14 ~ Amara

63 3 0
                                    

Selamat membaca


Hah!" Dia tampak terkejut, sepertinya dia tidak bermaksud membuatku duduk di pangkuannya. Mungkin, dia hanya ingin membuatku kembali duduk di sofa.

"Apaan sih tuan!" Ketusku, aku langsung berdiri.

Kulihat raut wajahnya terlihat sedikit aneh, wajahnya memerah. Dan sepertinya dia sedang mengatur nafasnya. Entah kenapa.

"Anda kenapa tuan?" Tanyaku heran, kuperhatikan wajahnya yang memerah itu lekat-lekat.

"Kamu itu berat sekali!* Jawabnya, sambil berdiri dan memasuki kamar mandi.

Aku hanya memperhatikannya dengan heran. Mumpung dia sedang di kamar mandi, aku akan segera pergi keluar dari kamarnya saja.

Berlama-lama berduaan dengannya, hanya membuat jantungan saja.

"Sekarang kamu pergi sana! Untuk pertanyaan yang ingin ditanyakan tadi, akan saya tanyakan nanti lagi!" Terdengar suaranya setengah berteriak dari dalam kamar mandi.

Aku hanya mencebikkan bibirku, tidak perlu diusir juga kali. Toh aku berniat untuk pergi.

Waktu makan malam sudah tiba.

Ting tong ting tong

Terdengar suara bel rumah berbunyi.

Aku membukakan pintu rumah, karena kebetulan sedang berkeliaran di dekat sana.

Tampak seorang wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat cantik bersama seorang wanita muda, diperkirakan usianya seumuran tuan Pras, atau mungkin sedikit lebih muda darinya.

Mereka berdiri dengan senyuman manis yang tersemat.

"Apakah anda Bu Nita?" Tanyaku sopan.

"Iya." Jawabnya.

"Silahkan, Bu Mila sudah menunggu anda. Mari saya antar." Ucapku sopan.

Aku pun mengantarkan mereka menuju ke taman belakang.

Makan malam akan diadakan di sana. Di sebuah gazebo berukuran luas, dengan cahaya lampu hias dan bunga-bunga. Membuatnya semakin indah.

Beberapa pelayan sudah berdiri untuk memberikan mereka pelayanan selama makan malam.

Sesampainya di belakang, mereka cipika-cipiki dan berpelukan dengan senangnya.

Sedangkan aku berdiri bersama yang lainnya.

"Inii siapa, cantik banget." Ujar Bu Mila saat memeluk wanita muda yang datang bersama Bu Nita itu.

"Iya, kenal kan ini Amira putri semata wayangku" Kata Bu Nita dengan bangganya. Aku terus saja memperhatikan mereka semua dan menajamkan pendengaranku. Kepo.

"Ayo sayang perkenalkan dirimu!" Bu Nita menoleh pada anaknya itu.

"Perkenalkan saya Amira Tante." Suaranya terdengar lembut dan merdu seimbang dengan wajah cantik berkelasnya, tidak seperti suaraku yang cempreng ini.

"Saya senang bertemu dengan mu." Dari raut wajahnya, sepertinya Bu Mila menyimpan suatu harapan. Mungkin ingin menjadikan Amira menantunya.

Ah memikirkan tentang hal itu, kenapa hatiku jadi melow ya.

Bu Mila mempersilahkan, Amara dan Bu Nita ke meja makan.

Mereka berbincang sebentar, kemudian Bu Mila memintaku memanggil tuan Pras dan tuan Dimas. Kebetulan tuan Dimas juga kebetulan memang sudah berada di rumah. Tadi aku melihat mobilnya saat dia pulang.

Entah kenapa hati ini begitu malas untuk melangkah memanggil tuan Pras. Apa aku sedang cemburu? Ah ada-ada saja! Itu sungguh tidak mungkin.

Tok tok tok

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang