49- Wiguna ngajak Makan Malam

37 2 0
                                    

Au ah, om sudah ih! Kenapa terus menggodaku sih," rajukku. Sedikit kesal, karena Om Wigu terus saja menggodaku dengan mengatakan hal itu.

"wah pipimu merona," godanya, dia menyentuh pipiku sekilas.

Aku termangu, sentuhannya membuat aku terkejut dan merasakan hal aneh.

"Papa! Ayo kita foto!" syukurlah kehadiran anak itu membuat suasana yang terasa canggung menjadi sedikit mencair.

"Iya, iya. Ayo sayang,Sekar ayo!" Om Wigu menatapku sekilas dengan seulas senyumannya itu.

Aku mengangguk tanpa berkata-kata.

Lalu, Om Wigu menuntun tangan anaknya. Membawa ke tempat dimana Kak Dimas berada.

Sementara, aku masih diam terpaku di tempat. Sentuhan tangan Om Wigu masih terasa menempel di pipiku. Seketika pipiku memanas, kutepuk-tepuk pipi ini cukup keras.

"Waras Sekar! Waras!" gumamku pelan, sambil menghembuskan nafas.

"Kakak ayoo!" terdengar suara pekikan Aura, dia tampak menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arahku.

Begitupun Om Wigu yang ikut berhenti melangkah, dia menatapku dari tempatnya dengan senyuman dan mata yang menatapku heran.

"Aku? Kakak ikut?" Aku menunjuk diri sendiri dengan telapak tangan.

"Iya!" pekik anak itu antusias.

Karena tidak mau sampai dia merajuk, kuputuskan untuk ikut saja. Aku segera menghampirinya, kami berjalan beriringan. Dengan hatiku yang mendadak merasa aneh.

"Dimas, Aura mau difoto katanya," ujar Om Wigu, saat sudah sampai di hadapan Kak Dimas.

"Tentu, ayo sayang!" Kak Dimas menuntun tangan Aura, membawanya ke tempat pengambilan gambar.
 
"Papa! Kakak, ayo foto bareng!" anak itu berteriak heboh.

Sontak aku dan Om Wigu saling lempar pandang.

"Hey, sudah ayolah kalian ikut berfoto saja, daripada dia merajuk." Kak Dimas, bahkan menarik tanganku dan membawa ke dekat Aura.

Akhirnya, mau tidak mau aku ikut foto bareng.

"Sekar maaf ya," bisik Om Wigu yang membuatku kaget, karena jarak kami begitu dekat. Hingga, hembusan nafasnya menerpa kulit lehernya.

"Iya nggak apa-apa kok," sahutku gelagapan.

Aku menggeser sedikit tubuhku, agar jarak kami tidak terlalu dekat.

Om Wigu tersenyum lembut, lalu segera menghampiri Dimas, dan aku mengekorinya dari belakang.

Aku mendengarkan semua arahan dari Kak Dimas.

"huuh, kenapa harus seperti itu sih posenya. Nanti kami bisa kelihatan seperti keluarga beneran," gerutuku dalam hati.

Berkali-kali, aku meminta Kak Dimas agar mengubah pose kami. Tapi, tetap saja setiap arahannya membuatku terlihat dekat dengan Om Wigu.

"Sekar, sudahlah jangan banyak cincong bikin sakit kepala aja!" gerutu Kak Dimas, sepertinya dia mulai jengkel padaku.

Aku hanya manyun.

"Lagian ini kan cuma foto, Sekar!" lanjut Kak Dimas, yang sepertinya mulai kesal, karena aku terus ogah-ogahan.

"Sekar maaf ya membuatmu tidak nyaman, sebentar saja supaya Aura senang." Om Wiguna yang dari tadi hanya diam mendengarkan perdebatan ku dengan Kak Dimas, akhirnya angkat bicara.

Aku menoleh ke arahnya, sampai lupa kalau dari adi Om Wigu ada di sebelahku. Aku jadi tak enak hati, apalagi melihat raut wajahnya yang merasa tidak enak padaku.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang