69

961 74 14
                                    

Suasana menjelang subuh memang menenangkan hati dan jiwa. Saat menarik bernafas saja rasanya sangat menyegarkan sekali. Di sebuah kamar ada sosok pria dewasa terbangun merasakan suasana sejuk pagi ini.

Fahri membuka mata dan setelah sadar sepenuhnya ada sosok Deva yang memeluk tab sangat erat. Duda itu terkekeh geli lantas mengambil tab dari tubuh Deva.

Fahri terdiam melihat wajah damai sang anak. "Kamu salah satu hal yang memotivasi papa untuk sukses," ujar Fahri.

Dia beranjak dari tempat tidur tidak lupa menaruh tab diatas meja kecil di sebelah kasur. Membiarkan sang anak terbangun sendiri untuk bersiap-siap salat subuh.

Benar saja setelah Fahri masuk ke kamar mandi tak lama Deva membuka matanya. Dia mengucek mata sebentar untuk memperjelas penglihatan dia.

Pemuda itu bangun dan pergi dari kamar sang ayah begitu saja. Deva terbiasa bangun saat waktu subuh jadi Fahri jarang membangunkan Deva waktu subuh.

Kedua ayah dan anak itu tampak kompak memakai baju koko hitam dan sarung berwarna putih. Bahkan sepanjang jalan menuju masjid mereka saling bercanda satu sama lain.

"Kenapa agama kita melarang pacaran?" celetuk Deva.

"Memang selama ini yang kamu lihat dari orang pacaran bagaimana?" tanya Fahri membalikkan pertanyaan kepada sang anak.

"Mesra-mesraan gitu, pegangan tangan, pelukan, dan bahkan ada yang hamil," ujar Deva jujur.

"Yang rugi siapa?" tanya Fahri.

"Pihak perempuan," jawab Deva.

"Makanya agama kita melarang karena hal itu tidak baik," ujar Fahri.

"Terus kemarin Dev dekatin Sisi termasuk pacaran, bukan?" tanya Deva kembali.

"Kamu saja belum nembak dia jadi belum sih. Yah walaupun udah mulai deketan cuma kan tidak bersentuhan," ujar Fahri.

"Katanya lawan jenis dilarang berbaur terlalu intens kalau tidak ada ikatan mukhrim nya," ujar Deva.

"Tuh tahu," ujar Fahri.

Deva seperti memikirkan sesuatu membuat Fahri tertawa akan tingkah sang anak. "Papa itu rajin salat kok punya orang tua ahli neraka, sih?" celetuk Deva polos.

Fahri memukul kepala Deva karena ucapan sang anak yang terlewat santai itu. "Jaga ucapanmu, nak!" peringat Fahri.

Deva cemberut dia mengelus kepalanya yang dipukul sang ayah barusan. "Dev jujur lho sebagai anak papa," ujar Deva.

Fahri menarik nafas sebentar sebelum memulai berbicara. "Doa seorang anak soleh akan menyelamatkan orangtua kelak di akhirat," sahut Fahri.

"Kenapa papa baik sekali terhadap kakek dan nenek?" heran Deva.

"Mereka orang yang telah menghadirkan papa di dunia ini, yah walaupun tanpa memberikan kasih sayang kepada papa," ujar Fahri dengan senyuman.

"Papa memang superhero Dev yang keren!" pekik Deva.

"Ayo kita ke masjid!" ajak Fahri.

"Hm," gumam Deva.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju masjid dengan tingkah jahil Deva terhadap sang ayah. Tiba di masjid ternyata cukup ramai hanya saja tidak ada sosok Imam untuk memimpin salat.

"Aku saja," ujar Deva mengajukan diri.

Semua setuju Deva yang menjadi Imam. Sosok Deva memang terkenal sebagai pemuda sangat soleh di kalangan masyarakat sekitar.

Selesai salat tidak lupa hafalan seperti biasa bagi Deva. Baik Fahri atau Deva mereka bukan lulusan pesantren. Ilmu agama Fahri didapatkan dari beberapa ulama terkenal yang Fahri kenal. Mengenai ilmu tajwid dan pelafalan Al-Qu'ran dari ayahnya Danel.

Hafalan selesai mereka pergi dari masjid untuk beristirahat di rumah sebelum melanjutkan aktivitas sibuk di kantor. Tidur selama tiga jam saja cukup bagi mereka berdua. Tepat jam delapan pagi mereka telah siap pergi ke kantor.

