Tak Akan Menyerah

688 18 0
                                    

Hari demi hari, keadaan Mentari semakin membaik meski masih dibantu kursi roda namun ingatannya belum kembali.

Kini Mentari bersama orangtuanya sedang sarapan di meja makan.

"Tari... Coba dong kamu jangan cuekin Rio kalau dia dateng kesini". Ucap tuan Gusti.

"Aku harus apa pah, aku juga gak kenal dia. Asing aja gitu rasanya". Balas Mentari seraya memakan nasi goreng.

"Gimana gak asing, kamunya gak welcome ke Rio. Giliran Ervin kamu sumringah banget. Kasihan sayang nak Rio, yang selalu ada buat kamu". Nyonya Yunike menimpali.

"Mah, kepala aku pusing kalau bahas si Rio Rio itu. Aku gak kenal sama dia". Ucap Mentari bersikeras.

Tuan Gusti dan nyonya Yunike hanya menghela napasnya saja. Setiap hari berdebat membujuk Mentari agar tidak acuh ke Rio, tetap saja Mentari selalu bilang pusing jika memaksakan ingat Rio.

Siang ini Rio setiap istirahat jam kerja, selalu menyempatkan diri untuk datang ke kediaman keluarga Yunardi. Sekedar bertemu atau bahkan melihat aktivitas Mentari saja, Rio pun sudah di izinkan bebas keluar masuk di rumah orangtuanya Mentari.

Mentari sedang berada di pinggir kolam terduduk di kursi roda. Tiba-tiba Rio datang dan duduk di lantai samping Mentari.

"Ngelamun aja, bosen ya kamu di rumah terus". Ucap Rio tiba-tiba.

Mentari pun menoleh, dan menatap dingin Rio. Lalu Rio mengambil tote bag yang ia bawa, berisikan kotak pink yang di dalamnya terdapat sandwich cheese.

"Nih buat kamu, tadi pagi aku gak sempet anter kesini. Jadi baru sempet sekarang deh". Ucap Rio seraya tersenyum.

Mentari pun menatap kotak pink tersebut,
"Ini apaan??". Tanya Mentari heran.

"Sandwich cheese, dulu setiap pagi aku sering bawain kamu sarapan sandwich cheese yang aku buat sendiri". Jelas Rio menatap penuh cinta ke Mentari.

Mentari pun menatap bingung Rio, ia pun meraih kotak bekal berwarna pink tersebut.

"Makasih, tapi Anda jangan sok akrab. Saya gak kenal Anda". Ucap Mentari seraya membuka kotak bekal tersebut.

"Kalau gitu kita kenalan deh, biar akrab. Kenalin aku Rio, kamu siapa??". Tanya Rio seraya mengulurkan tangan.

Bukannya membalas uluran tangan Rio, Mentari malah memegangi kepalanya.

"Aduh... Kepala saya pusing". Ucap Mentari sambil meringis.

Rio pun panik dan memanggil nyonya Yunike. Lagi-lagi Rio merasa bersalah karena terlalu memaksakan diri agar Mentari mengingat sedikit tentang dirinya.

"Tante... Tolong...". Teriak Rio panik memanggil nyonya Yunike.

Tak lama mamahnya Mentari pun datang dan menghampiri Mentari dan Rio.

"Ada apa nak, Tari sayang kamu kenapa?? Pusing ya". Ucap nyonya Yunike pun panik.

"Mah orang itu buat kepala aku pusing, suruh dia pergi dari sini...". Teriak Mentari menunjuk Rio.

Degh... Rio pun membeku, seburuk inikah kehadirannya untuk Mentari.

"Nak Rio maafin Tari, tapi tante harus urus Tari dulu agar pusingnya reda". Ucap nyonya Yunike.

"Iya tante, saya yang harusnya minta maaf, bukan maksud saya buat Mentari pusing. Kalau gitu saya permisi tante". Pamit Rio merasa sedih dengan keadaan Mentari.

Bukan maksudnya menyakiti Mentari, tapi setiap kali Rio berupaya mengembalikan ingatan Mentari dengan momen-momen kecil antara mereka tapi selalu dapat penolakan seperti pusingnya kepala Mentari. Membuat Rio frustasi tapi tak ingin menyerah begitu saja.

My Possessive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang