19 ~ KECELAKAAN

50 2 0
                                    

Kapan kamu akan menikah dengan Deri?" Dari nada bicaranya bisa kudengar, kalau dia tidak suka.

"Kenapa menanyakan itu?" Heran saja rasanya.

"Bukankah kamu pernah bilang suka dia!" Nada suaranya mulai makin jelas terlihat sedang kesal.

Aku tertawa bingung dan salah tingkah. Karena sembarangan bilang naksir kak Deri waktu itu kepada tuan Pras.

Padahal waktu itu hanya untuk membuatnya kesal saja sebenarnya.

Sekarang sungguh gawat, aku harus bagaimana ini! Apa yang harus aku katakan!

"Aku melihatmu sedang menggandeng Deri dari balkon, melihatmu memijat kepalanya dan kalian terlihat begitu intim."  Sinisnya.

"Hahah, itu ya." Aku hanya tertawa sumbang, bagaimana ini. Aku semakin bingung saja rasanya.

"Jawab! Apa kalian benar-benar serius? Pacaran? Akan menikah?" Cecarnya.

"Ini privasi tuan, anda sungguh tidak sopan." Jawabku pura-pura kesal.

Dia hanya berdecak.

Lalu kembali bicara dengan nada datar dan dingin." Aku tidak mau kalian kebablasan! Jadi aku perlu tahu hubungan kalian sejelas-jelasnya!"

Setelah kuhela nafasku dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Aku mulai bicara.

"Sebenar saat itu, kak Deri sedang sakit. Anda tahu kan? Saya hanya membantunya memijat agar baikkan. Lagian kak Deri yang memintanya, karena tidak tega ya akhirnya saya bantu." Ucapku jujur.

"Jadi?" Dia tersenyum tipis.

"Jadi apa?" Aku bingung.

"Kamu itu memang telmi!" Katanya dengan nada kesal.

"Telmi apaan tuan?" Aku mengerutkan dahi, benar-benar tidak tahu artinya.

"Telat mikir!" Sinisnya, sungguh kejam perkataannya itu.

"Sebenarnya bukan salah saya kalau tidak tahu harus menjawab apa, anda sendiri yang bertanya dengan tidak jelas!" Cibirku, tidak terima disebut telmi.

"Jadi apa kalian pacaran?" Tanyanya.

Sepertinya dia sungguh penasaran.

"Kami hanya berteman." Aku tidak mau berbohong.

"Benarkah?" Kenapa dia tersenyum selebar itu, apa dia sedang senang? Apa yang membuatnya senang? Apa kata-kataku yang mengatakan hanya sebatas teman kak Deri.

Apa artinya dia menyukaiku? Aku langsung memukul kepalaku sendiri, karena berani berpikir begitu.

"Kamu kenapa?" Sepertinya dia heran melihat aku yang memukul kepalaku sendiri.

"Hehehe, tidak apa-apa tuan. Cuma sedikit pusing saja. Kalau begitu permisi saya mau istirahat sebentar."  Ucapku asal.

"Biar ku antar ke kamarmu." Dia hendak menggandeng tanganku.

Sungguh tidak bisa kupercaya, apa dia sedang perhatian padaku! Wahai hati, jangan sok tahu dan baper!

"Tidak perlu, saya bisa sendiri." Secepat kilat aku melangkahkan kakiku keluar dari kamarnya.

Menuju ke kamarku, berbaring dan memukuli kepalaku dengan bantal.

"Jangan baper! Jangan geer! Jangan sok tahu!" Gumamku berulang-ulang.

Tapi hati ini sudah berdebar tak karuan, dan jantungku ini sudah berdegup kencang seperti hendak melompat keluar.

Akhirnya aku bergulingan di atas tempat tidur dengan perasaan yang campur aduk. Hingga akhirnya, terdengar suara pintu diketuk. Yang ternyata wa Diah.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang