78

992 102 45
                                    

Liburan sekolah telah usai sejak beberapa minggu lalu. Di sebuah ruangan yang disebut ruangan konseling bagi siswa bermasalah. Ada tiga siswa terluka sementara ada satu siswa yang tidak terluka sama sekali. Dia Deva bersama beberapa siswa yang dia hajar disebabkan mereka memulai duluan.

"Bisa kalian jelaskan siapa yang memulai?" tanya guru bk bernama Nuri.

"Tuh Zyandru duluan!" pekik salah satu siswa bername tag Soni Narendra.

Para siswa itu menyalahkan Deva sementara yang dibicarakan malah tenang saja. Bahkan Deva mengelus perutnya membuat heran Bu Nuri yang melihat hal tersebut.

"Baiklah ibu telah memanggil orangtua kalian masing-masing," ujar Bu Nuri.

"Bu tidak perlu!" pekik Soni.

"Percuma tidak ada yang datang," ujar siswa bernama Nino Pradana.

"Gua kan yatim piatu," ujar siswa bernama Lian Pratama.

Tak lama ada sosok Fahri masuk ke ruangan konseling dia menepuk pundak sang anak. Deva tersenyum saja akan tindakan sang ayah.

"Kenapa bu anak saya?" tanya Fahri.

"Sebentar kita tunggu wali murid yang lain," ujar Bu Nuri.

Fahri mengganggukkan kepala mengerti. Pria itu melirik kearah ketiga pemuda yang dihajar anaknya. Dia mengerti bahwa sang anak yang bersalah karena menghajar ketiga pemuda itu.

'BRAK' Dobrakan pintu mengagetkan Deva dia bahkan terlihat mengelus dadanya.

"Makanya jangan melamun kamu nak," nasihat Fahri terhadap anaknya.

"Tidak kok," sahut Deva.

Ternyata sosok pria dewasa yang mirip salah satu pemuda disana. Dia menghampiri sang anak lantas menamparnya begitu saja. Kejadian tersebut membuat semua orang terdiam.

"Selain pembunuh ibumu kau juga hanya berandalan saja!" kesalnya.

Saat akan memukul kembali anaknya ada tangan yang menahan tindakan pria tersebut. Dia menatap marah orang yang menahan tindakan dia.

"Kenakalan seorang anak bukan berarti dia anak berandalan," ujar Fahri.

"Ck kau tidak perlu menasihatiku pak Mahendra," desisnya tidak suka.

"Bapak Hartono Narendra. Kita itu seorang orangtua tunggal namun sepertinya cara mendidik kita berbeda," ujar Fahri.

Hartono melepaskan tangan Fahri yang menahan pergelangan tangan kanan dia. Dia menghampiri sang anak bahkan menatapnya bengis tidak ada raut khawatir sama sekali melihat wajah babak belur sang anak.

"Wali muridmu sulit dihubungi Nino," ujar Bu Nuri.

"Mereka sibuk bekerja bu hingga melupakan anaknya," sahut Nino santai.

"Aku telah kehilangan orangtua sejak aku berumur sepuluh tahun bu," ujar Lian.

"Pantas saja rapotmu sering ditahan pihak sekolah," ujar Bu Nuri.

"Hehehe iya bu. Orangtuaku tidak memiliki sanak saudara soalnya," ujar Lian tertawa.

"Ah maafkan ibu ya Nino dan Lian," ujar Bu Nuri merasa tidak enak akan kedua siswanya.

"Tidak masalah bu," jawab Lian.

Sosok Nino memilih diam saja dia melirik kearah Deva yang tengah mendapatkan elusan di kepala oleh sang ayah. Terlihat jelas bahwa Nino iri menatap itu semua.

"Baiklah ibu mulai ya. Menurut rekaman cctv bahwa Soni, Nino dan Lian bersalah mereka yang memulai pertengkaran dengan Zyandru. Zyandru juga bersalah karena menghajar mereka bertiga," ujar Bu Nuri.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang