24. Ancaman

1.9K 80 3
                                    



Setelah dari ruangan Dokter Santi. Hanna segera beranjak ke Mess untuk mempersiapkan barang barang, walaupun dua hari lagi, sebaiknya ia siapkan yang susah untuk di bereskan

Baru membuka pintu saja terlihat Laras sudah sibuk membereskan barang barang nya

"Gercep banget" celetuk Hanna yang lalu membuka lemari miliknya

"Barang gue banyak, takutnya gak sempet buat besok"

Keduanya sunyi membereskan baju baju dan peralatan mereka

"Han?"

"Hmm?"

"Setelah ini kita ketemu lagi gak ya?"

Hanna membalikkan badan nya untuk melihat Laras

"Kita sama sama tinggal di Bandung kan?"

Laras memajukan bibir bawahnya "Iya sih. Tapi—"

grebb

"Makasih ya ras udah mau nemenin gue disini"

Laras membalas pelukan Hanna "Makasih juga Han udah sabar ngadepin bawelnya gue"

"Gak nyangka gue, lo bisa meluk gue Han hehe"

Reflek Hanna melepaskan pelukannya dan menatap sinis Laras

"Udah sana beresin lagi barang barang lo "

Keduanya kembali sibuk membereskan barang masing masing

Lain dengan Zeka, Mayor Argan dan Letkol. Adjie yang sedang menghadapi situasi tegang. Mereka menunggu panggilan yang akan datang dari pemimpin pemberontak di Pulau Mandar

Zeka menyatukan kedua tangannya sambil menunduk menunggu panggilan itu

Mayor Argan yang duduk santai sambil bersender di sofa, yang sesekali memperhatikan Zeka

Dan Letkol. Adjie yang sedang memainkan komputer nya di meja miliknya

tringg

Mata Zeka dan Mayor Argan bertemu. Biarpun kadang dirinya sering menentang, Zeka membiarkan Mayor Argan untuk mengangkat telponnya

Letkol. Adjie pun menghentikan jarinya di atas keyboard, dan memperhatikan Mayor Argan

Entah apa yang di bicarakan pemberontak itu, tapi Mayor Argan segera memberikan telepon kabel itu kepada Zeka

Zeka mengeraskan rahangnya sambil menatap Mayor Argan di depannya, Zeka meletakkan telepon itu telinganya. Ia sama sekali tidak mengeluarkan suaranya sebelum di seberang sana berbicara terlebih dahulu

Mayor Argan mengetukkan jari jemarinya di pahanya sambil menunggu juga

"Kapten?"

Terdengar suara tertawa kecil dari seberang sana, tapi Zeka juga belum menanggapi

"Kapten pikir bisa membuat kami terpojok disini?"

"Saya pikir bisa"

"Ck. Anda pikir saya tidak bisa berbuat lebih dari ini?"

"Hmm saya pikir tidak bisa. Coba saja"

"Hanna Paramastri?"

Genggaman nya terhadap telepon itu mengeras, telepon itu hampir saja remuk

"Kenapa diam kapten? Calon istri atau—"

"Kamu pikir jika kamu sebut nama itu saya akan bagaimana?" potong Zeka dengan nada remeh

"Kita lihat bagaimana nya nanti kapten"

tutt

brakk

KOPASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang