Mereka masuk ke dalam tabir, tak takut mengalami sensasi mual-mual seperti sebelumnya karena pikiran mereka tertuju pada hal lain sekarang. Lagipula lintasan portal tak separah sebelumnya. Panjangnya pun beberapa ratus meter.
"Kenapa bisa sampai begitu?" tanya Kethra. Saintess Apollo yang terlalu terkejut takkan bisa berkata apapun. Kepalanya berusaha mencerna informasi sebaik mungkin. Kethra yang cukup tenang, akhirnya mengambil alih.
"Apakah itu ulah kalian? Memindahkannya dari Korea ke Kekaisaran?"
Artemis melotot. "Tidak. Itu adalah takdir. Buat apa aku melakukannya? Asal kalian tahu, penjelajah waktu ada karena memang sudah takdir. Namun, Maxime adalah hal lain. Dia menjadi regresor karena kutukan."
"Begitu, ya. Kenapa dia diperlakukan seperti tadi?"
"Perhatikan dulu, baru aku akan menjawab."
Perhatikan yang Artemis maksud adalah Chung Hee yang kena marah seorang pria parobaya. Pria itu mencambuknya dengan sabuk. Punggung Chung Hee sudah babak belur, berwarna ungu gelap yang sangat menyedihkan. Luka-luka baru itu menimpa luka lama, tapi cukup mudah membedakannya. Yang lama jelas berwarna lebih gelap.
"Kau mencuri uangku?!"
Punggung Chung Hee bergetar. Dia tak dapat mendongak, kedua tangan menopang tubuhnya dengan susah payah. Kakinya sudah tak berfungsi baik sekarang, karena itu dipukul habis-habisan oleh orang-orang tadi. Untuk tiba ke rumah ini saja, dia menyeret kakinya. Lama-lama dia seperti orang pincang.
"Maaf, Ayah."
Berbeda dengan Chung Hee yang melawan orang-orang itu, dia tak dapat melawan ayahnya. Pria berjas mahal, memakai jam tangan bertakhta berlian, dan sepatu mengilap yang mengesankan tak ada setitik debu pun di sana.
Kethra memerhatikan sekitar. Mereka tengah berada di ruang yang cukup besar. Dindingnya berplester emas dan merah, lantainya pualam dan diselimuti karpet beledu. Lukisan dindingnya tampak tua dan mahal. Di atas semua itu, perabotan ruang ini sangat berkelas.
Ini seperti mansion Duke.
Ayah Chung Hee kaya raya.
"Dia mencuri uang ayahnya untuk diberikan ke penindas tadi? Tapi mengapa? Dia 'kan kaya raya, dia tak perlu mencuri uang ayahnya," bisik Kethra. Uang saku anak orang kaya raya bagaikan biaya hidup sepuluh tahun orang miskin, jadi mestinya tak ada alasan Chung Hee mencuri.
"Dasar anak tak tahu diri! Kau itu anak haram. Keberadaanmu tak diinginkan sama sekali! Ibumu ... jalang itu ... seharusnya dia membawamu saat dia meninggal!" Ayah Chung Hee menyabetkan sabuk lagi. Kethra menggeram, dia tahu betul rasanya itu. Dia bertanya-tanya bagaimana tubuh kecil nan kurus Chung Hee dapat bertahan. Anak itu tampaknya mengalami malnutrisi.
Kethra menutup telinga. Dia tak tahan mendengarnya. Tubuhnya gemetar, memutar kenangan itu. Artemis mendekat, membuat tabir di sekeliling Kethra sehingga gadis itu tak mendengar apapun lagi. Ia memegang bahu anaknya.
Saat ayah Chung Hee pergi, tabir pun dilepaskan. Mereka menatap Chung Hee yang kini terbaring di karpet, punggungnya berdarah, dan mukanya tak berbentuk lagi.
"Aku muak. Aku sangat muak. Andai aku tak terbuai dengan perjanjian Jung Hwa. Aku benar-benar bodoh. Mereka hanya memanfaatkanku. Bisa-bisanya aku membiarkan diriku dibodohi seperti itu." Chung Hee tertawa, suaranya serak. Dia menyebut dirinya bodoh berkali-kali.
"Ayo."
Artemis menggiring mereka pergi, melewati lorong-lorong panjang mewah dan pelayan-pelayan yang tak menyadari keberadaan mereka sama sekali.
Mereka berhenti di ruang yang terletak di belakang dapur. Ruang sempit itu sangat terpencil, berada di sebelah ruang penyimpanan kayu bakar. Artemis membuka pintu, menemukan perabot-perabot tua yang tampaknya tak pernah diganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who the Real Villain? [2]
Фэнтези-Sang Penyihir atau sang Putra Mahkota- Kethra telah mengumpulkan sekutu yang cukup untuk masa depannya yang tenang saat monster menghancurkan Kekaisaran. Dia berniat jauh-jauh dari kekacauan, tidak mencemplungkan diri dalam bahaya. Namun, tampaknya...