NAMA MU, SELALU DISINI-58

77 19 3
                                    

Liana dengan cepat menutupi mulut anaknya dengan tangan kanan, kemudian tangan kirinya menghidupkan shower dengan suhu lumayan rendah.

Naya refleks menutup matanya, dingin, ia kedinginan sekarang.

Sedangkan Topan, pria itu dengan cepat mengejar Rafael yang semula berdiri panik diambang pintu.
***
"Gue ga yakin Naya aman" ucap Aaron tiba tiba. Sekarang, Aaron, Rafael, Lian, dan Andhika tengah bersantai disalah satu ruangan out door di cafe.

"Ga aman apanya sih maksud lo? Gausah bikin overthink!" Sertak Lian tidak suka.

"Maksud gue tuh gini loh, kan Rafael pernah cerita ya sama gue soal hubungan lo sama Naya yang ga disetujuin nyokap Naya" Rafael hanya berdehem kecil sebagai tanda mengiyakan.

"Nah yang gue takut itu bokap nyokapnya Naya masih ngungkit ngungkit hubungan lo berdua, gue kenal banget sama ortu Naya yang nekatnya minta ampun" Aaron kembali menghisap vape nya.

"Jadi?" Beo Lian tak mengerti.

"Tolol! Gue takut Naya diapa apain sama nyokapnya bege!!" Aaron melempar kunci motornya kewajah menyebalkan milik Lian, namun hal itu hanya dibalas dengan tingkah cengengesan Lian.

"Pemikiran kita sama," Rafael akhirnya berucap setelah sejak tadi mulutnya terkunci.

"Samperin langsung aja kerumahnya" saran dari Andhika rupanya merupakan hal yang sejak tadi Rafael fikirkan, maka dari itu, segerombolan manusia itu menancapkan gas menuju rumah Naya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 10 menit, akhirnya mereka sampai ditempat kediaman Naya.

Rafael melihat, terparkir 1 buah mobil dan 1 buah kendaraan benelli yang terparkir dihalaman rumah itu. Dapat mereka simpulkan bahwa Topan berada dirumah, kemungkinan besar Liana juga berada didalam sana.

Tok tok tok

Tak perlu menunggu lama, pintu itu terbuka dan menampakan Dimas diambang pintu.

"Waduh buset rame rame kesini, ngapain?" Tanya Dimas.

"Naya aman aja?" Pertanyaan dari Rafael sontak membuat Dimas terdiam, rupanya Rafael menggunakan feeling Yang benar tentang keadaan Naya.
***
"AGHHH, LEPASIN GUE!!!" Naya berhasil memberontak dan melepaskan diri dari cekalan Liana, bajunya basah kuyup, pandangannya juga sedikit buram akibat kepalanya yang terus saja sempoyongan.

Naya berlari ke arah ruang tamu, disana Naya dapat melihat Topan sedang menodongkan pistol ke arah Rafael, Lian, Andhika, dan juga Aaron.

Langkah Naya berhenti disamping Rafael yang sedang menatap datar Topan dihadapannya, tak ada raut takut diwajahnya, namun jelas perasaan kalut itu masih menyelimuti dirinya.

"Yah, turunin pistolnya, Yah, Naya mohon" Naya menatap penuh harapan kepada Topan, air matanya sudah menetes sejak tadi.

"Kamu putuskan Rafael, Ayah banyak punya kenalan, dan kenalan Ayah jauh lebih baik dari pada brandalan ini"

Naya kembali menangis, kata kata itu membuat hatinya terluka, benar benar terluka.

Topan sudah memberi luka baru dari sekian banyak luka yang sudah ia buat didalam hati dan mental Naya, Topan benar benar kehilangan akal.

"YAH, PLIS STOP! JANGAN GILA!" teriak Naya frustasi menghadapi pria sialan dihadapannya ini.

"NAYA DIAM!"

"Lo bisa bunuh gue kalo lo mau, tapi dengan satu syarat, berhenti bikin peri kecil gue nangis" ucap Rafael datar.

Naya menghadap kearah Rafael, cowok itu tersenyum menatap Naya, peri kecil yang selama ini ia sayangi.

"Raf..." Naya berkata lirih dengan air mata yang terus saja mengalir, Anaya Alfauziah sudah menetapkan Rafael Pratama sebagai orang yang memenangkan hatinya.

"Saya hanya ingin kamu memutuskan Naya, saya malu jika Naya lebih memilih kamu dibanding kehormatan keluarganya"

Naya mengerutkan keningnya tak percaya, kehormatan? Naya tertawa didalam hati mendengar itu.

"CEPAT!"

"GAAKAN! GUE GAAKAN LAKUIN ITU" bentak Rafael satu detik setelah Topan meneriakinya, emosinya meningkat dan sudah meluap.

"Alasan lo nyuruh Rafael putus sama Naya itu bener bener ga masuk akal" sekarang bukan Rafael yang berucap, melainkan Aaron yang sejak tadi sudah gemas dengan tingkah pria dihadapannya ini

"Kamu jangan ikut campur" tegas Topan tidak suka dengan tindakan Aaron barusan.

Aaron berdecak kesal, ia merasa diremehkan sekarang.

"Katakan putus kepada Naya, atau pelatuk ini akan segera saya tarik" Rafael tetap berdiri tegap dihadapan Topan, tatapannya menyuruh Naya menjauh, ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

DOR

semua yang ada disana menegang kala ia melihat Topan benar benar menarik pelatuknya, dan peluru ganas itu mengenai bagian dada Rafael, tragis.

Lian tak sanggup menahan emosinya lagi, ia maju dan langsung menyingkirkan pistol dari tangan Topan, kemudian dengan cepat memberikan pukulan demi pukulan kepada Topan.

Naya terduduk lemas disamping Rafael, darah sudah banyak yang mengalir, namun wajah cowok itu masih tersenyum menatap Naya.

Naya menangis sejadi jadinya sambil memegangi tangan Rafael kekasihnya, Rafael hanya diam tanpa mengeluarkan suara apapun.

Rafael dengan setengah tenaga yang ia miliki mengusap ngusap tangan bersih Naya dengan tangannya, sekali lagi, melihat Naya menangis membuat perasaannya jauh lebih sakit.

Andhika dengan sigap menelfon Ambulance, tak lupa juga ia menelfon polisi untuk segera datang ke tkp.

"TAHAN EMOSI LO!" Aaron menarik hoodie yang digunakan Lian, Lian seperti orang kesetanan yang sedang memangsa makanannya.

"Bajingan lo, brengsek" umpat Lian disela sela tatapan bencinya kepada Topan yang sudah terbaring dengan beberapa lebam disekujur tubuhnya akibat amukan dari Lian.
***
Naya tak henti hentinya mengeluarkan air mata, sekarang Naya, Aaron, Ael, Andhika, dan Liana berada dirumah sakit, sedangkan Topan dibawa oleh tim kepolisian

"Plis pliss..... Bertahan buat aku..." Ucap Naya gemetar.

Aaron, cowok dengan penuh canda tawa disetiap harinya, kini tak dapat lagi menampung cairan bening yang sejak tadi berantrian untuk keluar.

Aaron menaruh kepala Naya di dadanya, sedangkan dagunya dia taruh diatas kepala Naya.

"Maaf Raf.." bisiknya pelan, sangat pelan.

"Naya jangan nangis bisa ga sih? Hati gue letoy banget kalo liat lo begini" ucap Aaron berusaha menghibur Naya, namun nihil, Naya masih saja menangis tanpa henti.

1 jam berlalu, dokter keluar dari ruangan dengan raut wajah datar. "Keluarga pasien?" Aaron bangun dari duduknya.

"Saya sepupunya" bohong Aaron.

"Pasien terlalu banyak kehilangan darah, kami sudah melakukan yang terbaik, namun Tuhan berkehendak lain"
***
NANGIS BGT ANJRR😭😭😭😭

NAYA & RAFAEL  (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang