41- Ungkapan Hati Clarisa

35 2 0
                                    


Aku sungguh terkejut, melihat wajah seseorang sedang menatapku lekat. Dia memayungiku, mungkin agar tidak kehujanan. Tapi itu sungguh tidak ada manfaatnya, karena nyatanya aku sudah basah kuyup sejak tadi.

Mulutku terbuka hendak mengeluarkan kata-kata. Tapi, dia duluan membungkamku dengan kata-katanya.

“Apa yang kamu lakukan Sekar? Ingin menyembunyikan tangisanmu itu di bawah air hujan?” terdengar jelas nada mengejek dari cara dia berbicara, membuatku kesal saja.

Aku segera menurunkan pandanganku, memalingkan wajah. Tidak mau, melihat wajahnya yang seolah sedang menertawakanku itu. Padahal dia lah penyebab aku sakit hati!

Kak Pras melemparkan payungnya, lalu duduk di sampingku.

“Kenapa anda jadi ikut hujan-hujanan?” tanyaku tanpa melihat ke arahnya, dengan nada bicara yang sedikit ketus.

“Kenapa nada bicaramu jadi ketus begitu?Dan apa itu, panggilanmu kembali formal? Aku tidak suka!” ujarnya dengan penuh penekanan, aku hanya menghela nafas mendengar perkataannya itu.

“Sekar, aku mencintaimu,” suaranya parau, dia merengkuh bahuku, dengan cepat kutepis kuat-kuat.

“Sadarlah, sebentar lagi kamu akan menikah Kak, hanya tinggal menunggu hari saja,” ucapku tegas, lalu aku berdiri dan melangkahkan kaki meninggalkannya.

“Sekar!” Panggilnya, aku bisa merasakan kesedihannya. Tapi ini sungguh salah, sangat salah. Hubungan ini harus berakhir, aku dan dia!

Aku segera masuk ke dalam kamarku. Mengganti pakaian yang basah.

Kring kring

Bunyi dering telepon membuyarkan pikiranku yang sedang berkelana dalam beban yang terasa berat bagiku.

Ternyata dari Kak Amar, kakakku.

"Assalamualaikum Kak," saat panggilan itu sudah aku terima.

"Sekar, besok Kakak akan ke kota A ada urusan bisnis. Sekalian kakak ingin mampir ke rumah Pras ada sesuatu yang perlu Kakak bicarakan," ujarnya, aku menutup mata dan menarik nafas panjang.

"Sekar!" Panggilnya kembali.

"Iya, Kak?" Jawabku dengan hati sedih.

“Kenapa diam?” tanyanya.

“Nggak apa-apa Kak,” sebisa mungkin aku menahan emosi, agar tidak terdengar sedang sedih.

“Ya sudah, sampai ketemu besok.” ujarnya, lalu menutup panggilan.

Sepertinya, besok Kak Amar akan tahu semuanya. Semoga dia baik-baik saja dan tidak sampai bertengkar dengan Kak Pras, karena merasa sudah mempermainkan adiknya.

Baru saja aku menaruh hp sembarang di atas kasur, sudah terdengar suara pintu kamarku diketuk dari luar.

Tok tok tok

“Sebentar!” pekikku.

Dengan cepat, aku melangkahkan kaki menuju pintu dan segera membuka pintu kamarku.

Ceklek

Aku sungguh terkejut saat melihat siapa yang ada di depan pintu. “Nona Clarisa!” Aku bingung mau apa dia menemuiku, apa karena Kak Pras sudah mengakui kalau dia tidak menginginkan perjodohan ini? Huuuh!

Semalam keluarganya memang menginap, dan katanya baru akan pulang sore ini.

“Aku ingin bicara hal penting denganmu, boleh aku masuk?” tanyanya.

“Tentu, silahkan masuk,” ujarku ramah berusaha menunjukan kalau diantara kami tidak ada masalah, karena memang seperti itulah seharusnya.

Kami duduk berdua bersisian di sisi tempat tidur.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang