Kethra merasakan kakinya seperti dimasukkan dalam mesin pemutar, benar-benar tak berdaya. Suara jantung berdentam-dentam di telinganya, bersamaan dengan pikirannya yang menjerit dan mendadak macet. Dia seperti dilempar dalam keheningan tak bertepi, hanya ada dirinya dan Erik Graylock. Tak ada tempatnya untuk berpijak, tak ada oksigen yang mampu mengisi paru-parunya yang menggedor-gedor panik, membiarkan tenggorokan tercekat seperti dicekik cakar monster. Garis-garis waktu memudar di sekitar mereka, meninggalkan ruang kehampaan yang memantulkan segala suara di dalamnya.
Kethra berusaha meraup oksigen, tapi dewa seperti mengejeknya. Di dalam kehampaan di mana tak ada apa-apa selain mereka, kakinya tercabik-cabik. Namun karena tak ada tempat berpijak, kakinya mengambang dengan penuh penyiksaan. Berharap menemukan tumpuan, berharap dirangkul oleh kehangatan dan penyembuhan. Yang dirasakannya hanya dingin dan kesakitan, membiarkan tubuhnya menggigil, nyeri, dan panas secara bersamaan.
Setelah meraih suara dengan susah payah, dia berkata, "Erik Graylock? Apa Anda tak bercanda?"
Pria itu, yang memiliki mata sama persis dengan dirinya dan rambut yang hanya lebih terang sedikit, bergidik pada pedang yang menekan lehernya. "Tidak ada alasan bagi saya untuk berbohong." Dia mengulurkan tangan, berniat menyingkirkan pedang, tapi mengundang desisan dari Luther.
"Dasar bodoh. Apa kau tak tahu kondisi saat ini? Seharusnya kau tak menunjukkan wajahmu di depan Nonaku."
Kethra tak pernah melihat Luther semarah itu sebelumnya. Luther bahkan melupakan tata krama, seenaknya memanggil Erik bodoh dan berbicara secara infotmal. Muka Luther dan Rae sudah sangat merah, mata mereka menyipit tajam dan urat-urat di leher mereka nampak jelas di bawah kulit putih yang belang karena sering berada di bawah cahaya matahari. Kethra harus mengendalikan situasi jika tak mau kedua ksatrianya mengamuk.
Namun, dia saja tak bisa mengendalikan gejolak emosinya.
"Yah, saya mendengarnya. Dan bisakah Anda lebih sopan? Saya tahu jika saya hanya mantan bangsawan, tapi itu bukan berarti Anda dapat berbicara seenaknya pada saya," jawab Erik dingin. Sama seperti yang dijelaskan Weiss, Erik Graylock adalah sosok sedingin kutub. Ekspresinya tenang di bawah tekanan pedang dan irisnya terkunci pada Kethra.
"Anda tahu posisi Anda di sini, Tuan. Jangan bertindak macam-macam." Viscount Jarvis menimpali, memungut keterkejutannya yang berceceran seperti puing bangunan. Ini akan menjadi gosip besar, pikirnya.
Aku harus memberi tahu ini pada yang lainnya, batin Baron Bryce yang selaras dengan Viscount. Namun sekarang yang terpenting adalah membela Kethra lebih dulu.
"Baiklah, saya akan menurut, tapi singkirkan benda ini. Saya berjanji takkan mendekat," putus Erik menyerah. Luther dan Rae memandang Kethra, menemukan sang nona mengangguk. Mereka pun memasukkan pedang kembali ke sarung, tapi tak melepaskan tangan dari sarung itu sendiri.
"Luther, berbicaralah lebih sopan. Kau tak mengenal Tuan Erik, jadi tak semestinya kau berbicara seperti itu," ucap Kethra, merasakan tenggorokannya tercekat saat mengucapkan nama Erik. "Maafkan saya," balas Luther setengah niat. Dalam otaknya sudah ada berbagai rencana jika Erik berani menyentuh majikannya.
"Kalau boleh tahu, kenapa Anda berada di Kekaisaran?" Mereka berbicara dengan jarak semeter, dipenuhi ketegangan dan kecanggungan. Para penyihir dan warga mengawasi mereka dalam diam, sangat terkejut dan tertarik. Sebagian besar dari mereka mengenal siapa itu Erik Graylock, nama pria itu sudah tersebar ke mana-mana. Jika ada yang bertanya, orang lain serta merta menjawab, 'itu adalah selingkuhan Duchess Chandier.'
Rambut ikal sebahu Erik tampak sangat mulus dan terawat baik, kini tersibak pelan dan lengket di lehernya. "Saya ke sini untuk berkunjung ke keluarga jauh saya. Mereka mengundang saya untuk menghadiri pernikahan putri mereka, jadi saya mesti datang. Tapi siapa sangka kalau ada insiden tsunami yang memaksa saya untuk tetap di sini sampai waktu yang tak ditentukan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/329875587-288-k130398.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Who the Real Villain? [2]
Fantasy-Sang Penyihir atau sang Putra Mahkota- Kethra telah mengumpulkan sekutu yang cukup untuk masa depannya yang tenang saat monster menghancurkan Kekaisaran. Dia berniat jauh-jauh dari kekacauan, tidak mencemplungkan diri dalam bahaya. Namun, tampaknya...