51-Pras Kemana (Akad Terlambat)

41 2 0
                                    

Sekar siapa dia? Dan sedang apa kalian di taman malam-malam begini?" tanya Andra, dia menatapku penuh curiga.

Kenapa juga tuh anak ada disini sih, aku jadi bingung kan bagaimana cara menjelaskannya.

"Kamu sendiri sedang apa disini jam segini?" Aku memicingkan mata, balik menatapnya penuh curiga.

"Aku sih sengaja. Karena lapar, jadi aku pergi ke mini market dua puluh empat jam untuk beli roti dan minuman. Ya sekalian cari angin," jawabnya santai, tapi matanya melirik ke arah Om Wiguna dengan tidak suka.

Aku paham maksudnya, " Hmm, dia Om Wigu, kerabatku," sengaja mengatakan kerabat. Agar, Andra tidak berpikir macam-macam.

"Kerabat?" Andra memicingkan matanya, sepertinya dia tidak percaya padaku.

"Halo, saya Wiguna." Om Wigu mengulurkan tangan dengan senyuman manisnya.

Andra menyambut tangannya dengan raut wajah enggan, "Andra, temannya Sekar."

"Maaf sudah malam, kami pulang dulu ya." Om Wigu menarikku menuju ke mobilnya, dan kami meninggalkan Andra.

Aku sempat menoleh ke belakang, melihat ke arahnya.

Dia menatapku dengan raut datar dan dingin, kenapa ya sepertinya dia kesal?

Baiklah, biar besok aku akan menjelaskannya saja di sekolah.

Di sepanjang jalan, cukup lama diantara kami tidak ada yang bicara.

Hingga, aku yang memulai perbincangan terlebih dahulu. Karena merasa tidak nyaman dengan situasi diam-diaman ini, sangat terasa canggung.

"Om, apa om baik-baik saja?" maksud pertanyaanku, tentang apa yang ia ungkapkan tadi padaku sewaktu di taman.

"Tentang?" tanyanya dengan raut heran.

"Tentang semuanya, hati Om apakah sudah lebih baik? Lebih tenang? Setelah mengatakan semuanya kepadaku?" ujarku lembut.

"Iya, aku merasakan lebih tenang setelah semuanya kuceritakan kepada seseorang. Bebanku seakan berkurang banyak," melihat ke arahku sekilas dengan senyuman lembutnya.

Kemudian, kembali fokus nyetir dan menatap lurus ke depan.

"Apa Om sudah pernah menceritakan kepada orang lainnya?" tanyaku, kutatap dia dari samping sekilas.

Wajah lembut dan berkarisma.

"Hanya kamu, hanya padamu aku mengatakannya. Terimakasih, sudah mau mendengar semua keluh kesahku," kembali menoleh padaku sekilas, dengan senyumannya itu.

"Aku senang bisa menjadi orang yang Om percayai untuk bercerita," meski sebenarnya, aku masih begitu penasaran, siapa kira-kira pria itu yang telah menjadi pria lain istri Om Wigu dulu, dan merupakan ayah biologis dari Aura.

Setelahnya, suasana kembali hening. Sampai, kami sampai di depan apartemenku.

"Sekar!" panggil Om Wigu, saat aku hendak turun dari mobilnya.

Beruntung, kali ini aku tidak kesulitan saat membuka seatbelt.

Kuurungkan membuka pintu mobil, dan menoleh ke arahnya.

"Iya, ada apa Om?" tanyaku, menatap ke arah Om Wigu.

"Siapa Andra?" tanyanya aneh.

Bukankah, dia tadi sudah mendengar dari Andra kalau kami berteman.

"Dia temanku di sekolah kesetaraan Om," jawabku jujur.

"Kelihatannya dia orang berada, kenapa bisa ikut kesetaraan? Apa dia nakal, sehingga, tidak lulus sekolah?" tanyanya tanpa menoleh.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang