Di taman belakang sekolah ada sosok pria tengah sibuk mengobati pergelangan tangan sang anak. Saat dirasakan anaknya meringis Fahri berhenti sejenak. Akhirnya Fahri selesai membalut luka anaknya.
"Cepat sekali dirimu dewasa nak," ujar Fahri mengelus rambut Deva yang tertidur lelap.
"Fahri!" panggil seseorang.
"Ada apa, Bella?" tanya Fahri.
Fahri tahu sejak tadi Bella belum pergi. Dia membiarkan saja selagi tidak menyakiti anaknya.
"Kenapa Deva sekarang lebih dekat denganmu dibandingkan diriku sendiri?" heran Bella.
"Kau lupa bahwa aku membesarkan Deva sepuluh tahun sendirian," jawab Fahri dengan wajah ketusnya.
"Kau tidak menikah lagi?" tanya Bella.
"Putraku melarangnya aku menurut saja. Aku tidak mau putraku sedih akan keputusanku yang mau menikah lagi tanpa persetujuan darinya," ujar Fahri.
"Deva seperti dirimu sangat egois dan keras kepala," ujar Bella.
"Deva putraku. Kudengar dari Deva bahwa kau membentaknya bahkan berani menamparnya," ujar Fahri.
"Anakmu pemalas. Dia sangat sulit diatur dan sering melawan!" kesal Bella.
"Kau berubah Bella. Dulu saat kita bersama pribadimu sangat lembut. Pantas saja Deva tidak betah disana," ujar Fahri jujur.
"Deva berkata kau membebaskan dirinya tawuran dan balapan liar! Kau orangtua yang tidak beres Fahri!" pekik Bella.
"Aku tidak masalah tentang semua itu," acuh Fahri tidak peduli.
"Orangtua tidak bertanggung jawab kau!" kesal Bella.
"Menurutmu begitu ya." Fahri menutup matanya sejenak. Pria dewasa itu melirik kearah sang mantan istri sejenak. "Coba kau lihat YouTube, tiktok, facebook dan instagram disana ada video mengenai putraku yang dipuji karena memiliki suara yang bagus. Nama video itu seorang pemuda blasteran tengah mengaji," ujar Fahri.
Penasaran akan ucapan Fahri dia dengan cepat Bella mencari video tersebut. Ternyata benar disana ada sosok Deva sangat khusyuk melantunkan ayat suci Al-Qur'an sangat merdu. Pemuda itu bahkan tidak tahu sama sekali bahwa ada yang memvideokan dirinya mengaji.
"Ilmu pendidikan memang penting di dunia ini Bella. Namun bagiku tidak sama sekali," ujar Fahri.
"Ck pantas saja Deva tidak naik kelas dua kali," remeh Bella.
"Untuk apa Deva pintar? Dia punya diriku yang pasti akan mewarisi semua kekayaan untuknya," ujar Fahri santai.
"Orang yang bodoh akan mudah ditipu orang lain!" pekik Bella.
"Putraku tidak sebodoh itu Bella. Setahuku Deva tidak naik kelas dikarenakan salah satu nilainya dibawah kkm," ujar Fahri.
"Sama saja dia bodoh," ujar Bella meledek.
"Ilmu akademik memang penting di dunia ini." Fahri melirik kearah Deva yang masih saja memeluk perut Fahri sangat erat. "Pandanganku berbeda mengenai itu semua. Bagiku ilmu akademik tidak sama sekali penting," ujar Fahri.
"Kau sama bodohnya dengan putramu itu!" pekik Bella.
"Setinggi apapun nilai akademikmu saat ini, maka akan kalah oleh orang yang berduit."
"Aku saja yang bodoh bisa memimpin sebuah perusahaan besar."
"Aku lebih suka putraku menghafalkan ayat suci Al-Qur'an. Ilmu akademik tidak perlu sangat dikejar. Itu yang kuterapkan kepada Deva," ujar Fahri dengan senyumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deva (END)
Teen FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Zyandru Bakrie Radeva cowok dingin yang sering disebut kulkas berjalan oleh teman-temannya menyimpan trauma berat tentang suatu kejadian di masa lalunya. Deva panggilan akrabny...