Deva yang memang malas memakai jas lebih suka memakai kemeja pendek dipadukan celana kain, dan sepatu kets berwarna hitam putih.

"Kamu ini seperti mau hangout saja," komentar Fahri melihat penampilan Deva.

"Malas memakai jas," sahut Deva.

Kedua asisten mereka masing-masing tertawa akan interaksi antara kedua atasan mereka. Usia mereka yang tidak terlampau jauh memang jarang terlihat seperti ayah dan anak.

Mereka memutuskan memakai satu mobil agar bisa sekalian jalan. Di kursi penumpang ada sosok Deva tengah serius menggambar begitu juga dengan Fahri. Kedua pria satu darah itu bahkan sangat serius tidak peduli keadaan sekitar.

"Lu berdua udah sarapan belum?" tanya Rey.

"Udah pak Rey," sahut Fahri.

"Mengenai pembicaraan kita tentang Bella gua kagak paham sumpah, Ri," celetuk Rey.

"Bahasnya pas kita berdua saja. Nanti meeting hari ini dihandle sama Dev," ujar Fahri.

"Papa menyembunyikan apa dariku?" tanya Deva melirik kearah sang ayah.

Fahri menepuk kepala sang anak lalu tersenyum. "Papa akan beritahu kalau telah terbukti ok," ujar Fahri memberi pengertian kepada sang anak.

"Hm," gumam Deva.

"Lu berikan jadwal meeting sama David. Lagipula cuma lima saja pasti bisa diselesaikan dengan mudah," ujar Fahri.

Tiba di kantor Rey menjalankan perintah Fahri untuk memberikan jadwal meeting kepada David. Fahri tersenyum kearah sang anak lalu pergi begitu saja dari hadapan sang anak bersama Rey.

"Tuan Zyandru tidak penasaran mengenai rahasia yang disembunyikan pak Mahendra?" tanya David.

"Aku mengenal ayahku. Dia pasti akan memberitahuku diriku cepat atau lambat apabila telah mendapatkan hal yang dia inginkan," sahut Deva.

Pemuda itu menggantikan sosok sang ayah di kantor. Deva tidak masalah lagipula setelah lulus kuliah akan menjadi pewaris sah perusahaan.

Di tempat lain ada kedua pria dewasa yang diketahui sebagai Fahri dan Rey saling heran. Rey juga sedikit terkejut akan pertanyaan Fahri barusan mengenai Bella.

"Lu yakin dia bukan Bella?" tanya Rey memastikan.

"Gua kenal banget sama bini sendiri. Gua ngejar dia dua tahun lebih, dan membangun rumah tangga delapan tahun. Masa gua salah mengenali ciri fisik dia sih," ujar Fahri.

"Terus kenapa dia mirip banget sama Bella?" tanya Rey kepada Fahri.

"Bella pernah ngomong sama gua bahwa dia punya adik kembar yang hilang entah kemana," ujar Fahri.

"Maksud lu dia kembaran Bella gitu?" tanya Rey memastikan.

"Feeling gua gitu. Gua kemarin subuh ketemu Bella lewat mimpi disana ada sosok anak cewek gua yang wajahnya mirip gua, tapi cantiknya mirip Bella," ujar Fahri.

Fahri mengambil sebatang rokok dan menghidupkan rokok tersebut. "Putri gua cantik banget persis Bella. Andai dulu kehidupan gua kayak gini pasti putri kecil gua masih hidup," ujar Fahri dengan senyuman sedih.

"Lu selalu berkata sama Dev jangan menyalahkan takdir, Ri. Lu kalau sama gua malah kayak gini," ujar Rey.

"Bella memiliki tanda lahir dekat belakang telinga di sebelah kanan berwarna merah. Saat gua tanya sama Deva tanda itu tidak ada, jadi benar bahwa dia bukan Bella," ujar Fahri.

"Gua aja heran masa orang yang tertembak di jantung bisa selamat dari maut sih," ujar Rey.

"Kehidupan gua berdua bersama Deva cukup damai. Apabila mantan mertua datang lagi terpaksa gua meninggalkan negara ini," ujar Fahri.

"Bella kw belum datang lagi?" tanya Rey.

"Nama dia Anggun Setiani. Wanita gila harta yang akan kuhancurkan karena telah menyakiti putra kecilku," ujar Fahri dengan seringainya.

Rey memukul kepala Fahri benar-benar bawahan yang sangat kurang ajar sekali terhadap atasan.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat.

Sampai jumpa

Kamis 21 Desember 2023

Maaf lama banget gak update kesehatanku menurun

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang