57

1K 105 75
                                    

Setiap manusia memiliki batas sabarnya masing-masing. Begitupula dengan sosok duda anak satu ini. Dia tengah menahan emosi karena dihadapannya ada kedua sosok yang telah membuat sang putra terluka.

Entah angin darimana pasangan suami istri tidak tahu diri itu datang ke kantornya. Bahkan tanpa henti mereka menatap kagum interior ruangan Fahri.

"Untuk apa kalian kesini?" tanya Fahri tanpa berbasa-basi.

"Aku hanya menuntut mengenai pembagian harta pasca perceraian," ujar Bella santai.

"Kau bilang pembagian harta?" heran Fahri.

"Kan Bella mantan istrimu. Otomatis dia memiliki hak mengenai hartamu juga," ujar Riki.

Pemilik perusahaan yang telah berdiri sepuluh tahun itu menghela nafas kasar. Dia tidak habis pikir akan pemikiran mantan istri yang sayangnya dulu dia cintai melebihi apapun.

Fahri telah mengajukan perceraian setelah Bella diketahui masih hidup. Pria itu tahu bahwa Bella telah menikah, padahal mereka masih terikat pernikahan.

Alasan Bella amnesia masih dimaklumi oleh Fahri. Tapi sejak pengakuan anaknya mengenai perlakuan kasar Bella, dia jadi membenci mantan istrinya itu.

"Harta apa yang perlu kubagi padamu?" tanya Fahri mencoba sabar.

"Semuanya termasuk perusahaanmu," ucap Bella tanpa beban.

"Aku bisa memberikan dua unit apartemen kepadamu.

"Mengenai perusahaan itu hak milik putraku.

"Kau tidak berhak mengambilnya sepersen pun," ujar Fahri datar.

"Perusahaan ini atas hasil patungan tabungan kita berdua!" protes Bella tidak menerima keputusan Fahri.

"Aku tidak menggunakan uangmu sama sekali. Aku memakai seluruh tabunganku untuk membangun perusahaan ini sendirian," jawab Fahri.

"Ck kau tidak adil!" kesal Bella.

"Bella namamu sangat bagus tapi tidak sejalan dengan perilakumu. Pengadilan pasti tahu apa yang terbaik untuk putraku," ujar Fahri.

"Lihat saja aku akan mengambil seluruh hartamu!" ancam Bella.

"Aku tidak takut." Fahri memberi kode kepada kedua bodyguard nya untuk mengusir kedua orang di depannya. "Bawa mereka keluar dari ruanganku, dan katakan pada resepsionis bahwa setiap tamu yang masuk ingin bertemu denganku harus atas seizin dariku. Kalau mereka ragu lebih baik telepon aku saja," perintah Fahri dengan nada suara datar.

Mereka menjalankan perintah Fahri. Lagipula Fahri jarang semena-mena dalam mengambil keputusan. Dia tipikal pemimpin yang adil di setiap keputusan.

Berbeda lagi dengan suasana di sebuah jalan. Ada beberapa anak remaja yang terlihat asyik merokok diatas motor sport masing-masing. Satu diantaranya tidak merokok dikarenakan masih sangat kecil.

"Lu kelihatan beda banget kulkas dari bulan lalu," ujar Sandy yang memperhatikan gerak-gerik Deva.

"Betah lu tinggal bareng nyokap?" tanya Rian.

"Begitulah," ujar Deva.

"Lu tidak perlu khawatir mengenai apapun. Gua yakin bokap lu bisa mengatasi itu semua," ujar Hamiz menepuk pundak Deva.

"Iya," ujar Deva.

"Di rumah nyokap gimana tuh?" tanya Irsyad penasaran.

"Biasa," jawab Deva.

"Gua denger lu punya adek tiri. Itu benar, Dev?" tanya Sandy.

"Benar," sahut Deva.

"Cewek atau cowok?" tanya Leo ikut nimbrung.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang