Beberapa hari kemudian suasana musim panas di harujuku tidak membuat seorang pemuda berhenti berkeliling mencari yang dia mau. Di belakang sang pemuda ada seorang pria dewasa mengawasi gerak-gerik dia.
"Papa! Buruan nanti action figure langka itu habis!" pekik sang pemuda.
Yah mereka berdua Deva dan Fahri. Mereka berlibur di Jepang menghabiskan masa liburan sekolah disini. Fahri menepati janjinya mengajak Deva mengunjungi kota yang sering dibicarakan oleh Deva sejak awal semester.
"Aku senang melihat wajah bahagia Dev," gumam Fahri.
Pria itu sedikit berlari menyusul sang anak yang lebih dulu hilang entah kemana. Mengenai bahasa mereka cukup fasih dalam bahasa jepang. Deva lebih dulu mempelajari bahasa jepang dibandingkan bahasa inggris, makanya dia merengek ingin kesini sejak liburan sekolah beberapa bulan lalu.
Mengenai permasalahan yang tengah dia hadapin Fahri tinggalkan sebentar. Dia menyerahkan perkembangan nya kepada salah satu sahabat dia yang masih melajang hingga saat ini.
Tangan kanan Fahri ditarik oleh sang anak yang terlihat kesal. "Papa lama banget sih jalannya!" kesal Deva.
"Hahaha maaf nak," tawa Fahri.
Deva mendengus mendengar tawa sang ayah. "Jangan ketawa pokoknya liburan kali ini Dev mau menghabiskan uang papa!" pekik Deva.
Fahri tersenyum akan ucapan sang anak. "Habiskan saja nak sebanyak apapun. Kamu saja pernah menghabiskan uang papa satu miliar dalam hitungan jam tidak masalah bagi papa," ujar Fahri.
Fahri tidak masalah Deva mengguras dompetnya. Lagipula segala kekayaan dia memang diperuntukkan untuk sang buah hati tercinta. Dia banting tulang sampai sekarang hanya untuk Deva seorang.
Deva tipikal anak yang jarang jajan barang mewah. Jadi Fahri tidak masalah apabila sekali-kali Deva menghabiskan uang dia cukup banyak.
"Kok papa aneh?" heran Deva.
Fahri merangkul pundak sang anak tak lupa mencium puncak kepala sang anak. "Memang salah seorang ayah membahagiakan anaknya sendiri?" tanya Fahri kepada sang anak.
Deva menggelengkan kepalanya atas ucapan sang ayah. "Biasanya orangtua akan mengajarkan untuk tidak boros kepada anaknya tahu," ujar Deva.
Duda itu mengacak surai cokelat sang anak. Dia amat menyayangi putra tunggalnya. "Kamu jarang jajan barang mewah, jadi papa bebaskan kamu disini membeli apapun yang kamu mau," sahut Fahri.
"Makin sayang deh sama duda ganteng ini," ujar Deva.
Fahri menyentil kening sang anak dia tahu pasti Deva tidak main-main untuk menguras isi dompetnya. "Sana beli apapun, asal jangan hal-hal haram yang papa larang," ujar Fahri menyerahkan sebuah black card kepada sang anak.
Deva menerima tak lupa mencium pipi kanan sang ayah sebelum pergi. "I Love You My Superhero!" pekik Deva dari kejauhan.
Seolah kalap Deva membeli barang-barang yang dia lihat begitu saja. Tidak peduli mengenai harga yang tertera lagipula black card Fahri masih banyak jadi aman saja.
Duda yang menunggu sang anak memutuskan pergi ke salah satu restoran terdekat. Dia lumayan lapar juga menunggu anaknya membeli apa yang dia inginkan.
Fahri memanggil seorang pelayan untuk melihat menu yang tersedia. Sebelum masuk Fahri telah melihat label halal restoran dia tidak mau salah memilih restoran.
Pria itu memesan beberapa makanan dalam porsi besar dia tahu bahwa Deva pasti akan menyusul dia kesini. Sebagai antisipasi Fahri memesan makanan dalam porsi sedikit banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deva (END)
Teen FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Zyandru Bakrie Radeva cowok dingin yang sering disebut kulkas berjalan oleh teman-temannya menyimpan trauma berat tentang suatu kejadian di masa lalunya. Deva panggilan akrabny...