Dua tahun sudah berlalu,
Hari ini cuaca begitu cerah, seperti biasa aku membantu ibu dan bapak di sawah.
Aku bersyukur meski kulitku sering terbakar matahari, tapi gak terlalu gosong-gosong amat heheh.
Aku baru menyadari kalau sedari tadi ternyata ada yang liatin aku.
Dia adalah kak Andi, anak kampung ini juga. Hanya saja beda RT RW denganku. Pria yang selama ini aku taksir.
Wajahnya yang tampan menurutku, tubuhnya yang kekar dan maskulin. Apalagi ototnya yang tercetak begitu indah.
Bukan karena sering ngejim seperti orang kota kebanyakan.
Tetapi, karena beratnya pekerjaan di kampung sebagai petani.
Dia merupakan lulusan sarjana pertanian, katanya sih dia nggak mau jadi pekerja kantoran di kota. Dia lebih memilih menjadi petani di kampung, mengelola pertanian milik orang tua nya.
Aku juga pernah dengar, katanya dia itu ingin membantu masyarakat kampung kami agar bisa mengembangkan dan mengelola pertanian dengan lebih baik.
Ah sungguh pemuda idaman, sudah ganteng punya keinginan yang baik pula.
Aku kalau jadi istrinya, mau banget deh. Tapi mengingat statusku yang sudah janda dua kali, mana mau dia sama aku. Hatiku tiba-tiba saja mendung mengingat hal itu.
Tapi, kenapa ya dari tadi sepertinya dia ngeliatin aku terus.
Apa aku yang kegeeran ya? Ah dasar! Otakku sepertinya sudah berdebu, mengharapkan pria macho dan ganteng itu suka padaku.
Tapi menurut kabar, dia gak pernah merespon wanita yang mendekatinya. Kenapa ya?
Jantungku berdegup semakin kencang, apalagi kak Andi mulai menghampiriku Sepertinya.
Apa jangan-jangan aku kegeeran lagi? Aku celingukan mengedarkan pandanganku ke segala arah, rasanya gak terlalu banyak gadis saat ini.
Lagian di arah yang dia tuju hanya ada aku seorang.
Aduh jantung jangan melompat-lompat dong! Aku makin deg-degan, sampai-sampai lututku terasa lemas.
Pria maskulin berkulit sawo matang dengan wajah tegas itu semakin mendekati ku, mau apa dia?
"Mi!" Dia menyapaku dengan lembut dan senyuman yang begitu manis seperti permen gula kapas.
"Hem i iya, kak." Aku gugup bukan kepalang, meski sudah menjanda dua kali tetap saja aku gugup.
Saat menikah dulu, sama sekali aku tak mengerti rasa cinta. Tak mengerti apa-apa.
Tahu-tahunya menikah, itu saja.
Tapi jujur aku tak pernah melakukan seperti apa yang dilakukan pasangan suami istri, karena usia mudaku saat itu dan aku masih begitu polosnya.
Hingga aku menangis meraung-raung, saat didekati pria yang sudah menjadi suamiku itu.
Tapi kini, usiaku sudah hampir dua puluh tahun. Akupun sudah tahu artinya cinta, dan aku tidak sepolos itu.
Meski jujur belum pernah merasakan ciuman apalagi yang disebut hubungan suami istri yang kata ibu-ibu di kampungku rasanya begitu nikmat serasa surga dunia. Membuatku tertawa geli mendengar obrolan absurd para tetanggaku itu.
Jika dikota pertemuan antara dua insan akan diadakan di cafe atau mall, lah aku sama kak Andi melakukannya di sawah.
Dengan muka cemong akibat tanah basah atau lumpur yang ada di sawah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Terhalang Takdir
RomanceMenjadi Janda di usia muda bukanlah keinginannya, tapi nyatanya itu terjadi pada Sekar. Hingga sosok Andi membuatnya jatuh hati, namun kembali ia patah hati. Merantau ke kota untuk move on dari Andi. Namun kisah cinta yang rumit kian menanti. Pras s...