79

1K 74 12
                                    

Satu tahun kemudian

Waktu yang lumayan singkat bagi setiap murid berbeda dengan pemuda berwajah datar yang tengah memperhatikan penjelasan guru.

Selama waktu dua belas bulan terakhir dia memiliki banyak kejutan dalam hidup. Salah satunya mengenai sosok yang dia sangka sebagai ibunya yang masih hidup ternyata dia hanyalah kembaran sang ibu.

Sang ayah masih memilih sendiri tidak mau membuka hati untuk seorang wanita manapun. Perlahan-lahan Deva juga mengerti bahwa sosok Fahri membutuhkan pendamping hidup untuk menemani masa tuanya.

Pemuda itu juga sekarang berhasil naik ke kelas tiga sma. Teman sekelas dia tidak berpindah sama sekali sejak dia pindah tahun lalu.

"Oi bang Dev!" panggil seseorang.

Deva mengernyitkan dahi tidak mengerti. Pemuda yang memanggil Deva memberikan sebuah catatan kepada Deva. Dibalas anggukkan oleh Deva membuat dia senang.

"Bang Dev dekat dengan mereka?" tanya Atha.

"Menurut papa anggap saja mereka adik," ujar Deva santai.

"Om Fahri serius ternyata mengangkat mereka bertiga sebagai anak asuh," ujar Atha.

"Begitulah. Mereka kadang menginap di rumahku saat papa keluar kota selama semalam," ujar Deva.

"Nanti tahun depan aku akan pergi ke Surabaya untuk kuliah," ujar Atha.

"Adikmu bagaimana?" tanya Deva kepada Atha.

"Sedikit nakal wajar dia laki-laki. Namun aku sangat menyayangi nya," ujar Atha.

"Semuanya sekarang sibuk kuliah," ujar Deva.

"Yah kita juga akan mulai sibuk kuliah sebentar lagi," ujar Atha.

Untungnya mereka duduk di meja paling belakang jadi mereka tidak ketahuan tengah mengobrol oleh guru. Sosok Atha juga berbeda suara dia sedikit berubah dikarenakan pubertas.

Tinggi Atha juga semakin menjulang hampir menyaingi tinggi para siswa yang umurnya lebih tua dibandingkan dia. Atha memang siswa termuda nyatanya dia juga salah satu siswa tertinggi di kelas.

Bel istirahat berbunyi mereka menuju kantin bersama-sama. Deva bahkan berdiri paling depan seolah dia pemimpin keempat pemuda di belakangnya.

Walaupun Fahri telah mengumumkan bahwa Deva anaknya tetap saja ada orang-orang yang menghina. Bagai angin lalu Deva tidak peduli mengenai semuanya selama tidak mengusiknya dia akan memilih diam.

Semua sahabatnya sudah kuliah hanya dia dan Atha yang masih berseragam putih abu-abu. Mereka jarang bertemu paling hanya lewat video call saja. Setiap sahabat memiliki tujuan kota yang sangat berbeda satu sama lain untuk menempuh masa kuliah.

Di kantin suasana sangat ramai dengan cepat Lian berlalu pergi untuk memesan makanan. Mereka telah mengetahui satu sama lain kesukaan masing-masing.

"Ayah kabarnya bagaimana bang?" tanya Soni kepada Deva.

"Baik," sahut Deva.

"Aku akan ke rumah untuk bertanya kepada ayah mengenai jurusan yang perlu aku ambil," ujar Nino.

"Bang Dev pilih jurusan apa?" tanya Soni.

"Berhubungan dengan arsitektur," jawab Deva.

"Wajar sih kan bang Dev penerus perusahaan ayahnya," ujar Atha.

"Wih makanan datang!" pekik Lian menaruh makanan diatas meja.

Mereka makan dalam diam saat makan mata Deva tidak fokus ke makanan. Dia malah terfokus kepada seseorang yang tengah tersenyum misterius kepadanya.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang