Stop! Kalian ini terus berdebat! Aku yang akan memutuskan!" Kesalku.
Mereka menatapku dengan tajam. Apa-apaan coba.
Aku menatap kakakku lekat. "Kak biarkan aku mandiri, menjadi pelayan tidak ada salahnya. Aku ingin punya penghasilan sendiri dan belajar hidup mandiri." Ucapku meyakinkan kakakku.
"Sekar, aku ini punya uang. Jabatanku direktur, masa adikku jadi pelayan. Apa kamu ingin orang lain beranggapan kakakmu ini mengabaikanmu?" Kak Amar sepertinya marah.
"Tidak begitu kak, aku sama sekali tidak ada niat seperti itu." Cicitku, memang ada benarnya perkataan kakakku ini. Aku jadi merasa bersalah padanya.
"Sekar akan jadi asisten ku di kantor." Ucap tuan Pras.
Aku hanya menatapnya bingung, aku bahkan tidak tahu apa tugas asisten pribadi di kantor.
"Hahaha, gila kamu Pras! Dia bisa apa?" Renyah sekali tawanya, tahu tidak kamu sedang meledekku kak! Raungku dalam hati.
"Aku akan mengajarinya, lagian dia hanya kerja paruh waktu. Karena dia akan ikut paket c juga kan." Jawab tuan Pras santai.
"Aku tidak ingin dia merepotkan keluargamu." Ucap kak Amar.
"Tidak, sebenarnya mama sangat senang ada sekar. Dia merasa punya anak perempuan katanya." Ah tuan Pras pasti mengada-ngada, mana seperti itu.
Setelah kami berdiskusi lagi, akhirnya kakakku setuju.
Kami pun akhirnya pergi dari rumah kakakku sekitar ba'da ashar.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, sesekali aku melirik pria di sampingku ini. Tuan Pras begitu ganteng maximal membuat jantungku berdegup kencang.
Aku tak tahan ingin meliriknya lagi.
"Ada apa? Kenapa dari tadi ngeliatin aku terus?" Ucapnya dingin seperti biasa.
"En –enggak kok." Duh malunya, dengan cepat aku menoleh ke arah luar jendela mobil. Menatap pepohonan yang berjajar di sepanjang jalan sebagai reboisasi kota.
"Aku tidak tahu ternyata kamu sedekat itu dengan Dimas." Ujarnya, jutek.
"Hem, dia itu menyenangkan dan mudah akrab. Ya jadilah kami berteman." Jawabku jujur.
"Begitu ya, huh." Kenapa dia mendengus dan terlihat kesal.
"Aku juga tidak tahu kalau kamu ternyata pergi ke kota karena patah hati." Ucapnya.
Aku menoleh ke arahnya, bersamaan dengan dia menoleh ke arahku juga.
Deg
Ah jantung ini kenapa langsung deg degan seolah akan melompat keluar ya, sungguh aku jadi salah tingkah. Pipiku mulai memanas semoga saja tidak merona karena nya.
Dengan cepat, kupalingkan wajahku ke arah jendela mobil kembali. Berusaha menahan rasa malu dan menyembunyikan debaran ini.
"Apa dia tampan?" Tanyanya.
"Hah? Siapa?" Otakku tiba-tiba saja jadi lemot.
"Ck ck, yang buat kamu patah hati." Tuan Pras melirikku, sekilas. Aku tahu itu, karena aku kebetulan sedang menoleh kepadanya.
"Oh kak Andi. Hemm dia ganteng, macho dan taat beragama." Aku tersenyum saat mengingatnya, lalu aku sedih saat ingat dia menikah dengan wanita lainnya.
"Gantengan mana denganku?" Tanyanya, apa coba maksudnya nanya kayak gitu.
"Apa? Kenapa anda tanya seperti itu?" Heran saja rasanya.
"Tinggal jawab apa susahnya sih!" Desisnya, dasar judes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Terhalang Takdir
RomanceMenjadi Janda di usia muda bukanlah keinginannya, tapi nyatanya itu terjadi pada Sekar. Hingga sosok Andi membuatnya jatuh hati, namun kembali ia patah hati. Merantau ke kota untuk move on dari Andi. Namun kisah cinta yang rumit kian menanti. Pras s...