Bab 53

4 5 1
                                    

Elias menyaksikan dari balik jendela ketika Beth, Amos, dan Derek duduk berhadapan dengan Rachael untuk memulai serangkaian tes yang akan menentukan apa Rachael diizinkan untuk keluar atau tidak. Mereka setidaknya sudah berada di dalam ruangan itu selama lebih dari satu jam dan Elias menunggu di depan pintu dengan tegang sampai seseorang dari dalam sana mengizinkannya untuk masuk.

Fritz mendatanginya beberapakali untuk sekadar mengintip ke dalam melewati jendela, kemudian bergerak mondar-mandir sembari mengawasi sejumlah pasien yang berkeliaran di sekitar sana.

"Apa yang mereka lakukan di dalam sana sebenarnya?" gerutu Fritz. "Kenapa lama sekali?"

"Prosedur." Elias enggan berkomentar lebih. Ia melipat kedua tangannya selagi menatap ke sekitar. Tempat itu masih sehening kelihatannya. Tiga atau empat pasien terlihat berkeliaran menyusuri lorong-lorong kosong, sesekali menegok ke dalam ruangan, duduk di lantai atau berdiri di depan layar televisi yang menggantung di atas dinding. Elias memandangi layar gelap televisi sembari menyipitkan mata, bertanya-tanya bagaimana pasien itu dapat berdiri disana selama berjam-jam untuk menatap televisi yang bahkan tidak menyala.

Lima belas menit kemudian, pintu ruangan di geser terbuka. Elias dan Fritz langsung berbalik untuk melihat siapa yang keluar dari sana. Sesuai dugaannya, Derek muncul di depan pintu. Laki-laki itu masih mengenakan jaket hitam dan seragam yang sama seperti kali terakhir Elias bertemu dengannya. Kini tatapan Derek terarah lurus padanya ketika ia berkata, "ayo keluar sembentar! Ada sesuatu yang ingin kukatakan."

Elias mengangguk, sekilas bertukar pandang dengan Fritz sebelum mengikuti Derek berjalan menyusuri lorong. Mereka tiba di pekarangan belakang bangunan itu dengan cepat. Derek menuntunnya berjalan melewati rumput-rumput liar kemudian keluar melewati gerbang menuju danau. Tempatnya cukup teduh. Selama beberapa menit, mereka berjalan menyusuri kawasan itu tanpa berbicara, sampai Derek menghentikan langkahnya persis di depan danau. Tatapannya terarah lurus ke depan, kemudian laki-laki itu merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan kotak rokok dari dalam sana.

Setelah meletakkan satu batang rokok di antara bibirnya, Derek menyodorkan kotak rokok itu ke arah Elias.

"Mau satu?"

Elias hendak menolak, tapi teringat kejadian beberapa hari lalu ketika keadaan memaksanya untuk mengakui sesuatu yang tidak ia lakukan pada Amos. Kalau firasatnya benar, maka Derek pasti sudah mengetahuinya. Untuk menghindari kecurigaan lain, Elias menerima pemberian itu alih-alih menolaknya. Ia mengapit rokok di antara bibirnya selagi Derek menyulutkan api pada ujung rokok itu. Kemudian, begitu asap mengepul keluar dari mulut dan hidungnya, Elias sempat batuk beberapa kali.

"Kau baik-baik saja?"

"Ya."

Elias, terburu-buru menjauhi putung rokok itu dari mulut dengan mengapitnya dengan kedua jari. Selagi Derek menyisir danau dengan tatapannya, ia mengambil kesempatan untuk menjentikkan abu pada putung rokoknya yang kian memanjang.

"Satu tahun tidak berbicara," Derek memulai. "Satu tahun kami berusaha menemukan cara untuk membuatnya mengatakan sesuatu, dan kenapa sekarang? Apa yang kau lakukan padanya?"

"Kurasa hanya masalah waktu," kata Elias, datar.

Derek mendengus. Rahangnya tertarik ketika laki-laki itu menunjukkan seringai lebar. "Tidak, kau tahu jelas maksudku. Aku tidak percaya sebuah kebetulan. Terutama dalam kasus ganjil seperti ini. Beri aku jawaban yang lebih spesifik tentang bagaimana kau melakukannya?"

Selama beberapa saat, Elias tertegun memandangi rumput di bawah kakinya, kemudian sadar kalau abu pada rokoknya sudah memanjang. Sembari menjentikkan rokok itu, Elias berusaha menemukan jawaban yang tepat – sebuah jawaban yang akan memuaskan Derek. Tahu bahwa laki-laki itu akan mengetahuinya jika ia berbohong, Elias memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya.

THE UNSEEN (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang