Rumah sakit umum daerah Bayu Asih Purwakarta tujuan Deva saat ini. Deva menanyakan tentang keberadaan Fahri kepada Ali ayahnya Irsyad. Tidak membuang waktu lama Deva langsung mengendarai motor dengan kecepatan maksimal.
Satu jam kemudian Deva tiba di rumah sakit. Deva melepaskan helm dan langsung berlari tidak peduli tentang motornya sama sekali. Pikiran Deva terfokus kepada Fahri, dia menuju resepsionis untuk mengecek apakah benar Fahri berada disini.
Mata Deva bengkak sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit. Kedatangan Deva ternyata menarik perhatian staff rumah sakit. Deva tidak peduli sama sekali tentang itu.
"Mahendra Sabil Al Fahri berada disini?" tanya Deva.
"Maaf maksud mas apa ya?" bingung resepsionis.
"Begini teh ruangan Pak Mahendra dimana ya?" tanya Irsyad tiba-tiba datang.
Deva mengelus dadanya karena mendengar suara Irsyad. Irsyad malah nyengir tanpa dosa melihat Deva kaget karena ulah dia.
"Pak Mahendra berada di ruangan ICU," jawab resepsionis.
Deva meninggalkan meja resepsionis begitu saja tanpa mengucapkan kata terimakasih sama sekali. Deva mencoba tenang walaupun sulit ketakutan dia mulai mendominasi dirinya.
"Papa tidak boleh pergi," batin Deva kalut.
"Hey Dev tenanglah," ucap Irsyad.
"Setan," ucap Deva.
"Oi gua anak bontot yang ganteng ya bukan setan!" kesal Irsyad.
"Terserah," acuh Deva.
Mereka berdua melanjutkan jalan menuju ruangan ICU. Cukup jauh letak ruangan ICU dan sepanjang jalan Irsyad bisa melihat wajah Deva semakin pucat. Irsyad khawatir Deva akan terpuruk seperti saat kematian ibunya. Di depan ruangan ICU sudah ada Ali dan Roy mereka tampak terdiam saat ada sosok Deva datang.
"Dev!" kaget Roy.
Deva diam saja dan malah duduk di depan ruangan ICU sambil memeluk kedua lututnya. Irsyad menarik tangan Deva agar berdiri namun Deva melepaskannya.
Roy mendekat memaksa Deva berdiri tapi tidak ada respon dari Deva. Deva fokus menatap ruangan ICU.
"Deva kita duduk saja di kursi," bujuk Roy.
"Aku tidak mau kehilangan papa," lirih Deva.
"Fahri akan bertahan dia orang yang sangat kuat. Kamu harus yakin papamu akan berhasil melewati ini semua Dev," ujar Roy.
"Om bohong," lirih Deva.
"Om selalu menepati janji," ucap Roy.
"Saat mama tertembak waktu itu. Kata om mama akan selamat ternyata dia pergi bersama adikku," lirih Deva.
Roy tidak bisa berkata apapun lagi. Roy memutuskan duduk saja membiarkan Deva menatap dalam diam ruangan ICU.
"Trauma mengenai kematian Bella sangat membekas di ingatanmu Dev," batin Roy menatap keponakan dia.
"Lu makan belum Dev?" tanya Irsyad.
"Ekhem dek bahasamu," nasihat Ali.
"Hehehe maaf ayah aku khilaf," ucap Irsyad diiringi tawanya.
"Kalian berdua makan siang saja. Masalah Fahri ada aku dan bang Roy disini," ujar Ali.
"Papa," lirih Deva.
"Dev makan yuk!" ajak Irsyad.
Mata Deva tidak berpaling sama sekali dari ruangan ICU. Kedua tangan Deva bergetar dan dia menekannya dengan mengepalkan tangan sangat kuat. Roy merasa aneh dengan gerak-gerik Deva jadi dia mendekat kearah Deva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deva (END)
Teen FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Zyandru Bakrie Radeva cowok dingin yang sering disebut kulkas berjalan oleh teman-temannya menyimpan trauma berat tentang suatu kejadian di masa lalunya. Deva panggilan akrabny...