11 ~ Balas Dendam

67 3 0
                                    

Selamat membaca

Aku menggeliat, meregangkan otot-otot tubuhku. Mungkin karena efek tidur meringkuk di sofa. Aku tersentak, aku pasti ketiduran. Jam berapa sekarang?

Dengan cepat kuedarkan pandanganku, hingga menemukan jam yang menempel di dinding.

Aku mengucek mata. "Jam setengah lima." Gumamku.

"Aaah!" Pekiku.

Apa ini jam setengah lima pagi, itu artinya aku ketiduran sangat lama. Kenapa dia tidak membangunkan ku! Apa dia sengaja, karena malas mengantarkanku pulang.

Kuhela nafasku dalam-dalam dan ku hembuskan perlahan.

Tiba-tiba saja pikiranku melayang, teringat saat kemarin dia menciumku dengan brutal. Sungguh keterlaluan! Pipiku rasanya memanas dan jantungku berdetak tak beraturan.

Ada apa ini? Rutukku dalam hati.

Aku berdiri dan mencari sosoknya.

"Kemana dia? Kok nggak ada?" Gumamku pelan.

Lalu kulangkahkan kakiku untuk mencarinya. Pandangan mataku tertuju pada sebuah pintu yang ku yakini bukan kamar mandi.

Aku menuju pintu itu, kubuka perlahan.

Ceklek

Sebuah kamar ternyata, aku masuk ke dalamnya. Sungguh tidak tahu diri sekali aku.

Kulihat dia tertidur begitu lelap. Wajahnya tampak tenang seperti bayi.

Tampan, lembut dan menyejukkan.

Tidak seperti saat dia sedang terbangun.

Terlihat galak dan judes, aku mencebikkan bibirku.

Kamar ini benar-benar seperti pemiliknya. Cat nuansa abu tua, perabotan kayu yang terlihat sederhana namun mahal. Ada nakas kecil, televisi LED menempel di dinding. Sofa tunggal dengan mejanya. Rak buku.

Aaah tapi rasanya begitu nyaman.

Saat ingat perbuatannya kemarin yang seenaknya menciumku tanpa rasa bersalah itu, hatiku langsung kesal.

Kuhampiri dia, ku ambil bantal yang tergeletak di sampingnya.

Lalu dengan sepenuh tenaga aku pukul badannya beberapa dengan bantal.

"Rasakan ini adalah hukuman untuk pria tidak sopan sepertimu!" Pekikku pelan.

Bukkk bukkk bukkk

Aku sepertinya sudah gila, bisa saja kan dia melaporkanku atas tuduhan penganiayaan.

Tapi, aku akan menyanggahnya, kan tidak ada bukti! Heheh.

"Awww! Apa-apaan ini!" Dia berteriak sambil berusaha menangkis seranganku dengan muka bantalnya.

Aku tertawa jahat, dan belum menghentikan perbuatanku. Sepertinya, setelah ini aku akan dipecat.

Huuuh, selamat tinggal kota. Selamat ketemu lagi desa.

Dia terlihat kewalahan dengan perbuatanku. Kuhentikan aksiku, kasihan juga. Dia sudah kelihatan seperti orang gila. Rambutnya acak-acakan, karena seranganku tadi. Belum lagi muka bantalnya yang baru bangun itu.

Ah kasihan juga dia. Tapi melihatnya seperti itu, aku jadi ingin tertawa sendiri.

Dan akhirnya aku benar-benar tertawa. "Bwahaha...."

"Apa yang kamu lakukan, kenapa kamu memukuliku tanpa alasan!" Dengusnya.

Tapi aku masih saja tertawa renyah, melihat mimik wajah marahnya semakin membuatku tidak bisa menahan tawa.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang