Bab 57

5 5 1
                                        

Elias tersentak bangun dari tidurnya dengan nafas tersengal. Wajahnya berkeringat dan kedua tangannya bergetar. Ia menyeret kedua kakinya turun ke atas lantai kayu dan duduk di tepi kasur sembari berusaha mengatur nafasnya. Rupayanya Elias lupa menelan obatnya malam itu sehingga ia harus melalui satu malam dengan mimpi buruk lagi.

Perlahan, nafasnya kembali teratur. Elias menatap alarm di atas nakas yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Kedua alisnya saling bertaut. Kemudian suara deritan pelan terdengar saat angin mengayunkan kaca jendela kamarnya yang terbuka. Elias pasti sudah kelelahan sampai luka menutup jendela itu. Ia bangkit berdiri dan mendekati jendela dengan cepat. Sebelum menutup jendela itu, Elias melongokkan wajahnya keluar, menatap pekarangannya yang gelap dan hening. Tidak ada kilat maupun suara guntur yang menggelegar keras. Tidak ada hujan badai. Elias cepat-cepat menutup jendela itu kemudian menguncinya. Ketika ia berjalan mendekati pintu dan menariknya hingga terbuka, ia menatap ke sekitar lorong yang gelap, kemudian menyalakan lampunya. Tidak ada jejak kaki berdarah di atas permukaan lantai kayu. Sebaliknya, lantai itu tampak kosong.

Otot-otot bahunya sedikit mengendur. Elias berhati-hati ketika menuruni tangga kayu. Di bawah sana, persis di dekat anak tangga, pintu kamar tamu sedikit terbuka. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang. Elias mendorong pintu kayu itu hingga terbuka lebar dan mendapati ranjang di dalam sana kosong. Ia menunggu, berpikir kalau telinganya akan menangkap sebuah suara dari arah dapur, namun tidak ada suara apapun setelah beberapa menit. Lampu di lorong juga telah menyala. Sekilas, ia melihat pintu ruang pernyimpanannya sedikit terbuka, namun ketika Elias mengintip ke dalam sana, tidak ada siapapun. Jadi ia berjalan menuju dapur, berhati-hati ketika membawa langkahnya.

Sesampainya disana, tatapan Elias langsung menyapu permukaan lantai kayu dapur itu. Namun, ia mendapati bahwa tidak ada pecahan keramik yang berserakan disana. Dindingnya tidak dikotori oleh cat berwarna merah dan bahkan tidak ada kotak susu di atas meja, kecuali Rachael yang sedang duduk menempati salah satu kursi kayu di belakang meja itu dengan wajah menunduk dan kedua tangan di letakkan di atas kepalanya. Sebuah album foto dan gelas berisi air tergeletak di atas meja. Rachael membiarkannya terbengkalai sementara wanita itu terus menunduk seolah permukaan meja itu tampak begitu menarik perhatiannya.

Elias mendekati wanita itu dengan hati-hati. Sampai ia berada dalam jarak beberapa langkah jauhnya, Rachael tersentak kaget dan mengangkat wajah untuk menatapnya.

"Maaf, tidak bermaksud mengejutkanmu," ucap Elias sembari menarik satu kursi kosong di dekat wanita itu.

Rachael menghela nafas, kedua bahunya mengendur perlahan. "Tidak apa-apa."

"Apa yang kau lakukan disini? Kenapa tidak tidur?"

Ketika bertanya, tatapan Elias telah menyapu permukaan album foto yang tergeletak di atas meja. Ia mengenali album foto pernikahannya itu dengan baik. Tampaknya Rachael menemukannya dengan mudah di dalam ruang penyimpanan.

"Aku hanya.. oh, maafkan aku. Aku menemukan ini di ruang penyimpananmu."

Elias menatap album itu, menyipitkan kedua mata, kemudian mengabaikannya saat menarik tangan Rachael.

"Kenapa tidak tidur?"

"Aku kesulitan tidur."

"Apa ranjangnya keras? Ruangan itu terlalu dingin, ya?"

"Tidak, bukan itu. Aku hanya terbangun karena mimpi buruk."

Senyuman tipis tersungging di wajah Elias. "Itu aneh karena aku juga terbangun karena mimpi buruk."

"Oh ya? Mau menceritakannya padaku?"

Elias tertegun, kedua matanya memandangi wanita itu kemudian ia menggeleng dengan cepat. "Tidak, bukan sesuatu yang menarik untuk didengar. Bagaimana denganmu?"

THE UNSEEN (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang