58

1K 87 45
                                    

Beberapa hari kemudian Deva masih saja marah terhadap ayahnya. Dia bahkan sering menghindar apabila diajak berbicara Fahri. Sang ayah frustasi diabaikan anaknya.

Padahal ucapan Bryan hanya sekedar bercanda saja. Namun sepertinya Deva mengganggap itu serius. Pemikiran remaja seumuran Deva memang masih plin-plan sekali. Dulu mengizinkan sekarang tidak boleh. Sifat yang sayangnya diturunkan dari gen ayahnya sendiri.

Ruang tamu yang biasanya penuh canda tawa terasa sepi sekali. Fahri melirik kearah dimana kamar anaknya. Deva memang jarang keluar rumah dia hanya pergi saat ingin saja selebihnya di rumah.

"Dev beli action figure yuk!" pekik Fahri.

Hening tidak ada jawaban dari Deva sama sekali. Mereka berdua memang sering ke masjid bersama-sama. Selama perjalanan kesana Fahri berusaha agar anaknya memaafkan dirinya walaupun hasilnya nihil.

Merasa tidak ada pilihan lain pria itu memilih menghampiri kamar sang anak. Saat dibuka ternyata Deva tengah menonton anime di tv yang berada di kamarnya.

Fahri duduk di sebelah Deva yang fokus menonton anime tidak mengalihkan perhatian dia sama sekali. Deva bahkan tidak terusik akan kehadiran Fahri di sisinya.

"Papa udah beli tiket ke jepang. Libur sekolah kita kesana ya," ujar Fahri.

Hening.

"Dev ngomong dong!" bujuk Fahri.

Deva tetap diam saja tidak membalas ucapan Fahri.

"Deva! Papa minta maaf!" rengek Fahri menarik-narik tangan Deva persis anak kecil.

"Iya," sahut Deva.

"Makasih nak. Papa tidak akan menikah lagi kok. Kan kamu melarangnya," ujar Fahri.

"Aku benci orang asing. Om Riki saja membuat mama berubah begitu cepat," ujar Deva datar.

"Riki itu sangat ambisius. Dia saja pernah berbuat curang dulu saat ujian nasional smp," ujar Fahri.

"Papa mengenalnya?" tanya Deva penasaran.

"Riki Atmaja. Dia anak bungsu dari enam bersaudara. Sejak kecil terlalu dimanjakan jadi begitulah. Rivaldo saja pernah dilukai olehnya."

"Anehnya Rivaldo berkata bahwa aku yang melakukannya. Baik Riki ataupun Rivaldo mereka dua orang yang egois."

"Papa tidak suka dia tapi tidak membencinya. Daddy berkata karma mengenai perbuatan buruk akan datang di masa depan."

"Lucunya ucapan daddy benar terjadi. Rivaldo belasan kali tidak lulus masuk universitas sementara Riki dikeluarkan dari kampus."

"Papa tidak pernah mendoakan hal yang jelek kepada mereka berdua. Hanya saja setiap mereka bersaing membuat tekanan hidup papa meningkat," ujar Fahri panjang lebar memberitahu hubungan Riki dengan dirinya di masa lalu.

"Arif berkata padaku bahwa ayahnya lulusan universitas terbaik di dunia, pah," ujar Deva.

Fahri tersenyum mendengar suara lembut anaknya. Dia cukup malas saat anaknya berkata dengan suara ketus dan datar.

"Rivaldo diterima di universitas cukup jauh dari kota Bandung. Riki dia hanya sales motor saja di sebuah perusahaan dan akhirnya dia menjadi seorang direktur," ujar Fahri.

"Maaf ya, pah," ujar Deva tidak enak mengabaikan ayahnya sejak beberapa hari lalu.

"Tidak masalah," ujar Fahri.

"Wajah papa lucu kayak anak kecil tadi. Pantas saja banyak yang mengira kalau kita kakak dan adik. Lha papa saja tidak dewasa sama sekali sikapnya," ujar Deva meledek ayahnya.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang