47- Ikut ke studio

38 3 0
                                    

Aku menghela nafas panjang.

"Aku akan melakukannya dengan satu syarat," ujarnya menyeringai.

Aku menatapnya penasaran, "Apa?" tanyaku.

"Kemarilah? Apa kamu akan bicara sambil tetap berdiri seperti itu!" Kak Pras menatapku lekat, sebuah tatapan dingin dan penuh rasa kecewa sepertinya.

Aku menghembuskan nafas cepat, lalu menghampirinya dan duduk di sampingnya, tentu saja dengan jarak.

Aku memilih duduk di pojokan sofa itu.

"Apa kamu mau memenuhi syaratku?" tanyanya dengan dingin, matanya masih sama seperti sebelumnya.

Menatapku lekat dan dingin.

"Katakan dulu apa syaratnya? Baru aku akan memberi jawaban," jawabku tanpa menatapnya.

Aku memilih menatap ke arah lainnya.

"Tatap aku Sekar!" ujarnya, dia menggeser duduknya, hingga lebih dekat.

Aku menatap Kak Pras.

"Ikutlah ke studio foto, aku ingin kamu menemaniku selama sesi pemotretan." Kak Pras menggengam tanganku erat.

Aku menepisnya kuat.

Kak Pras melepaskan genggaman tangannya, dia menatapku dingin dan mendengus.

"Bagaimana?" tanyanya.

Aku masih memikirkan baik-baik, apa kira-kira yang harus aku lakukan.

Haruskah aku ikut? Untuk apa? Apa dia ingin memamerkan kemesraannya dengan Clarisa nantinya?

"Ya sudahlah, katakan pada mama kalau aku tidak akan mau foto prewed. Lebih baik aku pergi ke luar kota untuk menenangkan diri." Kak Pras berdiri, lalu memintaku keluar.

Aku mengembuskan nafas kasar.

"Untuk apa aku ikut?" saat ini, aku sudah berdiri berhadapan dengannya.

Aku menatapnya lekat, posisi kami berhadapan. Aku mendongak, karena memang tinggiku hanya sebatas bahunya saja.

Kak Pras tersenyum, tangannya terulur dan menyentuh pipiku. Dengan cepat, aku menepisnya.

"Aku ingin kamu melihat bagaimana aku dekat dengan wanita lain, aku ingin tahu bagaimana perasaanmu, aku ingin tau apa kamu akan merasa sakit hati atau tidak! Tunjukan padaku, kalau kamu memang baik-baik saja dan tak akan pernah menyesal saat melihatku bersama wanita lainnya." Kak Pras berkata dengan nada dingin.

Aku terkejut mendengar perkataannya, sepertinya Kak Pras sedang sengaja ingin membuatku cemburu dan sengaja memanasiku.

"Baiklah aku akan ikut, kamu akan melihat betapa baik-baiknya aku. Aku sudah move on!" jawabku datar, ku tatap dia dengan tatapan dingin pula.

Rahang Kak Pras terlihat menegang, mungkin tidak menyangka akan mendapatkan jawaban itu dariku.

"Baiklah, ikut denganku. Kita akan berangkat bersama sebentar lagi. Silahkan kamu keluar, aku ingin sendiri." Kak Pras langsung kembali duduk di sofa dan menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.

Aku menatapnya sekilas, lalu membalikkan badan dan segera keluar dari kamar Kak Pras tanpa berkata-kata lagi.

Aku berdiri saat sampai di ambang pintu, kubalikkan tubuhku dan menatapnya lekat.

"Clarisa sangat mencintaimu, jangan abaikan dia. Suatu hari nanti kamu akan menyadari betapa berharganya dia, dan aku yakin kamu akan mencintainya," ucapku.

"Itu salahnya sendiri karena telah mencintaiku, bukan salahku!" ketusnya.

Aku menghembuskan nafas gelisah, kenapa Kak Pras masih keras kepala begitu?

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang