Deva masuk sekolah kembali setelah pulih dari sakit. Dia diantar Fahri tidak seperti biasanya. Semua siswa yang akan mengeluarkan kata-kata hinaan terdiam melihat orang yang berada di sebelah Deva. Mereka tidak mau berurusan dengan arsitek terkenal Mahendra Sabil Al Fahri, yang terkenal sangat berpengaruh di dunia bisnis.
"Kalian macam-macam dengan putraku siap saja kuhajar!" ancam Fahri.
Deva hanya diam saja membiarkan Fahri mengancam setiap siswa dan siswi yang berada di koridor sekolah. Fahri mengantar Deva sampai tiba di kelas saat membuka pintu kelas ada plastik hitam terarah ke wajah Deva. Fahri menghentikan itu dan melemparkan kembali plastik itu ke si pelempar.
"Kau tahu ada satu hal yang paling kubenci di dunia ini yaitu mereka yang menyakiti putraku. Kudengar ada laporan kalian membully Deva siap-siap aku akan melakukan hal yang lebih kejam," ucap Fahri datar.
Fahri mengelus surai rambut Deva dan memberikan entah berapa lembar uang berwarna merah ke saku jaket Deva. Deva diam saja tidak mengucapkan apapun kepada Fahri.
"Pulang sekolah ada tawuran?" tanya Fahri.
"Kurasa tidak," ucap Deva.
"Seperti biasa ke kantor papa saja ya," ucap Fahri.
"Iya," ucap Deva.
Fahri sedikit merapihkan rambut Deva dan langsung pergi dari kelas Deva. Deva berjalan menuju ke bangku tempat biasa dia duduk. Deva melewati semua tatapan hinaan, jijik dan merendahkan teman sekelasnya. Deva terjatuh bahkan mencium lantai salah satu kaki dia dicekal oleh orang lain.
"Hahahaha,"
"Tukang ngadu lu!"
"Iya tuh!"
"Gua aja gak yakin dia anak Pak Mahendra arsitek terkenal itu!"
"Anak pungut kali!"
"Benar tuh beda jauh dia sama Pak Mahendra!"
"Kayaknya benar tuh dia anak pungut!"
"Udah pembunuh anak pungut pula!"
"Kasihan!"
"Deva anak pungut!"
Teman sekelas terus meledek Deva. Deva bangun dan memasang headset di kedua telinga menghalau semua suara hinaan dari mereka semua.
"Ck lu gak sopan bodoh!"
"Sadar diri lu!"
"Anak pungut jangan banyak gaya!"
Rambut Deva ditarik oleh salah satu siswa saat mendongak, dia itu salah siswa yang orang tuanya menjadi donatur di sekolah dia. Dia meludah ke wajah Deva, dan ada siswa mendorong tubuh siswa yang meludah ke wajah Deva.
"Perbuatanmu semakin lama keterlaluan!" kesal Atha.
Atha melindungi Deva namun Deva menarik tangan Atha agar menyingkir dari hadapan dia. Deva malas melawan dia baru pulih dari sakit hari ini. Deva menatap Atha sejenak dan hanya menyuruh Atha kembali duduk saja.
"Bang Deva mereka keterlaluan!" protes Atha.
"Tidak apa," ucap Deva.
Deva berdiri meninggalkan kelas untuk mencuci wajahnya yang terkena ludah dari siswa yang membully dia. Di toilet Deva membersihkan wajah menggunakan pencuci wajah. Deva sengaja membawa pencuci wajah ke sekolah, terbiasa mendapatkan perilaku tidak menyenangkan dari sekolah, membuat Deva terbiasa membawa hal-hal yang tidak biasa dibawa siswa pada umumnya.
"Menyebalkan aku baru saja cuci wajah tadi pagi malah kena najis dari ludah ini," keluh Deva.
Selesai membersihkan wajah Deva keluar toilet dengan segera Deva pergi menuju ke kelas. Deva menaruh pencuci wajah di lokernya kembali. Deva melewati koridor kelas yang sudah kosong wajar sudah bel masuk. Di tengah perjalanan Deva mendengar ada suara desahan di salah satu ruangan. Deva bergidik ngeri mendengar itu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deva (END)
Teen FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Zyandru Bakrie Radeva cowok dingin yang sering disebut kulkas berjalan oleh teman-temannya menyimpan trauma berat tentang suatu kejadian di masa lalunya. Deva panggilan akrabny...