Kethra mengunci pintu kamar, berbalik pada rekan-rekannya yang duduk anteng tanpa bersuara di dekat perapian. Memandang bekas pembakaran di sana, berkelip kemerahan pada arang-arang dan kertas-kertas tak berguna. Meninggalkan jejak kehitaman pada pembatasnya. Kaki mereka terjulur, ditutup oleh sepatu yang memiliki beberapa belati lipat. Badan mereka yang tadinya merosot kini menjadi tegak begitu mendengar suara Kethra.
Atalya mengembuskan napas jengkel. "Hampir setengah jam, menatap perapian seolah itu hal paling menarik sedunia." Rambut Elf itu dikucir kuda, anting safir selaras dengan pakaian biru gelapnya yang terbuat dari satin. Kethra menyeringai geli, meskipun Atalya terdengar ketus, Elf itu memiliki binar kesenangan saat menatapnya. Sudah lama mereka tak bertemu.
"Kenapa tidak mengobrol?" tanyanya, meletakkan mantel di cantelan dan beralih mencari kemeja, celana, dan jaket di lemari.
"Jujur ya, kami sedang memikirkan masalahmu sampai tak sadar melamun," balas Morrigan. Ia masih sekecil yang Kethra ingat, tapi wibawanya meningkat seiring beban sebagai Putri Mahkota menimpa pundaknya. Kethra bertanya-tanya apakah ia masih menyukai Folca, karena rasanya mustahil serigala itu bakal peka kalau ia tak langsung bicara.
"Kenapa telat?" Grim memiliki rambut yang lebih panjang sekarang, tak berminat memangkasnya. Kethra hendak berkomentar rambut panjang tak cocok untuk Grim, tapi dia tak mau memperpanjang urusan.
Dia masuk ke kamar mandi, mengganti gaunnya dengan pakaian lelaki. "Permasalahannya makin rumit. Bangsawan meminta tes DNA. Kaisar tak setuju, tapi aku tahu betul cepat atau lambat tes itu akan dijalankan. Semua mendesaknya." Kethra berbicara dari balik kamar mandi, berdempetan dengan pintunya sehingga mereka bisa mendengar.
Atalya menggumankan sesuatu, sekilas terdengar kata anjing. "Kalau begitu kita harus bertindak cepat."
"Benar, jangan sampai mereka melakukan tes itu," timpal Grim. "Tes akan tetap dijalankan, aku sangat yakin, kita hanya harus mencari cara untuk menyerang balik Putra Mahkota. Serangan yang akan menjatuhkannya, sama seperti dia menjatuhkan Kethra," balas Morrigan.
Kethra melepas gaun yang nyatanya jauh lebih lama ketimbang memakai pakaian bercelananya. Kethra merasa longgar berkat tak ada korset, benda yang saat awal-awal terasa bakal membunuhnya.
"Itulah tujuan kita di sini, tapi itu tak menjamin hasil pengetesan."
Kethra keluar, mendapati mereka merapikan pakaian dan memastikan persenjataan. Mereka bukan mau bertempur, tapi tak ada salahnya memiliki banyak senjata. Siapa tahu ada pengganggu yang membuat mereka harus menghunuskan belati. Demi keringkasan, tak ada pedang, tapi itu sudah cukup. Mereka punya kekuatan masing-masing. Penyihir, Elf, vampir, dan paus. Cukup mematikan.
Morrigan mendekat. "Kethra, bagaimana kalau tes itu menunjukkan dirimu benar-benar putri Erik?" Raut kerisauan tergambar jelas di mukanya, sama seperti Atalya dan Grim. Mereka sejujurnya tak mau membahas ini, takut membuat Kethra tersinggung. Namun, mereka sangat penasaran.
Mereka saling bertukar kabar, sehingga tahu segala kondisi sesama. Saat pertama kali mendapat kabar ini, mereka dilanda kemarahan dan kebingungan. Kethra tak mencurahkan perasaannya saat menulis surat, tapi mereka mengerti apa yang dirasakan gadis itu. Atalya berpikir memenggal Erik diam-diam, tapi rencananya dibilang sinting oleh Kethra sendiri. Alhasil, ia cemberut, tapi menurut.
Mereka sangat mengkhawatirkan Kethra.
Gadis bersurai sekelam malam itu menggeleng. "Aku sangat percaya diri saat berkata pada Tuan Erik bahwa diriku tetaplah Chandier meski aku putrinya. Bahwa aku takkan mengakuinya. Tapi jujur, aku sendiri tak tahu. Jika semua ini benar, maka aku akan diusir dari mansion. Keberadaan anak haram sangat dikecam oleh Kekaisaran. Aku tak punya apa-apa lagi, menjadi gadis tanpa marga maupun keluarga. Aku cukup punya akal untuk tak menumpang keluarga Kerajaan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Who the Real Villain? [2]
Fantasía-Sang Penyihir atau sang Putra Mahkota- Kethra telah mengumpulkan sekutu yang cukup untuk masa depannya yang tenang saat monster menghancurkan Kekaisaran. Dia berniat jauh-jauh dari kekacauan, tidak mencemplungkan diri dalam bahaya. Namun, tampaknya...