S.S-When They Became Friends

108 18 5
                                    

~Selamat menikmati~
❍❍❍

Ini adalah di mana Kethra masih berusia lima tahun. Anak kecil manis yang sangat imut itu menjadi bahan rebutan para nyonya bangsawan. Saat Duchess membawanya ke acara-acara, mereka pasti berebut untuk menggendong dan menciumnya.

Siapa yang tak tahan dengan keimutan itu?

Pipi tembam yang tampak sangat penuh, berwarna merah alami, mata bulat yang memiliki netra sunset, hidung pesek yang tenggelam di antara pipi, bibir mungil yang amat menggemaskan entah saat tertawa ataupun merengut, tubuh gemuk, dan kaki pendek yang dapat berjalan seperti kelinci dan kucing.

Ada bunyi tuing tuing. Pokoknya sangat lucu.

Oh, para nyonya jatuh hati padanya dalam sekali lihat. Mereka ingin menjadikannya menantu. Duchess sampai kewalahan menghadapi mereka, kalau saja Duke dan Warren tak membantu.

Mereka semua tak tahu, kalau anak semenggemaskan itu akan menjadi sosok yang sangat dingin dan tak tersentuh. Penguasa pergaulan bangsawan yang dapat siapapun gemetar di bawah tatapannya.

Rasanya mustahil, tapi memang begitulah jadinya.

Hari itu adalah pertengahan musim gugur, di mana Kethra kecil mengunjungi istana bersama Duchess atas undangan Ratu. Kethra bosan karena pembicaraan orang dewasa di hadapannya, alhasil dia mengerucutkan bibir dan mulai bergerak tak nyaman di kursi.

Jujur saja dia ingin merengek karena saking bosannya. Kalau begini, mending dia ikut Warren saja bertemu temannya. Setidaknya, mereka tak memiliki perbedaan usia yang jauh. Lagipula, teman Warren itu punya banyak mainan menarik.

"Di mana Putra Mahkota, Yang Mulia?" Duchess Daisy bertanya, sembari menyeruput teh madu. Hidangan di meja mereka beragam, tapi sebagian besar sudah digasak oleh Kethra. Anak itu benar-benar doyan makan.

"Entahlah, dia tak ikut sarapan tadi pagi. Mungkin anak itu malas saja harus mengendarai kereta kuda dari istananya ke istana utama," canda Ratu. Max terkadang memang pemalas, bahkan untuk sekadar bangun dari tempat tidur. Namun, dia genius. Semua orang mengetahuinya. Anak itu menguasai pelajaran lima tahun di atasnya dengan mudah. Dia bahkan bisa menulis sejak usia empat tahun, padahal biasanya anak-anak bisa menulis saat usia delapan tahun.

Ratu mengalihkan pandang, menemukan Kethra telah tenggelam di kursinya. Badan kecilnya bahkan tak sampai memakan setengah dari kursi tersebut.

"Oh, Kethra, kau kenapa?" Ratu mengusap pipi si anak, diam-diam berharap bisa mencubitnya. Namun, Ratu tahu tempat. Dan dari ekspresi Kethra, dia tampak siap menangis kalau mendadak dicubit atau dicium.

"Yang Mulia ... saya bosan. Ibu, aku mau keluar!"

Ratu ingin tertawa karena muka terlipat Kethra. Alih-alih menyeramkan, itu malah teramat menggemaskan.

Meskipun Kethra berusia lima tahun, tapi wajahnya seperti anak tiga tahunan. Turunan Daisy. Tidak heran sampai dewasa pun wajahnya lebih muda dibanding usia asli.

"Oh, mau Ibu temani?" Duchess membersihkan remahan kukis di sekitar mulut Kethra. Si anak menggeleng, dia tak mau mengganggu pembicaraan mereka. Kalau Ibu menemaninya, lantas bagaimana dengan Ratu?

Dia memang masih kecil, tapi dia paham mereka tengah membicarakan hal serius. Kalau tak salah dengar sih, tentang hubungan perdagangan Kekaisaran dengan Clemanel.

"Aku akan pergi dengan Bibi." Kethra melompat dari kursi, membungkuk sekenanya pada Ratu. Dia belum diajari tata krama, cuma mengikuti kebiasaan Duke dan Duchess kalau bertemu dengan keluarga Kaisar.

Who the Real Villain? [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang