35-Om Wiguna

46 2 0
                                    

Aku terkejut mendengar perkataan Kak Pras, ada rasa bahagia di dalam salah satu sudut dalam hatiku.

Tapi sudut hatiku yang lain memberontak. Aku juga seorang wanita, aku bisa merasakan bagaimana perasaan Clarisa jika saja Kak Pras meninggalkannya demi aku.

"Benarkah?" Aku menatapnya dalam, sebenarnya hanya ingin mengetahui sejauh mana dia akan menunjukan perasaannya kepadaku.

Kak  Pras memelukku tiba-tiba, pelukkan erat penuh cinta dan kasih sayang. Aku bisa merasakan hal itu.

"Aku akan berusaha mencari cara umtuk meninggalkannya." Aku tertawa getir mendengarnya.

Wajar saja, dia berani berkata seperti itu kepadaku. Dia belum mengenalku banyak.

Karena, kami memang belum terlalu lama saling kenal.  Dia tidak tau kalau aku paling benci penkhianatan, aku paling benci laki-laki yang rela meninggalkan kekasihnya atau istrinya demi wanita lain.

Dan sekarang Kak Pras sedang menunjukan kepadaku, dia akan meninggalkan tunangannya demi aku. Apa aku akan merusak prinsip yang selama ini aku pegang? Tentu saja jawabannya tidak!

"Lalu, kenapa kakak diam saja disaat pertunangan akan di umumkan? Seharusnya, saat itulah kakak mengatakan semuanya. Bukan sekarang, yang hanya akan memperumit keadaan." Ucapku dengan mata mengembun.

Aku berbicara, dengan Kak Pras yang masih berada dipelukanku.

Ku urai pelukannya. Dia merenggangkan tubuhnya, menatapku dalam penuh cinta. Tangannya menggenggam tanganku erat, Kemudian mengatakan sesuatu.

"Maaf, tapi aku tidak bisa mempertaruhkan harga diri keluargaku dan juga keluarga teman ayahku saat itu. Aku harus menjaga kehormatan mereka, jika aku menolaknya saat itu. Orang tuaku akan sangat malu dan mereka akan menjadi gunjingan banyak orang." Jawabannya memang menyakitkan. Tapi masih bisa aku mengerti dan aku terima, mungkin aku akan melakukan hal yang sama jika hal itu menimpaku.

"Aku bangga dengan pemikiranmu itu, maka lanjutkanlah, Tidak usah lagi memikirkan perasaanku. Aku akan segera move on." Ucapku, berusaha santai, dan tidak memperlihatkan sakit yang mendera hati ini.

Padahal, aslinya hati ini bagai di iris belati. Perih dan sakit rasanya, mana mungkin aku bisa move on secepat itu.

"Apa move on! Apa semudah itu kamu akan move on dariku!" Rahangnya mengeras, sepertinya dia marah.

Dia menarikku cukup kuat, hingga tubuh kami bertubrukkan. Dia merapatkan tubuhku dengan tubuhnya, hingga aku bisa merasakan degup jantung dan terpaan hangat nafasnya. Dia memelukku erat, sangat erat.

"Aku mencintaimu Sekar, jangan pernah megatakan kata move on dariku. Kamu tidak boleh move on dariku, karena aku yang akan menjadi suamimu suatu hari nanti." Aku sampai bergidik ngeri mendengar perkataanya.

Ini seperti bukan agi cinta, tetapi sebuah obsesi. Dan aku tidak mau menjadi obsesi cintanya Kak Pras!

Aku berusaha melepaskan diri dari pelukannya yang semakin kuat. "Kak jangan begini, kita belum halal." Ucapku pelan. Tidak tau kenapa, tapi rasa dalam hati ini campur aduk. Antara bahagia dan juga takut saat mendengar perkataannya barusan.

"Biarkan seperti ini sebentar lagi, aku butuh ketenangan. Dan hanya kamu yang bisa membuatku tenang." Ujarnya, kini suaranya lebih lembut.

Untuk sejenak, kami berada dalam posisi ini. Hingga dia, mulai mengendus leherku. Dan aku sadar ini salah, aku takut dia melakukan hal yang lebih lagi.

"Kak, hentikan!" Kudorong tubuhnya kuat-kuat agar menjauh.

Tapi, dia sungguh tidak  bergeming.

Beruntung, terdengar suara seseorang memanggil Kak Pras dari depan pintu ruang gym ini. Membuat Kak Pras menghentikan kelakuannya. Tapi, dia masih memelukku.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang