Bab 31

99 16 0
                                    

"Ini terkesan terlalu mudah." Itulah reaksi Kethra setelah Payne dan Folca menyimpulkan hasil penyelidikan mereka. Dia duduk di kursi kerja dengan menopang dagu, matanya tertuju ke arloji kecil peninggalan Duchess Daisy.

"Kalian menyimpulkan kalau ruang baca Putra Mahkota adalah pintu masuk menuju ruang bawah tanah, dan kita menemukannya hanya dalam seminggu. Ini ... seharusnya tak semudah itu." Kethra tak mendongak untuk menatap mereka, para lelaki, yang berdiri di sekelilingnya dengan ekspresi kelelahan dan kegusaran. Terutama untuk Payne yang memimpin langsung penyelidikan, ia menghabiskan waktu dengan mempertaruhkan kepalanya.

Ia tak tahu seberapa kuat Bayangan Max, tapi ia sudah bertekad untuk mengorbankan apapun yang dimilikinya saat ini. Menyelinap di antara kata-kata Max bukanlah hal mudah, mereka harus bergerak selicin dan sesenyap mungkin. Tidak ada pembunuhan sejauh ini, karena mereka membungkam Bayangan dan menghapus ingatan mereka secepat mungkin.

Namun, meski Payne dilanda kelelahan luar biasa –– bahkan dengan tubuh sekuat Paus –– ia tak kesal saat Kethra tak menghargai usahanya dan malah berkata ini terlalu mudah. Payne diam-diam merindukan laut, itu adalah insting alami Paus. Ibu kota jauh dari laut, itulah yang membuatnya tersiksa. Tiap malam, ia mendengar laut memanggil untuk kembali. Laut merindukannya. Dan ia juga merindukannya.

Demi meredakan kerinduan akan laut dan keluarganya, Payne berendam di kolam selama berjam-jam. Meski tak bisa berubah menjadi Paus, itu sudah cukup. Setidaknya, ia masih ingat cara berenang. Ingat bagaimana air memeluknya dalam ketenangan dan kedamaian.

Hal yang sama pun terjadi pada Folca, ia merindukan hutan. Namun, selama ini, ia berhasil menahan kerinduan dan tak menggila saat bulan purnama. Kethra membiarkannya berubah menjadi serigala, hanya saat ia sendirian di dalam ruangan.

Weiss lebih mudah mengendalikan insting ularnya, tapi Payne tak punya urusan menanyakan hal itu.

Dan dibanding kelelahan, mereka sangat gusar. Vaeril telah melakukan apapun untuk mengundur pengetesan, tapi pada akhirnya itu akan dilakukan tiga hari lagi. Mereka hanya punya sesedikit itu untuk membebaskan Atalya dan Morrigan. Mereka tak bisa mengambil risiko dengan menyelamatkan kedua putri itu setelah pengetesan, karena hasil tes dapat mengubah segala-galanya.

Selain itu, mereka masih tak tahu ramuan apa yang disiapkan Sri Paus. Weiss telah menyuruh anak buahnya untuk menyelidiki pendeta yang menemui Max malam itu, tapi pendeta itu dikabarkan mati. Bahkan sebelum mereka mendapatkan petunjuk.

Ramuan itu akan muncul saat pengetesan, tapi mereka tak tahu apa nama dan kegunaannya.

Mereka memandang nona Chandier, yang rambutnya dikepang sebagian sementara lainnya jatuh bebas di sisi wajah. Kethra tak menampakkan emosi apapun saat Vaeril memberitahu kapan tes dilakukan, itulah yang membuat mereka khawatir. Seharusnya Kethra merasa marah, gusar, seperti mereka. Namun, Kethra tetap seperti dinding es tak tersentuh. Dia mati-matian menjaga emosi, membangun dinding setebal mungkin. Tak membiarkan siapapun mengetahui perasaannya, bahkan saat bersama dengan mereka.

Jangan khawatirkan aku, aku pernah mengalami yang separah ini, batinnya. Kethra akrab dengan situasi seperti ini, jadi dia berusaha untuk tak menunjukkan emosi. Dia tak ingin kelihatan lemah. Dia harus bisa berdiri, entah dengan atau tanpa bantuan. Dia tak boleh terpuruk. Pasti masih ada harapan. Selagi semua belum hancur, mereka masih punya kesempatan untuk memperbaikinya.

Dinding pertahanan itu lebih tebal dibanding semua dinding yang dibangun Kethra selama ini, sehingga wajahnya terus sedingin es. Mereka tak bisa menebak apa yang dirasakannya, tapi mereka paham itu adalah cara Kethra untuk mempertahankan diri.

Weiss duduk di sandaran kursi Kethra. Yang lain memperhatikannya mengelus rambut Kethra seperti seorang kakak. Jika ada Warren, ia takkan berani berbuat begitu. Warren bakal lebih galak kalau ia berani menyentuh Kethra. Dan dia selalu memonitor setiap pergerakan Weiss seperti kamera pengawas.

Who the Real Villain? [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang