68

1K 79 2
                                    

Bagaskara telah digantikan tugasnya oleh pelita malam. Di sebuah jalanan kota Bandung ada sekelompok pemuda tengah bersorai ramai karena akan diadakan sebuah balapan. Ada sosok paling menonjol diantara keriuhan para pemuda. Yah dia Deva tengah merokok santai di sekelilingnya ada sosok para sahabatnya. Atha telah diantar Deva sebelumnya dia malas bertengkar dengan ayahnya.

"Lu pakai motor gua atau Hamiz?" tanya Sandy terhadap Deva.

Deva membuang batang rokok yang dia hisap lantas menginjaknya agar padam apinya. "Pinjam motor lu. Nanti ada biaya traktiran dari gua," ujar Deva.

Sandy melemparkan kunci motor kearah Deva ditangkap dengan mudah oleh Deva. "Nasgor lima bungkus ya. Gua laper hehehe," sahut Sandy.

"Tidak masalah," ujar Deva santai.

"Lu tumben gak dijemput sama Abang twins?" heran Hamiz kepada Irsyad yang anteng memakan permen kaki.

"Mereka masih sibuk KKN. Akhirnya gua bebas yeah!" pekik Irsyad senang.

"Ekhem siapa yang berkata dirimu bebas!" ujar seseorang.

Irsyad meneguk ludahnya kasar. Dia hafal suara itu saat membalikkan badan disana ada dua sosok pemuda menatap datar Irsyad. Irsyad akan kabur, tapi terlambat dia lebih dulu digendong oleh salah satu pemuda itu.

"Maaf adikku merepotkan kalian," ujar Fadlan meminta maaf.

"Oi buruan!" pekik Fadli yang menggendong tubuh Irsyad.

"Abang turunin adek malu!" kesal Irsyad berontak dari gendongan sang kakak.

Fadli tidak peduli akan ucapan sang adik sama sekali. Dia malah terus berjalan menjauh dari kerumunan para pemuda yang menatap heran akan kejadian itu semua. Sandy tertawa keras melihat Irsyad digendong kakaknya.

"Gak ada akhlak lu," komentar Hamiz.

Sandy meredakan suara tawa sebelum berbicara. "Lucu tuh anak. Bilangnya udah izin sama abang kembarnya, eh ternyata malah disusul," ujar Sandy.

Deva sedikit tersenyum melihat tingkah laku sahabatnya. "Gua satu kali balapan aja," ujar Deva.

Dia berlalu pergi menuju kearah motor Sandy. David sedikit takut akan ulah sang bos muda.

"Tenang dia paling jago balapan," ujar Sandy menenangkan David yang terlihat gelisah.

"Saya khawatir saja," sahut David.

"Dev cuma sekali balapan doang. Dan om Fahri memperbolehkan sekali saja dalam seminggu. Jadi dia cukup mengerti batasan yang ditetapkan oleh om Fahri," ujar Hamiz menambahkan.

"Lagipula kalau lebih dari segitu akan ada aparat kepolisian membubarkan balapan liar ini," ujar Sandy.

"Ada yang melaporkan?" tanya David.

"Om Fahri sang pelapor makanya kami nongkrong disini paling sampai jam dua belas saja," ujar Hamiz.

"Kukira tuan Mahendra sepenuhnya mengizinkan tuan Zyandru balapan liar," ucap David.

"Mengizinkan hanya sekali balapan saja," ujar Hamiz.

Mereka berhenti berbicara dikarenakan balapan akan segera dimulai. Ada sekitar tujuh motor telah berjajar rapih di garis start. Salah satunya ada sosok Deva tengah menundukkan kepalanya dia malas melihat wanita berbaju seksi.

Lemparan sebuah bendera ke tanah membuat mereka semua menjalankan motor mereka. Tidak ada yang mau mengalah satu sama lain. Sekarang Deva berada di posisi kedua di depannya ada sosok musuh balapannya menyeringai penuh kemenangan.

Beberapa meter dari garis finish dengan cepat Deva menaikkan kecepatan motor, dan dia menjadi pemenang lagi.

Sebuah amplop didapatkan oleh Deva. Dia menerimanya dan pergi menuju kearah kedua sahabatnya.

"Buat lu semua," ujar Deva memberikan amplop yang dia terima kepada Sandy.

