Hey siapa di luar? Tadi mengetuk pintu sekarang diam saja! Padahal sudah disuruh masuk!" Semprotnya, percayalah suaranya terdengar ketus, dingin datar dan menyeramkan.
Membuatku semakin gugup saja dan gemetaran.
Aku masih diam dan tidak masuk ke dalam. Rasanya terlalu gugup dan kaki ini begitu enggan melangkah. Entah berapa lama aku berdiri di depan pintunya, tapi semakin lama aku semakin merasa takut menemuinya.
Ceklek
Terdengar suara pintu dibuka dari dalam.
Aku langsung mendongakkan wajahku menatapnya sebentar, kemudian aku menundukkan wajahku lagi.
"Sekar!" Serunya, nada suaranya terdengar heran.
Dia sudah tahu namaku, mungkin dari Bu Mila.
"Masuk, kenapa malah berdiri di depan pintu bukannya masuk! Mengganggu saja." Suaranya terdengar ketus.
Dia memang tuan dingin yang bermulut cabe selain muka tembok!
"Hemm, maaf." Niatnya ingin marah, tapi ternyata malah satu kata yang keluar 'maaf'.
"Kenapa kamu yang antar makanan, merusak selera makan ku saja" Cibirnya, lalu dia duduk kembali di kursi kebesarannya.Dasar es batu, tega sekali dia bilang begitu! Jauh - jauh aku nganter makanan, malah dihina. Kalau bukan Bu Mila yang nyuruh mana mau aku kesini.
Aku menghela nafas dalam sambil menata makanan diatas meja yang ada di ruangan itu, setelahnya aku duduk di sofa.
"Enak saja main duduk, emang aku nyuruh!" Cibirnya pelan, tapi aku nggak budeg kali. Aku bisa mendengarnya.
Dengan cepat aku berdiri dan pindah ke samping sofa.
Dia melirik sinis ke arahku. "Dasar ambekkan!" Ya ampun dia benar-benar menyebalkan! Gerutuku dalam hati.
Ku elus dadaku pelan sambil menghela nafas untuk menetralkan detak jantungku yang tidak beraturan karena emosi.
Kulihat dia menutup laptopnya, kemudian berjalan ke arahku. Eh bukan, maksudnya ke arah sofa. Tapi dia menatapku dengan senyuman tipis yang terlihat seperti tokoh jahat dalam film, iiih serem.
Dia duduk di sofa, mulai melahap makanannya. Dia terlihat begitu lahap dan menikmati masakan buatan wa Diah.
Katanya hilang nafsu makan, tapi itu makan rakus banget! Jangan-jangan sendoknya mau di makan juga! Hehehehehe, aku jadi tertawa dalam hati kan.
Tapi melihat dia yang makan seperti itu, aku jadi merasa lapar.
Kutatap makanan yang begitu banyaknya,baju yakin sepertinya tidak akan habis.
Ah dasar Pelit, masa aku nggak ditawarin. Kalau di kampungku, saat kita mau makan terus ada orang pasti ditawarin loh. Jangankan berdiri ngeliatin makan, ada orang lewat aja diajakin makan!
Eeh apa-apaan aku ini, aku cuma pembantu sok Sokan mau ditawari makan! Mikir Sekar, mikir! Aku memaki diriku sendiri dalam hati.
"Kamu mau?" Tanyanya, aku terpana mendengar dia menawariku makanan.
Apa dia bisa mendengar suara hatiku? Ah kalau iya sungguh memalukan, lain kali aku harus bisa menahan diri agar tidak ngedumel dalam hati.
"Nggak tuan, terimakasih." Jawabku dengan senyuman secerah mentari.
Mana mungkin aku mau, dia menawariku dengan nada ketus dan datar begitu . Yang ada malah serem iiiih. Aku jadi bergidik seram sambil menahan tawa mengingat perkataanku sendiri.
"Kamu menertawakanku?" Ketusnya.
Aku gelagapan. "Tidak tuan, mana berani." Jawabku dengan senyuman malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Terhalang Takdir
RomanceMenjadi Janda di usia muda bukanlah keinginannya, tapi nyatanya itu terjadi pada Sekar. Hingga sosok Andi membuatnya jatuh hati, namun kembali ia patah hati. Merantau ke kota untuk move on dari Andi. Namun kisah cinta yang rumit kian menanti. Pras s...