"Bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya Elias pada wanita yang duduk mematung di seberang kursinya. Selama belasan menit mereka berada di dalam ruangan kosong itu, tidak ada percakapan yang mengisi suasana kecuali sejumlah pertanyaan kosong yang tak terjawab.
Rachael, seperti biasanya, duduk diam mematung sembari menautkan jari-jarinya yang polos. Wajahnya tampak lebih bersih, kedua matanya juga terlihat lebih jernih setelah lama tidak menelan obat-obatannya. Wanita itu sudah lebih sehat sekarang, pikir Elias. Kecuali karena Rachael masih menolak untuk berbicara dengannya. Sepasang mata birunya terus menatap kosong ke luar jendela, wanita itu sedang menyaksikan sinar matahari membanjiri setiap sudut taman di luar sana. Sejumlah petugas sedang berlalu lalang mengawasi pasiennya. Olive tengah melompat-lompat di lorong seperti biasanya dan pasien lainnya yang kini tampak familier berjalan mondar-mandir di luar jendela.
Untuk mencairkan suasana, Elias memutar wajah dan menatap keluar jendela melewati bahunya, kemudian kembali pada Rachael. Setelah berdeham, Elias menarik kursinya mendekat kemudian membuka jari-jarinya di atas pangkuan.
"Aku berkeringat," katanya. "Ini situasi yang jarang terjadi. Apa yang kau rasakan setelah lama tidak minum pil itu? Apa kau merasa lega? Sakit? Atau apa? Beritahu aku!"
Rachael tetap bergeming. Elias berpikir bahwa mungkin sudah saatnya untuk memberitahu wanita itu. Satu emosi aneh menggelitik perutnya, membuatnya duduk dengan tidak nyaman di atas kursinya.
"Well, aku harus memberitahumu sesuatu."
Rachael tidak bereaksi sampai Elias mengeluarkan cetakan foto dari saku jasnya kemudian mengangkatnya di depan wajah Rachael. Ada kerutan dalam di atas dahinya ketika Rachael mengamati foto itu dari dekat. Kemudian satu tangannya terangkat untuk meraih foto itu dari Elias. Selama beberapa detik, Elias hanya membiarkan Rachael mengamati foto itu sampai wajahnya terangkat dengan penuh tanya.
"Foto itu kuambil pagi ini," ucap Elias untuk menjelaskannya. "Di dekat rumah pasangan suami-istri yang merawat putrimu sekarang."
Hening. Elias menunggu Rachael bereaksi atau mengucapkan sesuatu untuk menanggapinya, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Bibirnya tetap tertutup rapat sedang kedua mata birunya terbuka lebar dan menatap Elias dengan penuh tanya.
"Ya, itu benar. Sekarang Morgan memiliki keluarga baru yang akan merawatnya. Aku mengatakan padamu yang sebenarnya, Rachael dan aku berani mengatakan kalau putrimu baik-baik saja. Dia tampak bahagia."
Hening.
"Kau ingin mengatakan sesuatu?"
Setelah beberapa detik yang kosong, Rachael akhirnya melepas tatapan itu dari Elias kemudian menunduk untuk menatap lantai di dalam ruangan. Wajahnya menggeleng dan samar-samar Elias mendengarnya berbisik, "tidak. Terima kasih."
"Hei, aku disini, Rachael. Kau bisa memberitahuku apapun yang kau rasakan saat ini. Apa kau marah? Apa kau merasa lega? Atau apa? Beritahu aku sesuatu!"
"Bagaimana?" bisik Rachael dengan suara serak.
Elias tidak segera menjawab pertanyaan itu. Ia tertegun selama beberapa saat untuk memikirkan sebuah jawaban yang tepat. Namun pikirnya tidak ada gunanya menutupi sesuatu dari Rachael hanya untuk membuat wanita itu merasa lebih baik. Lagipula Rachael tidak akan suka mendengar jawaban apapun yang akan diberikannya.
"Aku menemui saudaramu, Allistair," mulai Elias. "Dia memberitahuku semuanya. Tentang Morgan. Setelah kau pergi, dia merasa kesulitan untuk merawat putrimu, jadi dia memutuskan untuk menyerahkannya ke panti. Pasangan suami-istri mengadopsinya beberapa bulan kemudian. Derek Vaughn yang memberitahuku dimana Morgan berada. Tapi aku tidak boleh berada terlalu dekat dengannya, karena itu dilarang. Jadi aku hanya memiliki fotonya."

KAMU SEDANG MEMBACA
THE UNSEEN (COMPLETE)
غموض / إثارةRachael Simone, seorang mantan terapis profesional, ditemukan terkurung di gudang setelah peristiwa penembakan yang menewaskan suami dan sahabatnya terjadi. Kebisuan Rachael yang tiba-tiba membuat kepolisian menyakini bahwa wanita itu bukanlah korba...