"Lu kan yang balapan Dev," heran Sandy.

"Besok gua mau liburan ke Jepang. Jadi mending uangnya buat lu aja," ujar Deva.

"Berangkat jam berapa lu?" tanya Hamiz.

"Habis salat Isya. Papa bilang akan menyelesaikan pekerjaan dulu sebelum berangkat berlibur," jawab Deva.

"Nah lu ada waktu tuh buat nongkrong!" pekik Sandy.

"Abdi bade sare jang Sandy goreng," ledek Deva.

Artinya : aku mau tidur Sandy jelek

Setelah mengatakan itu Deva pergi begitu saja dari hadapan mereka semua. Sandy sedikit diam sebentar dia bahkan tidak sadar telah tinggalkan kedua sahabatnya.

"Oi kampret lu kulkas!" pekik Sandy yang baru konek.

Sandy berlari menyusul mereka berdua. Di pertigaan jalan mereka bertiga berpisah jalan karena arah berbeda.

Akhirnya mobil yang dikendarai Deva berhenti di rumahnya. David pamit pulang diizinkan oleh Deva. Deva menaruh kunci mobil di gantungan kunci yang tersedia.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Papa anak gantengmu pulang!" pekik Deva.

"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatu." Fahri menghampiri Deva dia menyentil dahi sang anak membuat Deva mengaduh kesakitan. "Sudah malam jangan berisik kamu," nasihat Fahri.

"Hehehe maaf khilaf," tawa Deva.

"Istirahat sana. Kalau sempat bangun sepertiga malam kamu laksanakan salat tahajud," ujar Fahri.

"Besok kita terbang ke Jepang, kan?" tanya Deva.

"Jadi pakai pesawat pribadi. Soalnya tiket menuju Jepang habis," jawab Fahri.

"Ok deh." Deva memeluk tubuh Fahri sangat erat. Pemuda itu tersenyum kearah sang ayah. "Kenapa senyum-senyum?" heran Fahri melihat tingkah sang anak.

"Dev menang tahu balapan liar!" pekik Deva.

"Terus?" tanya Fahri.

"Ish gak peka!" kesal Deva.

"Kunaon sih maneh?" heran Fahri.

"Aing teh hayang action figure nyaho!" pekik Deva.

"Heh babasa teh meuni kasar teuing maneh!" omel Fahri.

"Tuda jadi kolot teh sing peka atuh!" pekik Deva tidak mendengarkan ucapan sang ayah.

"Action figure maneh ges aya tilu lomari budak teh!" kesal Fahri.

"Saetik eta mah!" pekik Deva.

Fahri melepaskan paksa pelukan sang anak. Dia pergi begitu saja meninggalkan Deva.

Sosok Deva memang manja sekali terhadap Fahri, terkadang Deva sedikit melunjak terhadap Fahri.

Deva berlari menyusul sang ayah ke kamarnya. Di kamar Fahri sibuk mendesain gambar pesanan klien tidak peduli kehadiran anaknya.

"Dev minta maaf papa. Harusnya Dev tidak berbicara kasar, dan meminta action figure," ujar Deva menundukkan kepalanya.

"Lain kali jangan begitu," nasihat Fahri.

"Tidak janji," ujar Deva.

Deva melompat ke kasur sang ayah. Pelototan mata Fahri yang didapatkan Deva karena aksi jahilnya itu. Pemuda itu malah tertawa akan itu semua.

"Berapa gambar lagi yang diminta oleh klien?" tanya Deva.

"Sekitar lima," sahut Fahri.

"Dev bantu ya. Papa kasihtahu saja klien menginginkan konsep seperti apa," ujar Deva.

"Kita tidur saja. Besok pagi kita selesaikan berdua proyeknya," ujar Fahri.

"Laksanakan!" pekik Deva.

Fahri menaruh tab kerja diatas meja di sampingnya. Pria dewasa itu merilekskan tubuh lelah, dan Deva memeluk pinggang Fahri sangat erat.

"Amalan sebelum tidur jangan lupa nak," ujar Fahri mengingatkan Deva.

"Hehehe iya," tawa Deva.

Selesai melaksanakan amalan sebelum tidur. Mereka berdua membaca doa sebelum tidur, dan menyelami mimpi dengan saling berpelukkan.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Minggu 10 Desember

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang