44

1.1K 95 105
                                    

Bel jam istirahat berbunyi nyaring membuat seluruh siswa berteriak heboh kecuali Deva yang diam saja sambil menundukkan kepalanya pemuda itu tidak merasa bahagia.

"Ck papa pasti tidak kesini," batin Deva kesal.

Pemuda itu menatap kesal hp miliknya yang tengah mencoba menelepon sang ayah. Deva malas apabila sang ayah mengingkari janjinya membuat mood Deva buruk.

"Oi lu banci!"

Deva menatap malas pemuda yang memanggilnya banci barusan. Pemuda bernama Alan itu malah tersenyum meremehkan kearah Deva.

"Ternyata selain gay lu juga seorang banci," ledek Alan.

"Wah benar-benar makhluk paling kotor di kelas ini," ledek temannya bernama Bastian.

"Bisa dong lu gua tusuk!" ledek pemuda yang satu lagi bernama Aldi.

"Heh gua rasa bokapnya juga?!" ledek Alan.

"Hahahaha," tawa mereka bertiga.

Deva bangkit lantas langsung memukul hidung Alan sangat keras. Suara benturan keras tubuh Alan menabrak dinding membuat seisi kelas merinding. Kedua teman Alan yang hendak kabur ditahan oleh Deva. Pemuda itu menarik kerah baju mereka lantas membantingkan mereka berdua bersamaan.

Tubuh mereka yang masih merasakan sakit ditahan oleh kedua kaki Deva. Deva melirik kearah Alan yang sepertinya sudah pingsan karena tulang hidungnya patah.

"Kalian bebas menghinaku asal jangan menghina ayahku," ujar Deva dingin.

Deva memelintir tangan kanan suara rintihan Bastian tidak digubris Deva hingga suara patahan tulang menghentikan aksi Deva. Selanjutnya Deva mendekat kearah Aldi menghajar pemuda itu terus-menerus hingga babak belur tidak peduli Aldi yang sudah pingsan sejak tadi. Saat akan melayangkan tijuan lagi ada tangan yang menahan aksi Deva.

"Ck pengganggu. Kau ingin kuhajar juga?!" kesal Deva.

"Zyandru Bakrie Radeva!"

"Mampus papa," batin Deva panik.

Deva akan melarikan diri tidak jadi karena telinga kanannya lebih dulu dijewer oleh Fahri sang ayah. Fahri menarik telinga Deva hingga keluar kelas dan mengucapkan permintaan maaf terhadap teman sekelas anaknya.

Di sepanjang koridor kelas banyak siswa dan siswi memperhatikan itu semua. Deva memohon agar dilepaskan akan tetapi tidak digubris sama sekali oleh Fahri.

Fahri menendang pintu kepala sekolah sepertinya dia akan marah. Karena melihat pemilik sekolah mengurungkan niatnya untuk marah.

"Zyandru Bakrie Radeva telah memukul tiga siswa hingga pingsan. Silahkan hukum dia apapun terserah anda pak," ujar Fahri.

"Pah telinga Deva sakit," ujar Deva.

Fahri melepaskan jewerannya sangat santai berbeda dengan Deva yang mengelus telinganya. Terlihat jelas telinganya Deva memerah akibat ulah sang ayah.

"Pak Mahendra ini baru hari pertama sekolah jadi menurut peraturan sekolah hanya dihukum ringan saja," ujar kepala sekolah bernama Andri Kurnia.

"Pak Andri anda tidak perlu segan dengan saya. Disini saya sebagai wali murid bukan sebagai pemilik sekolah ini," ujar Fahri.

"Tetap saja anda pemilik sekolah ini," ujar Andri tidak enak.

"Tidak ada hukuman skorsing?" tanya Fahri.

"Skorsing tiga hari untuk nak Zyandru," ujar Andri.

"Baiklah," ujar Fahri.

Fahri pamit keluar ruangan kepala sekolah. Duda itu memegang tangan sang anak menuju salah satu ruangan tersembunyi di belakang gudang dekat kelasnya Deva. Fahri melirik kearah Deva pemuda itu mengerti lantas memasukkan kode sandinya.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang