45

1.1K 86 0
                                    

Di mobil suasana kacau balau. Rian yang menutup luka tusukan Deva dengan sebuah sapu tangan malah menangis. Sandy yang tidak banyak membantu malah menangis lebay. Leo fokus menyetir sambil melirik kearah belakang hanya Hamiz yang terlihat tidak panik dia berusaha untuk tetap membuat Deva sadar.

"San lu berisik amat," ujar Leo.

"Gua panik!" pekik Sandy.

"Deva yang ketusuk aja biasa aja," komentar Rian.

"Anak ini mah pura-pura kuat aja," sahut Sandy.

"Dev tetap sadar," ujar Hamiz.

"Gua butuh papa," lirih Deva.

"Om Fahri tengah menyelesaikan masalah," ujar Hamiz.

"Papa, perut Deva sakit," lirih Deva.

"Buset nih bocah malah nyebut bokapnya," ujar Rian.

"Berisik!" kesal Deva.

"Sudahlah kalian diam dulu. Udah tahu suasana genting gini malah bercanda," ujar Hamiz.

Rian dan Sandy akhirnya diam. Perjalanan cukup cepat karena Leo menerobos setiap lampu merah dia tidak peduli sama sekali terpenting segera tiba di rumah sakit.

Tiba di rumah sakit terdekat ternyata ada sudah ada sosok Fahri menunggu. Saat Hamiz membuka pintu belakang mobil dengan cepat Fahri mengambil tubuh Deva di dalam mobil. Semua sahabat Deva bahkan heran kenapa Fahri bisa tiba lebih dulu dibandingkan mereka.

"Om Fahri cenayang ya?" tanya Rian tidak nyambung.

"Kayaknya iya. Padahal kita aja belum kasihtahu ke rumah sakit ini kok om Fahri bisa tahu sih," ujar Sandy.

"Om Fahri pasti berpikir kita akan membawa Deva ke rumah sakit terdekat, makanya dia tiba lebih dulu," ujar Hamiz.

"Oh," ujar mereka berdua.

"Lu berdua bodoh amat dah," ujar Leo yang baru saja selesai memarkirkan mobil.

"Oi kagak!" protes mereka berdua.

Leo mengangkat bahunya acuh. Pemuda itu pergi begitu saja diikuti oleh Hamiz dan akhirnya duo lemot mengikuti juga. Yah Rian dan Sandy memang paling lemot dibandingkan semuanya.

Di koridor rumah sakit Fahri berlari menuju kearah ruangan UGD dengan menggendong Deva. Ayah itu tidak peduli kemeja mahalnya terkena noda darah sang anak. Sang anak tersenyum mendapatkan perlakuan sangat baik dari ayahnya.

"Jangan menutup matamu nak," ujar Fahri.

"Dev ngantuk pah," lirih Deva.

"Hey anak papa kan jagoan jangan tidur dulu," ujar Fahri.

"Pah perutku sakit. Deva bobo saja ya," lirih Deva.

Deva menutup matanya membuat Fahri terdiam. Akhirnya tiba di ruangan UGD saat Deva ditaruh di ranjang rumah sakit sang ayah akan menerobos masuk ditahan dokter.

"Lu ngapain halangin gua sih Bisma!" kesal Fahri.

"Lu disini aja. Anak lu biar gua tangani," ujar Bisma.

"Deva anak gua!" kesal Fahri.

"Gua ngerti. Deva anak lu tapi kalau lu ikutan masuk malah menghambat gua menangani anak lu!" tegas Bisma.

"Bisma!" kesal Fahri.

"Dokter pasien kejang-kejang!" pekik suster yang keluar dari ruangan UGD.

"Baik suster." Bisma menepuk pundak Fahri yang terlihat panik. "Lu tenang aja. Gua akan menyelamatkan putra lu," ujar Bisma.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang