Bab 14

10 7 1
                                    

Ketika langit mulai gelap, hujan deras turun membasahi seluruh tempat. Petir memukul atap dan pohon-pohon tinggi dengan ganas. Suara gunturnya bergemuruh cukup keras. Suara itu menggelegar di sepanjang kawasan perbukitan sampai ke depan pintu masuk rumah sakit. Amos memutuskan untuk tinggal hingga hujannya mereda, Fritz sudah pulang beberapa jam yang lalu, sedangkan Elias masih berdiri di depan lobi, merasa kebingungan memutuskan untuk tinggal atau menerobos hujan dan kembali untuk menjemput mobilnya.

Disaat yang bersamaan, cahaya lampu sen dari halaman parkir menyorot wajahnya. Sedan yang dikendarai Derek bergerak mendekat dan berhenti persis di depannya. Laki-laki itu membuka kaca jendela kemudian berbicara dengan suara keras.

"Apa kau akan menunggu disini sampai pagi? Dimana mobilmu?"

"Aku meninggalkannya di dekat terowongan. Jalur utama ditutup karena pohon tumbang, jadi aku berjalan kaki kesini."

"Ya, aku dengar kabar itu pagi ini. Masuklah! Aku akan mengantarmu."

Elias memutar wajahnya, sejenak menatap ke sekitar sebelum memutuskan dengan cepat untuk masuk ke dalam mobil dan bergabung bersama Derek di kursi penumpang.

Gemuruh keras terdengar ketika air hujan menghantam atap mobil. Suaranya berhasil meredam suara radio yang keluar dari mikrofon di dalam mobil. Merasa kesal, Derek menekan tombol off dan suara gemerisik radio itupun langsung lenyap.

"Sinyalnya buruk sekali saat hujan," gerutu Derek selagi memutar kemudi dan bergerak keluar melewati gerbang.

Elias tertegun menyaksikan bangunan bertingkat yang kini tertinggal di belakangnya melalui spion mobil. Sementara itu jalanan di depannya tampak kosong. Hujan deras masih memukul atap mobil dengan keras. Sejauh beratus-ratus meter jauhnya, tidak ada lampu jalanan sehingga Derek hanya mengandalkan lampu mobil untuk melintasi area itu. Karena jalanan utama di tutup, Derek harus berputar sejauh dua kilo meter jauhnya untuk keluar dari sana. Laki-laki itu tampaknya mengenali setiap sudut jalan dengan baik. Ia sama sekali tidak merasa kesulitan untuk menemukan jalur terbaik dan tercepat untuk dilalui. Elias jadi penasaran, bagaimana Derek berakhir di kota kecil itu?

"Sudah berapa lama kau tinggal disini?" tanya Elias untuk mengawali percakapan mereka setelah beberapa menit yang hening.

"Lebih lama dari yang bisa kuingat. Aku menghabiskan masa kecilku disini, lahir dan dibesarkan di kota ini sebelum aku pindah ke Los Angles untuk melanjutkan studi. Aku sudah berencana untuk menetap disana, tapi kemudian ibuku jatuh sakit, dan karena ayahku sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya, jadi aku harus menetap disini untuk mengurusnya. Kupikir itu tidak akan berlangsung lama, tapi akhirnya disinilah aku. Bertemu seorang wanita dan menikah disini, kemudian aku mendapatkan posisiku di kepolisian lokal dan dengan begitu, tidak ada jalan kembali ke Los Angles. Selamat tinggal kota kesenangan."

Derek mendengus keras kemudian seringai lebar muncul di wajahnya. Laki-laki itu memperlambat laju mobilnya dan berputar di tikungan sebelum bertanya, "bagaimana denganmu?"

"Aku baru disini," sahut Elias.

"Itu jelas. Darimana asalmu?"

"North Carolina."

"Itu tempat yang jauh, bukan?"

Elias mengangguk. "Ya, tapi aku sering berpindah tempat. Aku tidak pernah tinggal begitu lama di suatu kota."

"Oh, kenapa?"

"Aku suka berpergian."

Derek tertawa. "Istriku juga begitu. Jadi apa yang kau cari disini?"

Sembari mengangkat kedua bahunya Elias menjawab, "kupikir ini tempat yang menyenangkan. Jauh dari kota. Aku hanya ingin menyingkir dari kebisingan."

"Itu bagus untukmu."

Sebuah papan penanda jalan di kejauhan memberitahu mereka untuk berbelok ke kanan untuk keluar ke jalur utama. Derek langsung memutar kemudinya mengikuti arahan itu. Tiba-tiba Elias terpikir untuk bertanya, "hei aku masih memikirkan ucapanmu tadi tentang Rachael."

Derek menatapnya melalui kaca spion kemudian menggindikkan bahu dan bertanya, "bagian mana?"

"Kau bilang korban pembunuhan itu adalah Denise dan Catherine. Aku tidak tahu siapa Catherine ini dan bagaimana dia terlibat?"

"Dia biasa dipanggil Cathy, dia sahabat Rachael. Mungkin pernah menjadi pasiennya juga. Tidak ada yang tahu pasti kenapa Catherine ada di sana. Beberapa polisi dan media hanya menganggap kalau wanita itu berada di tempat dan waktu yang salah. Aku telah menemui suaminya, Sean Terrell. Dia.. aneh sekali."

"Apa?" desak Elias.

"Hanya saja dia tidak terlihat peduli tentang apa yang terjadi pada istrinya. Atau setidaknya, kupikir begitu. Sean tidak banyak tahu apa yang terjadi hari itu. Dia bilang Cathy pergi bekerja pagi itu, namun itu tidak benar karena aku sudah menemui rekan kerjanya dan dia bilang Cathy tidak masuk. Jadi, Cathy mungkin berkunjung ke rumah Rachael, itu tebakan terbaik, tapi ternyata juga tidak. Rachael sendirian di rumah itu sepanjang hari. Hari sebelumnya Rachael masih bekerja, tapi kemudian dia izin pulang karena sakit. Seorang tetangga juga mengaku Rachael tidak menerima tamu sepanjang siang. Jadi kemungkinan besar Cathy datang malam itu bersama Denise. Aku masih tidak tahu mana yang benar. Kasus ini buntu. Rachael satu-satunya harapanku, tapi kau tahu.. kondisinya. Aku benar-benar tidak bisa mengandalkannya."

Elias tertegun selagi mendengar Derek berbicara. Tatapannya kini terarah lurus ke jalanan kosong di depan sana hingga pertanyaan Derek berikutnya mengalihkan perhatian Elias.

"Menurutmu kau akan berhasil dengan Rachael?"

Untuk saat Elias tergoda untuk menyetujui itu, berpura-pura bahwa ia telah membuat sebuah kemajuan besar dalam sesi terapinya. Namun Derek akan tahu kalau Elias berbohong, jadi itu percuma saja.

"Aku tidak tahu," jawab Elias akhirnya. "Bagaimana menurutmu?"

"Dokter Joan Melburne menyerah setelah enam bulan menangani Rachael.."

"Dia psikiater yang menangani Rachael?"

Derek memberi anggukan singkat, "kau tampaknya tahu lebih banyak dari aku. Dan ya, dia menyerah dengan membuat pernyataan kalau Rachael mengalami trauma berat. Maksudku, siapa yang tidak akan trauma setelah mengalami kejadian mengerikan seperti itu. Tapi pertanyaanku, benarkah?"

Tiba-tiba pikiran itu terlintas dalam benak Elias sebelum ia menyuarakannya dengan keras. Hujan telah mereda, cahaya lampu jalanan terlihat setelah absen ratusan meter jauhnya. Elias mampu mengenali jalanan itu, tahu bahwa percakapan mereka akan segera berakhir disana, jadi ia mengambil kesempatan singkat itu untuk bertanya, "kau tadi bilang kalau kau tidak percaya tentang trauma yang dialami Rachael. Bahwa itu sama sekali sesuatu yang berbeda. Apa yang kau maksud dengan itu? Emosi apa yang kau lihat?"

Persis seperti dugaannya, Derek mendengus setelah mendengar pertanyaan itu. "Apa yang kutahu tentang emosi seseorang? Kalian para terapis mampu memahaminya lebih baik. Aku hanya menyimpulkan apa yang kulihat, dan apa yang kulihat itu bukan trauma, atau ketakutan, itu semacam.. kebencian. Menurutmu seorang terapis profesional seperti Rachael dapat menampung emosi sebesar itu? Aku hanya penasaran, bagaimana kalian para terapis mengatasi emosi kalian sendiri?"

-

THE UNSEEN (YANG TIDAK TERLIHAT)


THE UNSEEN (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang