang. Baru ia sadari ponsel itu tidak ada disana. Jadi Elias bergerak turun dengan cepat untuk memeriksa ruangan lain. Mantel biru dan topinya menghilang. Ia menyisir lemari pakaian, merasakan kelegaan yang aneh ketika melihat sejumlah pakaian Rachael masih memenuhi lemari itu. Kemudian ia menyadari bot hitamnya juga menghilang.

THE UNSEEN (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang