18 ~ MENJELASKAN

43 3 0
                                    

Aku kembali ke dapur dengan senyuman bahagia. Aku membuatkan teh manis hangat dan memasukkan beberapa potong cake yang ada di dalam kulkas kedalam piring.

Setelah kutata dalam nampan, dengan cepat aku membawanya ke kolam renang.

Tuan Pras terlihat sedang duduk di kursi malas sepertinya dia kedinginan. Dia tampak sedang mengelap tubuh dan punggungnya dengan handuk kecil.

Lalu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi malas.

"Tuan minumlah teh hangatnya." Kusodorkan teh manis hangat yang tadi kubuat.

Awalnya, dia tampak terkejut. Namun sesaat kemudian raut wajahnya berubah datar. Dia menerima segelas teh manis yang aku sodorkan, tanpa berkata-kata.

Bahkan tanpa melihat ke arahku, ah kenapa hati ini rasanya sakit ya.

Begini rupanya perasaan saat diabaikan orang yang kita sukai.

Glekkk

Dia menyeruput teh manis yang aku pikir pasti masih panas.

Dia langsung menyemburkan air teh manis dari mulutnya.

"Apa kamu sengaja ingin membakar lidahku!" Semburnya, matanya melotot ada raut kesal dari raut wajahnya.

"Apa maksud anda?" Tentu saja aku merasa heran.

"Kamu bilang teh hangat, tapi ini apa? Ini teh panas!"  Dari nada bicaranya masih terdengar jelas, kalau dia sedang kesal.

Kuhela nafas untuk meredam rasa kesal di pagi hari seperti ini. "Tuan iya saya bilang teh hangat, tapi bukan berarti langsung ada teguk juga kan? Kenapa anda tidak mencicipi dulu sedikit? Bukannya langsung minum dengan rakus seperti air dingin." Ucapku lembut.

Dia hanya berdecak, sambil menyimpan kembali gelas berisi teh manis itu di atas meja yang ada di depan kursi malasnya.

Untuk sesaat suasana terasa hening.

"Berapa bulan?" Tanyanya memecah keheningan.

"Hah!" Aku yang belum ngeh dengan pertanyaan tuan Pras hanya berusaha mencerna perkatannya itu.

"Apa maksud anda?" Dengan bingung aku bertanya.

Dia menatapku dengan seringai di bibirnya yang terkesan sedang mengejekku.

"Bukankah kamu sedang hamil anak Dimas?"

Aku langsung tertawa, bukankah dia pintar?

"Tuan saya bekerja disini baru mau dua Minggu, masa sudah hamil berbulan-bulan? Satu lagi, yang hamil itu bukan saya. Tapi nona Clara pacarnya adik anda. Permisi."

Aku segera pergi dari hadapannya. Tapi sebelum aku pergi, aku sempat melihat dia tersenyum dengan raut wajahnya yang tampak bahagia.

Mungkin aku salah lihat, untuk apa dia sesenang itu.

Karena tidak bisa tidur lagi, kuputuskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Art yang lainnya ada yang sudah mulai beraktivitas sesuai bagian mereka masing-masing.

Sekitar jam enam pagi, aku diminta wa Diah mengantarkan sarapan ke ruang kerja tuan Pras.

"Kenapa aku wa?" Tanyaku.

"Tuan Pras yang meminta." Sambil menyodorkan nampan berisi sepiring nasi goreng, segelas air putih hangat dan sepiring kecil buah apel yang sudah dipotong-potong.

Antara rasa senang dan juga malas, aku melangkahkan kakiku menuju ruang kerjanya.

Tok tok tok

"Masuk!" Suara sexi tuan Pras menyahut.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang