Bab 9

16 6 1
                                    

Cahaya terang berwarna keemasan yang menyorot wajahnya itu tampak menyilaukan. Cahaya itu berusaha menembus kegelapan yang menyelimuti setiap sudut jalan, namun tidak cukup besar untuk mengusirnya. Mulanya Elias tersadar karena mendengar suara dengungan mesin di balik kap mobilnya yang terbuka, tapi kemudian ia menjadi sepenuhnya sadar begitu luka yang menekan pergelangan kakinya mulai berdenyut-denyut. Elias meringis kesakitan. Jari-jarinya menekan luka pada kakinya kemudian ia menyadari ada cairan berwarna merah gelap yang menggenang di lantai mobilnya. Elias membeliakkan mata saat kesadaran itu menghantamnya bak palu yang keras. Kemudian, ketika ia mengangkat wajahnya, kekacauan yang terjadi tampak seperti mimpi terburuk yang pernah ada.

Kaca depan mobilnya mengalami keretakan parah. Beberapa bagiannya telah pecah dan hanya menyisakan lubang seukuran kepala manusia yang menganga terbuka. Melalui lubang itu, Elias melihat dahan pohon besar yang menunduk ke arahnya. Tapi dahan itu bukannya menunduk tanpa sebab. Hantaman keras bumper mobilnya-lah yang menyebabkannya. Sementara itu asap mulai mengepul keluar dari mesin mobilnya. Suara dengungan mesin itu kian mengusik telinga. Namun itu belum semuanya. Ketika menoleh ke kursi penumpang, Elias harus menghadapi mimpi terburuknya. Tubuhnya menegang saat menyaksikan wanita itu meringkuk dengan wajah menghantam dasbor mobilnya. Darah yang mengenang di lantai mobil berasal dari luka di wajahnya. Dahan pohon yang menerobos masuk melewati lubang di kaca depan mobilnya, terkubur persis di bahu wanita itu. Elias berteriak histeris saat menyaksikannya. Rasa berdenyut-denyut akibat pecahan kaca mobil yang menusuk kulitnya tidak lagi menjadi fokus utamanya. Wanita itu-lah yang menyita perhatiannya.

Butuh beberapa detik bagi Elias untuk memulihkan diri. Beberapa detik untuk kembali pada kenyataan dan beberapa detik sebelum Elias dapat memikirkan tindakan yang perlu diambil.

Elias mencari ponselnya dengan gelisah. Kotak kecil itu pasti terpental ketika mobilnya menghantam pohon besar. Elias menunduk untuk mencarinya di lantai. Dalam situasi itu ia dapat merasakan jantungnya berdegup kencang, adreanalinnya berpacu dengan kuat. Bibirnya yang bergetar berusaha untuk mengatakan sesuatu. Kelopak matanya merasa kelelahan untuk tetap terbuka. Elias butuh tidur, namun ia harus menahannya.

Kau harus tetap sadar! Kau harus tetap sadar.. tidak, tidak, tidak, jangan tidur! Jangan tidur! Lawan! Lawan! Kau harus tetap sadar. Dimana ponsel sialan itu?! Berengsek! Ingat! Ingat! Dimana kau meletakkannya? Dimana?! Sialan!!

Elias menggigit bibir saat isak tangisnya pecah. Ia dapat merasakan darah dari luka di keningnya mengalir jatuh ke kelopak matanya. Darah itu terasa hangat dan berhasil mengaburkan pandangannya. Kemudian Elias dapat merasakan cairan dari hidungnya jatuh ke sudut bibir. Ia menutup mulutnya rapat-rapat, berusaha menghentikan tangisannya, namun bukannya mereda, isak tangis itu justru semakin menjadi-jadi.

Menggunakan kepalan tangannya, Elias menepuk gagang setir keras-keras hingga melukai dirinya sendiri. Elias baru berhenti saat tangannya mati rasa, kemudian tangisannya berhenti begitu saja. Kini ia memutar tubuhnya, memberanikan diri untuk menjulurkan tangannya melewati pinggul wanita itu kemudian meraih ponsel yang masih tersimpan di saku belakang celananya.

Elias terburu-buru ketika menekan nomor ambulans sampai ia menjatuhkan ponsel itu di lantai mobil. Tangisannya kembali pecah saat Elias menyerah untuk menemukan ponsel itu. Sekujur tubuhnya mati rasa. Pikirannya buyar dan Elias terlalu takut untuk menatap wanita yang duduk di sampingnya.

Dia tidak boleh mati! Dia tidak boleh mati.. tolong, tolong.. jangan dia.

Elias terus membisikkan kalimat itu di bibirnya hingga sebuah cahaya lampu sen bergerak melewati lubang di mobil dan menyorot persis ke wajahnya. Seseorang baru saja menghentikan sedannya dan keluar dari dalam mobil. Dalam pandangan yang terasa kabur, Elias tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas, namun orang itu tampak ragu-ragu – atau takut – ketika berjalan mendekati mobilnya. Akhirnya orang itu memutuskan untuk mengangkat ponselnya ke telinga dan berbicara. Elias hanya dapat mendengar suaranya sebagai dengungan samar yang tidak jelas sebelum raungan ambulans dari kejauhan berhasil meredupkan dengungan di sekitarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa. Pada detik itu Elias pikir ia benar-benar tertidur – senadainya begitu, tapi nyatanya tidak. Elias harus terbangun di rumah sakit untuk menghadapi mimpi buruknya kembali.

THE UNSEEN (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang