Kepalanya terasa pening, tubuhnya seakan mengambang di udara. Elias berusaha menggerakan tangan dan kakinya perlahan. Berhasil. Ia dapat merasakan jari-jari tangannya menekuk dengan kaku. Kemudian perlahan Elias membuka mata. Di depannya tampak sebuah bayangan buram tentang gambaran seorang wanita yang berdiri di dekat jendela. Lambat laun, gambaran buram itu terlihat semakin jelas. Ketika Elias menegakkan punggungnya yang terasa nyeri, ia dapat melihat Rachael sudah berdiri disana dengan kedua tangan terkulai di kedua sisi tubuhnya. Tapi wanita itu bukannya tidak menggenggam apa-apa. Elias melihat sebuah pisau menggantung di satu tangannya. Pisau itu bisa menyakiti siapa saja.
"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Elias setelah bersusah payah bangkit dari atas kursi kayunya. Tumbuhnya masih limbung. Efek bekas suntikan di bahunya masih terasa.
Tunggu. Apa Rachael baru saja menyuntiknya? Wanita itu berbohong. Elias mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. Pada satu detik Elias memeluk wanita itu dengan erat, dan pada detik berikutnya, sebuah jarum menusuk bahunya, membuat beberapa organ tubuhnya terasa kebas sebelum benar-benar mati rasa.
"Rachael, apa yang mau kau lakukan?"
"Seorang anak laki-laki.."
Kepalanya begitu pening sampai Elias nyaris tidak mendengar bisikan yang baru saja keluar dari mulut wanita itu.
"Apa?"
Rachael berdiri mematung di tempatnya, tatapannya kosong. Ketika wajahnya terlihat semakin jelas, Elias dapat membaca emosinya lebih jelas: sebuah ketakutan dan sekaligus amarah yang besar. Wanita itu menatap kosong ke arah dinding polos. Bibirnya terus bergerak mengucapkan sesuatu sedangkan pisau di satu tangannya menuding dengan kaku ke arah lantai.
"Ada seorang anak laki-laki yang tinggal di seberang rumahku. Dia pendiam, gerak-geriknya tampak kaku, dan dia sangat gemar menggunakan kamera. Dia memotret banyak hal di kamera itu: daun jatuh, keheningan, malam, semuanya.. semua yang dia lihat. Terkadang dia mengarahkan kamera itu keluar jendela, tepat ke seberang rumahku dan aku tahu dia selalu memerhatikanku."
Rachael menelan liurnya kemudian memutar wajah, kali ini menatap Elias dengan lurus, seolah sedang menilai reaksinya. Namun seisi ruangan tetap hening, ketegangan memuncak.
"Anak laki-laki itu.. dulu aku melihatnya. Aku tahu ketika dia mengamatiku. Aku bisa melihat itu dari kedua matanya. Ada sesuatu yang ingin dia sampaikan, tapi tidak pernah tersampaikan. Kami tidak pernah berbicara. Dia hanya pernah menemuiku sekali - di danau, kami berbicara. Hanya kali itu saja. Dia pikir aku tidak pernah melihatnya atau mengenali wajahnya. Dia keliru. Aku melihatnya. Aku tahu siapa dia."
Hening.
"Itu kau. Kau memotretku di danau sore itu. Aku masih menyimpan gambarnya. Kau yang mengikutiku selama ini. Orang yang kutabrak di jalanan itu adalah kau. Kau dan Talia. Tapi ironisnya adalah, aku tidak pernah benar-benar tahu alasannya. Kenapa kau begitu tertarik denganku, Elias? Aku bahkan tidak pernah berpikir kau benar-benar ada. Kupikir kau hanya bagian dari imajinasiku saja. Tapi kau ada. Aku mengenalimu sejak kali pertama kau menginjakkan kakimu di rumah sakit itu. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku mengenalmu. Aku mengenali suaramu - aromamu. Kau sangat gemar menggunakan parfum yang sama, bukan? Malam itu, malam ketika aku menembak suami dan sahabatku, kau ada disana. Aku tahu itu kau. Itu kau, Elias."
Elias menelan liurnya dengan susah payah, kemudian berjalan mendekati wanita itu. Namun, Rachael dengan cepat menudingkan pisau ke arahnya dan menghentikan Elias saat itu juga.
"Jangan mendekat!" katanya.
"Letakkan pisaunya, Rachael! Biar kujelaskan padamu semuanya. Kau ingin membahasnya? Ayo kita berbicara. Hanya saja, kumohon, letakkan pisaunya."

KAMU SEDANG MEMBACA
THE UNSEEN (COMPLETE)
Mystery / ThrillerRachael Simone, seorang mantan terapis profesional, ditemukan terkurung di gudang setelah peristiwa penembakan yang menewaskan suami dan sahabatnya terjadi. Kebisuan Rachael yang tiba-tiba membuat kepolisian menyakini bahwa wanita itu bukanlah korba...