44- Pindah Rumah

32 2 0
                                    

Tuan Dimas, tangan anda." Aku melepaskan tangannya yang sedang nyangkut di tanganku.

Tuan Dimas segera melepaskan tanganku,"Ish kamu ini kenapa? Takut Kak Pras marah ya?" cibirnya sambil mencebikkan bibir.

"Sudah ah, saya punya tugas penting nih. Soalnya nanti sore, saya mau pindah dari sini." ujarku.

"Pindah, ya aku gimana dong!" Aku mencebikkan bibir.

"Ya enggak gimana-gimana juga," jawabku bingung.

"Aku kan butuh teman curhat." Dia menatapku dengan tatapan sedih, aku hanya tersenyum menanggapinya.

"Anda bisa mampir ke tempatku nantinya." Tuan Dimas tersenyum lebar.

"Oke deh, nanti aku mau anterin kamu pindahan boleh kan?" tanyanya antusias, aku menjawab dengan anggukan kecil.

Tuan dimas pun pamit, katanya sih dia mau ke kantor periklanan.

Sedangkan aku masuk ke ruang keluarga, dimana Kak Pras dan Clarisa berada.

Kak Pras langsung mepet Clarisa saat aku masuk, apa dia marah karena aku mengobrol cukup lama dengan tuan Dimas? Apa dia sedang berusaha membuatku cemburu?

"Tuan, nona saya diminta Bu Mila untuk menulis daftar tamu undangan." ujarku dengan nafas tercekat, ah kenapa rasanya sedih ya.

Padahal aku sudah berusaha menenangkan dan menata hati ini, sejak tahu tentang perjodohan mereka.

"Oke, duduklah." Clarisa tersenyum hangat padaku, tangannya memeluk lengan Kak Pras dengan mesra.

Kak Pras menatapku dengan kilatan kemarahan, membuat hatiku ciut dan ketar ketir.

"Sayang siapa saja yang mau kamu undang diantara teman-temanmu itu?" Clarisa berkata dengan sangat lembut.

Semoga mereka bahagia, doa tulusku meski ternyata rasanya sakit ya melihat mantan mesra-mesra di depan mata.

Kak pras mulai menyebutkan nama-nama teman-temannya, begitupun Clarisa. Aku mencatatnya dengan tangan bergetar, hatiku rasanya tidak nyaman dan tubuhku seakan seringan bulu melihat mereka berdua yang saling bergenggaman tangan dan berkata dengan lembut.

Meski aku tahu sebenarnya Kak Pras tidak mencintai Clarisa, dia bahkan terlihat sekali sedang membohongi dirinya sendiri saat ini. Bibirnya berkata lembut, tapi dari sorot matanya terlihat dingin.

Hampir satu jam aku menulis," Akhirnya selesai juga." Aku menghela nafas, merasa bersyukur karena pekerjaanku sudah beres.

"Kalau begitu saya permisi dulu, untuk menyerahkan catatan ini kepada Bu Mila," ujarku.

Aku segera pergi mencari Bu Mila, ternyata dia sedang ada di paviliun. Bu Mila tampak sedang mengobrol dengan ibunya Clarisa.

Aku menghampirinya dan menyerahkan catatan itu, setelahnya aku pamit.

Aku celingukan mencari Aura, dimana dia ya?

"Mencari siapa?" Aku terkejut karena tiba-tiba saja Kak Pras ada di sampingku.

"Kak!"  Aku sungguh terkejut, apalagi saat dia tiba-tiba saja memelukku erat.

"Apa kamu tidak sakit hati melihatku bersamanya?" Aku bisa merasakan bahunya bergetar, apa dia menangis.

Aku mengurai pelukannya, matanya memerah. Sepertinya, dia memang benar-benar menangis.

"Cukup kubilang, jika kita memang ada jodoh maka tuhan akan menyatukan kita. Aku bisa melihat cinta tulus dari Nona Clarisa untukmu, berusahalah menerima ini semua." Kudorong tubuhnya, lalu aku beranjak pergi.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang