56

1K 95 21
                                    

Rumah sakit tempat dimana setiap orang memeriksakan diri apabila terjadi sesuatu yang salah terhadap tubuhnya. Di koridor rumah sakit terlihat ada empat pria berjalan beriringan. Barisan paling depan ada sosok Fahri dan Deva. Dibelakangnya Rey dan juga Dwi.

Pria dewasa yang menjabat sebagai sekretaris baru Fahri itu menyusul sang bos. Dia memerlukan tanda tangan Fahri segera karena sangat dibutuhkan di kantor.

Dwi kadang heran sendiri akan tindakan Fahri yang seenaknya saja keluar kantor, padahal masih banyak meeting. Bosnya itu sangat menyayangi sang anak dibandingkan uang.

"Rey dan bang Dwi kalian ke kantin rumah sakit saja. Aku akan berbicara lama dengan Bisma," ujar Fahri.

"Baiklah," ujar mereka berdua.

Mereka berpisah menuju tujuan masing-masing. Sosok pemuda di sebelah Fahri tampak tenang saja dia bahkan sedang menyedot susu kotak rasa strawberry. Dia percaya terhadap ayahnya lagipula pasti hanya periksa saja tidak disuntik.

"Dev bolos mulu nanti tidak naik kelas lagi semakin diledek," gumam Deva.

"Papa sudah izin ke gurumu. Tenang saja mereka memaklumi itu semua," ujar Fahri.

"Pulang dari rumah sakit beli susu lagi ya," ujar Deva.

"Boleh," sahut Fahri.

Perjalanan menuju ruangan Bisma tidak terasa dikarenakan mereka bertukar cerita. Saat di depan ruangan Bisma dengan tidak sopannya Fahri menendangnya begitu saja.

"Kurang ajar lu!" kesal Bisma.

Dokter seumuran Fahri itu sangat kesal akan ulah teman masa sekolahnya itu. Pelaku yang mendobrak pintu malah tidak merasa bersalah sama sekali.

"Periksa anak gua. Tadi dia ngeluh sakit di kepala sama kaki kanannya," ujar Fahri.

"Lu minta maaf dulu sama gua. Jantungan aja gua tahu rasa lu!" kesal Bisma.

"Iya sorry," ujar Fahri.

"Dev berbaring," ujar Bisma.

Pemuda itu menyerahkan susu kotak yang sedang dia minum kepada ayahnya. Fahri menerima saja biarkan saja tindakan anak.

Bisma memeriksa Deva keseluruhan. Bisma melirik kearah Fahri sejenak. Seolah paham Fahri mendekat kearah Bisma.

"Nak bisa tunjukkan bekas sudutan rokok itu," ujar Fahri.

"Malu," cicit Deva.

"Ah aku mengerti." Bisma menepuk pundak Fahri dan menutup tirai agar Fahri bisa berbicara berdua dengan sang anak.

"Dekat burungnya, Dev?" tanya Fahri memastikan.

"Enggak sih. Cuma emang lumayan deket," ujar Deva malu.

"Kenapa bisa disudut disana?" tanya Fahri.

"Dev lagi mengaji tiba-tiba disudut katanya suara Dev berisik. Dev waktu itu pakai sarung jadi sarungnya bolong karena api rokoknya, dan kena paha Dev deh," ujar Deva.

"Papa kira kaki kamu. Ya sudah buka celana kamu. Nanti pas periksa ditutup pakai jas milik papa burungnya kamu," ujar Fahri.

"Sakit pah pas buka nya," ujar Deva.

"Bekas luka baru?" tanya Fahri.

"Iya," jawab Deva.

Fahri membuka jas miliknya dan memilitkannya di pinggang Deva. Deva tersenyum akan tindakan Fahri. Tak lama Fahri juga membuka kemeja milik dia karena merasa belum cukup menutupi area privasi sang anak. Duda itu membantu anaknya berdiri untuk bisa melepaskan celana abu-abunya. Deva berpegangan ke pundak sang ayah. Setelah terlepas Fahri memegang celana sang anak. Fahri terkekeh akan wajah memerah anaknya.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang