Uhuk, uhuk!
Kethra berhasil membebaskan diri dari jambakan Max, tapi ramuan entah-apa telah meluncur ke kerongkongannya dengan mulus. Meninggalkan rasa di lidah yang seperti sampah. Mulutnya bau dan perih, tapi dibanding semua itu, dadanya terasa sangat sakit. Seperti ada sesuatu yang merobek-robeknya dari dalam, seolah ramuan itu dapat melelehkan.
Kethra tak punya waktu berpikir, sakit luar biasa yang menghantamnya lebih penting. Max berdiri menjulang di depannya dengan senyuman di bibir. Botol ramuan pecah karena Kethra menyenggolnya tadi. James menghela napas lega, tapi itu langsung terhenti karena cekalan ekor ular melilit badannya.
Weiss telah mengalihkan perhatiannya dari Oliver. Sang Naga berlumuran darah di pojok sana, memuntahkan segumpal racun dengan susah payah. Weiss sama kacaunya. Darahnya dan darah Oliver menyatu, tak bisa dibedakan sama sekali. Yang Weiss tahu hanyalah darah di tangannya saat ini adalah darah yang terciprat dari leher Oliver. Saat ia menancapkan taring beracun di sana, mengikis kulit sang Naga, nyaris memotong kepalanya menjadi dua, kalau saja tak ada Bayangan yang mengacau.
Weiss menempatkan racun ular di mulut dan leher Oliver, jumlahnya cukup untuk membuat orang lain lumpuh berminggu-minggu, kehilangan akal, dan mati. Namun, Weiss tak terlalu berharap. Musuhnya adalah Naga. Racunnya mungkin hanya bekerja selama beberapa hari, tapi ia tak bisa memberikan semua. Racunnya sudah banyak berkurang sekarang.
Weiss menarik James ke bawah, sang Necromencer memunculkan selusin pisau sihir lantas ditancapkan di ekornya. Weiss cuma tersenyum kala pisau-pisau itu tak bisa menembus kulitnya.
"Kau membutuhkan ribuan pisau, Necromencer." Sisik Ouroboros sangat kebal, membutuhkan usaha sangat keras untuk menembusnya. Selusin pisau hanya membuat geli. Oleh karena itu, tak ada yang bisa membunuh Ouroboros sejak lama. Karena menggunakan racun maupun senjata takkan mempan membunuh mereka. Baik dari dalam maupun luar.
"Kalau begitu, akan kulakukan." Pentagram terbentuk, bercahaya hitam dan sangat besar. Weiss mendesis, banyak sekali pisau yang melesat darisana. Seperti hujan meteor, bersiap menumpahkan lebih banyak darah Weiss.
Ia memang tak bisa diremehkan, pantas saja Atalya dan Morrigan ketakutan, batin Weiss. Pria itu mengetuk artefak di lehernya, seketika terbentuklah tameng. Ia melepas lilitan ekor, berlindung di balik tameng sembari menyusun rencana. Yang perlu ia lakukan adalah mengalihkan perhatian James, sehingga Kethra bisa menyelesaikan urusannya dengan Max.
Sama seperti sang Putra Mahkota yang menyuruh Bayangan tak boleh mencampuri urusannya dengan Kethra.
Di satu sisi, Max memeluk Kethra yang kesakitan. Sang Chandier tak sanggup meronta-ronta, tubuhnya terlalu lemah. Aroma marshmello dan hujan menguar dari badan Max, membungkus Kethra dengan ketenangan yang sama seperti saat mereka masih kecil dulu.
Max menaruh tangannya di pinggang Kethra, sementara tangan lainnya mengusap rambut gadis itu. "Ssstt, tarik napas, embuskan. Tenanglah."
"Apa yang Anda lakukan?" pekik Kethra, suaranya seperti cicilan tikus. Matanya memburam karena menahan tangis, berharap mati-matian sakit yang menggeronggoti dada saat ini segera menghilang. Jiwanya seperti dirobek-robek, dan dia tak punya kendali sama sekali untuk mengendalikan tubuh. Dia berusaha memanggil sihir, tapi berujung nihil. Menggerakkan tubuh saja tidak bisa, apalagi memanggil kekuatan. Artefak tak berkutik di tubuhnya, tak bisa berfungsi kalau pemakai saja tak dapat mengeluarkan sihir.
"Bukankah aku sudah bilang akan menjadikanmu milikku? Aku berjuang melakukan itu sekarang." Tubuh mereka yang saling mengapit membuat Kethra bergidik karena mengingat insiden di kamar. Kala Max mencicipi lehernya seolah-olah dia jalang.
![](https://img.wattpad.com/cover/329875587-288-k130398.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Who the Real Villain? [2]
Fantasy-Sang Penyihir atau sang Putra Mahkota- Kethra telah mengumpulkan sekutu yang cukup untuk masa depannya yang tenang saat monster menghancurkan Kekaisaran. Dia berniat jauh-jauh dari kekacauan, tidak mencemplungkan diri dalam bahaya. Namun, tampaknya...