41

1.1K 107 130
                                    

Pemuda yang baru saja selesai salat isya sekarang tengah duduk diatas kasurnya sambil membaca Al-Qur'an sangat khusyuk. Pintu kamarnya yang terbuka tidak membuat teralihkan sama sekali. Itu sosok ayahnya yang memperhatikan sang anak fokus membaca Al-Qur'an

Lantunan ayat suci Al-Qur'an terdengar merdu bagi yang mendengarkannya. Sang ayah yang sejak tadi disana hanya diam tidak mengganggu anaknya.

"Aku berharap Deva tidak membenci ibunya. Bella hingga sekarang belum ada tanda-tanda mengingat semuanya," batin Fahri.

Fahri tahu kenyataan pahit mengenai Bella yang merupakan ibu dari anaknya yang hilang ingatan mengguncang sedikit psikis Deva. Fahri sering melihat Deva menangis dalam tidurnya bahkan mengingau tentang ibunya. Fahri hanya bisa menenangkan sang anak untuk kembali tidur dengan nyenyak.

"Eh papa?!" kaget Deva yang baru saja selesai membaca Al-Qur'an.

"Suaramu semakin merdu saja," puji Fahri.

"Dev mau ke taman bunga," ujar Deva.

"Taman bunga?" beo Fahri.

"Iya, tadi sebelum baca Al-Qur'an Dev lihat di google mengenai wisata disini apa saja," ujar Deva.

"Hanya kesana saja?" tanya Fahri.

"Yah kan Dev penasaran gitu. Taman bunga disini pasti bagus banget," ujar Deva.

"Sebenarnya besok papa ada meeting dengan klien," ujar Fahri.

"Pah!" rengek Deva.

"Ayolah Dev kali ini saja ya," Bujuk Fahri.

"Tahu ah! Papa tidak sayang sama Deva lagi!" kesal Deva.

Deva menaruh Al-Qur'an diatas meja kecil di dekat lampu tidurnya lantas langsung tidur begitu saja. Fahri menghela nafas mendapatkan respon dari sang anak. Salahnya juga terlalu memanjakan Deva sejak kehilangan ibunya.

Fahri memutuskan keluar dari kamar anaknya membiarkan Deva beristirahat. Deva yang sepenuhnya belum tertidur menatap dalam diam kepergian ayahnya.

"Papa tumben tidak membujukku?" heran Deva.

Deva melepaskan baju koko dan juga sarung yang dia pakai begitu saja. Hanya menyisakan celana pendek berwarna putih saja. Bagian tubuh atas Deva tidak memakai baju kaos sama sekali.

Dia pergi ke kamar sang ayah. Pemuda itu mengetuk satu kali sambil mengucapkan salam tak lama dia diperbolehkan masuk.

"Papa kira masih marah," ujar Fahri.

"Tidak baik marah lama-lama. Papa saja kalau marah sebentar terus tidak lama tersenyum lagi," ujar Deva.

"Lu mau cemilan gak?" tanya Fahri kepada anaknya.

"Gua mah dibuatin sama lu, akan gua terima sangat ikhlas sumpah," ujar Deva.

"Terus lu kenapa pamer perut gitu?" tanya Fahri melihat Deva tidak memakai baju.

"Minta beli baju baru," ujar Deva.

"Banyak mau lu," kesal Fahri.

"Papa ganteng deh," rayu Deva.

"Geli gua," sahut Fahri menatap sang anak jijik.

Deva mendekat kearah sang ayah lantas mencium pipi kanan dan kiri sang ayah berulangkali. Fahri terkekeh akan perbuatan sang anak. Deva memang begitu pasti ada maunya yang harus dituruti.

"Ayo bikin cemilan sama beli baju baru," rengek Deva.

Pria paruh baya yang umurnya hampir genap satu abad tersenyum melihat interaksi ayah dan anak. Dia berniat untuk berbicara suatu hal kepada cucunya Fahri, namun malah melihat cicitnya tengah berbicara dengan Fahri.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang