69-Malam Pertama

127 3 0
                                    

Hari menunjukkan jam sebelas malam.

Wiguna, baru saja pulang dari kantor. Jika biasanya Sekar yang membuka pintu, kali ini asisten rumah tangga lah yang membuka pintu. Karena, Sekar ketiduran di kamar Aura saat tadi menemaninya sambil membacakan buku cerita.

"Sekar sudah tidur?" tanya Wiguna, dia merasa kehilangan karena biasanya disambut senyuman manis sang istri.

"Iya tuan, nyonya sepertinya ketiduran di kamar Non Aura," jawab asisten rumah tangga itu dengan sopan.

"Oh begitu ya," tidak banyak bicara lagi. Wiguna langsung ke kamarnya, membersihkan diri lalu merebahkan diri di atas tempat tidur.

Tapi dia hanya begulingan saja, merasa ada yang kurang. Karena, biasanya memeluk Sekar. Meski tak sampai melakukan hal intim.

Akhirnya, Wiguna memutuskan pergi ke kamar Aura.

Tampak disana, Aura yang terlelap di pelukkan Sekar. Dengan lembut, Wiguna melepaskan tangan Sekar yang sedang memeluk Aura.

"Sekar," bisiknya lembut tepat di telinga Sekar. Bahkan, hingga bibirnya menempel di telinganya.

Sekar merasakan ada yang basah menyentuh telinganya, dia membuka mata perlahan.

Dia terkejut, karena ternyata itu adalah Wiguna. "Eh, Om hm. Ada apa?" tanya Sekar kikuk.

"Ayo pindah tidurnya," ujar Wiguna sambil menarik tangan Sekar.

Dengan salah tingkah, Sekar pun berdiri dan mengikuti suaminya itu.

Sesampainya di dalam kamar, Sekar langsung merebahkan diri. Namun, betapa terkejutnya dia. Karena Wiguna tiba-tiba saja mengungkungnya dari atas, membuat Sekar panik dan salah tingkah.

"Om," panggil Sekar yang menahan dada Wiguna dengan kedua telapak tangannya.

"Hm," sahut Wiguna. Dia menyentuh pipi Sekar dengan belaian lembut.

"Om mau apa?" jantung Sekar sudah bertalu-talu tak karuan. Hatinya berdebar hebat.

Perlahan tangannya yang menahan dada Wiguna mengendur, dan bergeser menjadi melingkar di leher sang suami.

Wiguna semakin menyondongkan wajahnya, hingga hampir tak berjarak.

"Om," hangatnya deru napas Wiguna menerpa wajah Sekar, membuat darahnya semakin berdesir hebat.

"Hm, Sekar apa boleh aku meminta hak ku sekarang," tanya Wiguna dengan lembut.

Sekar merasa malu mendengarnya. "Kenapa gak langsung aja eksekusi sih! Kenapa mesti nanya dulu segala, aku kan jadi malu jawabnya, iiih dasar Om Wigu," wajahnya semakin merah karena malu.

"Hm, dim berarti boleh ya?" tanya Wiguna, tangannya sudah nakal menyusup ke dalam dres tidur Sekar.

"Om, emmh." Sekar tak bisa berkata-kata lagi. Karena, Wiguna sudah membungkam mulutnya dengan bibir.

Memagut lembut penuh hasrat, dan Sekar membalas semua yang Wiguna lakukan.

Hingga, mereka larut dalam gairah malam ini. Guling sana, guling sini. Saling memeluk dan memagut.

"Ah, aku sudah gak tahan Sekar. Hm, aku akan masuk ya," ujar Wiguna dengan napas menderu hebat.

Sekar hanya mengangguk pelan, dan memejamkan mata saat Wiguna benar-benar berusaha melakukan penyatuan.

Sekar meremas seprei, merasakan perih saat bagian inti tubuh mereka bersatu.

"Tahan sedikit ya, nanti setelah terbiasa kamu gak akan merasakan sakit lagi," ujar Wiguna dengan lembut.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang