Aku sungguh ketakutan saat ini. Apalagi saat Om Wigu menyondongkan tubuhnya kedekatku.
Lututku rasanya sampai lemas, ah dasar aku yang lemah dan suka cemas berlebihan.
"Om mau apa?" Aku bertanya dengan nada ketus.
Apa-apaan dia, kenapa dia malah tertawa sih! Tidak tau apa kalau saat ini aku sedang sangat ketakutan!
Aku menatapnya tajam, penuh dengan rasa kesal. Kesal karena seolah dia sedang mempermainkanku, apa coba maksudnya? Kenapa dia mengajakku ke hotel segala.
Tidak aku duga, dia meraih Aura dari gendonganku. Lalu menurunkannya dengan perlahan.
"Kamu akan capek jika terus menggendongnya, dia sudah cukup besar. Dan sudah terbiasa mandiri." Om Wigu berkata dengan nada lembut, nah ini yang aku suka darinya.
Suka! Ah tidak jadi, dia kan salah satu contoh om-om hidung belang! Laki-laki baik mana yang mengajak seorang gadis ke hotel, padahal dia sudah punya anak dan istri!
Aku menatapnya judes."Aku cukup kuat menggendong Aura!" Ucapku, lalu kembali menggendongnya.
Aura hanya tertawa, mungkin suka saja di gendong. Ah dasar anak kecil, aku mencubit pipinya gemes.
"Baiklah, terserah padamu saja. Tapi, jangan salahkan aku kalau nanti ada yang mengira dia anakmu." Om Wigu mengedipkan satu matanya padaku, apa-apaan coba.
Aku hanya mendelikkan mata judes, mendengar perkataannya itu.
Biarlah dianggap mamanya Aura oleh orang selewat, daripada aku di jamah Om Wigu!
Om Wigu membawaku masuk ke dalam hotel, dia memintaku duduk menunggu di lobi bersama Aura.
Sementara dia berbicara dengan resepsionis.
Hatiku deg-degan tidak karuan, apa jangan-jangan dia sedang meemesan kamar hotel untuk bersenang-senang? Ah gawat ini, aku harus segera kabur sepertinya!
Tapi bagaimana ini, aku tidak punya ongkos. Dan aku tidak tahu jalan menuju ke rumah Bu Mila.
Seketika kecemasan kembali memenuhi rongga dadaku. Keringat sudah membasahi telapak tanganku, bahkan mulai mengalir juga dari dahiku.
Hingga, keringat itu menetes ke baju yang aku pakai.
Jangan pingsan Sekar, Om Wigu akan semakin mudah memanfaatkanmu! Aku menguatkan diri agar lebih kuat. Meski nyatanya sangat sulit ternyata.
Bahkan suara celotehan lucu Aura, tidak telalu terdengar di telingaku ini. Lama-lama pandanganku mulai kabur, suara Aura terdengar memanggil-manggil namaku samar. Lalu sesaat kemudian semuanya menghilang. Dan aku tidak igat apapun lagi.
Hingga suara Om Wigu yang diiringi tepukan tangannya di pipiku meyadarkanku dari kecemasan yang menggila ini. aku mengerjapkan mataku beberapa kali.
"Sekar, kamu kenapa?" Dari suaranya, sepertinya Om Wigu merasa khawatir padaku. Benarkah itu?
Aku hanya menatapnya bingung, otakku rasanya mendadak bleng. Kepalaku masih pening.
"Sekar!" Om Wigu masih menepuk-nepuk pipiku lembut.
Lalu seseorang memberikan minuman kepada Om Wigu, satu cup teh manis hangat sepertinya.
Aku mendudukan bokongku, entah kenapa tapi aku tadi berbaring.
"Minumlah," ujarnya lembut, dia bahkan menyeka keringat di wajahku dengan sapu tangan yang dia keluarkan dari dalam saku celananya.
Aku coba menepisnya, tapi kok aku malah menggenggam tangannya sih. Ada apa denganku? Sepertinya cemas berlebihan membuat otakku tidak waras, eh ralat kurang waras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Terhalang Takdir
RomanceMenjadi Janda di usia muda bukanlah keinginannya, tapi nyatanya itu terjadi pada Sekar. Hingga sosok Andi membuatnya jatuh hati, namun kembali ia patah hati. Merantau ke kota untuk move on dari Andi. Namun kisah cinta yang rumit kian menanti. Pras s...