74

963 74 7
                                    

Sinar matahari mengusik tidur seorang pemuda. Tangan kanannya mengucek mata untuk memperjelas penglihatan yang sedikit kabur. Dia baru sadar ternyata tidur bersama sang ayah.

"Papa bangun!" pekik Deva menguncang tubuh sang ayah.

Namun sang ayah tidak terbangun sama sekali dari tidur. Deva mendekat kearah wajah sang ayah lantas mencium pipi kanan Fahri. Fahri membuka sebelah mata mendapatkan perlakuan tersebut dari sang ayah.

"Cium papa lagi dong nak," ujar Fahri dengan suara seraknya.

"Papa bau!" pekik Deva menolak permintaan sang ayah.

Fahri menarik tangan sang anak dan mencium brutal kedua pipi Deva. Deva memberontak tidak mau karena kumis tipis Fahri mulai tumbuh jadi membuatnya geli.

"Hahaha papa geli," tawa Deva.

Fahri berhenti mencium sang anak. Duda itu mendekap sang anak sangat erat. Sang anak menaruh kepalanya di pundak Fahri.

"Deva sayang papa," gumam Deva.

"Mau sarapan apa hari ini?" tanya Fahri mengelus rambut Deva.

Deva malah bersembunyi di dada bidang sang ayah. Fahri heran akan tindakan anaknya ini.

Pria dewasa itu melepaskan pelukan sang anak. Deva tidak mau dia malah semakin memeluk Fahri sangat erat tidak mau jauh.

"Dev males sama orang yang jahatin papa," gumam Deva.

"Kenapa males?" tanya Fahri.

"Mereka hanya orang iri terhadap pencapaian papa. Padahal dulu saat papa susah mereka tidak mau mendekat," gumam Deva.

"Setiap manusia memang egois nak. Makanya kamu perlu memperhatikan lebih detail mengenai itu semua," ujar Fahri.

"Badan papa sedikit hangat!" kaget Deva.

"Pantas saja terasa sedikit berbeda," ujar Fahri.

Dengan cepat Deva melepaskan pelukan dari sang ayah. Fahri sedikit tersenyum melihat tingkah anaknya. Fahri tahu bahwa Deva pasti sangat khawatir mengenai kesehatan dirinya.

Tak lama Deva kembali dengan sebuah lap dan sebuah mangkok. Deva mencelupkan lap tersebut ke mangkok dan menempelkannya di kening Fahri.

"Papa jangan tinggalin Dev," sedih Deva.

Air mata turun dari kedua kelopak mata Deva. Pemuda tujuh belas tahun itu semakin menangis. Fahri yang tidak tega memeluk tubuh sang anak untuk menenangkan anaknya.

"Sst papa demam saja ok," ujar Fahri mengelus punggung Deva lembut.

"Dev takut papa pergi," tangis Deva.

Tubuh Deva bergetar air mata tidak hentinya turun dari matanya. Dia takut kehilangan sosok orangtua kembali.

Kehilangan bagi Deva sangat menyakitkan makanya sejak kematian sang ibu sikap Deva sangat berlebihan terhadap Fahri mengenai kesehatan. Sosok pemuda itu sangat takut untuk kehilangan kembali.

"Sayangnya papa," ujar Fahri menenangkan anaknya.

Suara isakan terdengar jelas di telinga Fahri. Deva terus menangis tidak berhenti sama sekali dia memang cengeng karena ketakutan berlebihannya.

"Papa jangan pergi. Dev takut sendiri," tangis Deva.

Wajah Deva memerah akibat menangis tanpa henti. Fahri melepaskan pelukan Deva dengan cepat dia menangkup wajah sang anak.

"Jagoan papa Fahri. Jangan menangis ok. Papa hanya sedikit kelelahan besok akan sembuh," ujar Fahri menghapus air mata sang anak.

Fahri bahkan mengelap ingus sang anak menggunakan tangan tanpa jijik sama sekali. Pria itu menghapus air mata Deva yang tetap menetas. Dia menjawil hidung mancung sang anak yang memerah.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang