Setelah melihat Rena pergi ke lantai atas dengan aman. Aku melihat ke arah kakiku yang untungnya hanya tergores sedikit. Kemudian aku pun membersihkan pecahan gelas tersebut. Aku tidak tahu saja, disinilah bahaya menerjang.
.
.
.
.
.
Saat aku sedang sibuk membersihkan dan memunguti pecahan gelas tersebut, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Karena itu sudah jam satu malam, aku pikir mungkin saja itu Ashtara yang baru pulang. Setelah suara pintu itu, tidak terdengar suara apa-apa lagi. Aku pun merasa heran hingga akhirnya aku berusaha memanggil.“Ash” panggilku. Namun tidak terdengar suara apa-pun.
“Ash? Udah pulang?” tanyaku lagi, tetapi tidak ada jawaban.
Aku mulai merasa aneh. Jangan-jangan itu bukan Ash. Bisa saja aku salah dengar.
“Halo Ash, itu Ash bukan?” tanyaku dengan suara yang bergetar sambil berusaha memanggil nama Ash mengingat kejadian horor di kampus tadi masih sedikit membuatku trauma. Aku mulai merinding tapi aku tetap memanggil nama Ash.
“Ash, it-”
Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, ada seseorang yang mendekat dan tiba-tiba aku ditarik oleh orang tersebut. Aku yang tadi masih dalam posisi membersihkan pecahan gelas, secara otomatis lenganku terluka karena ditarik tiba-tiba. Orang tersebut langsung membekap mulutku. Aku meronta-ronta meminta dilepaskan.
“Hmpp…hmmpp…”
Aku tidak bisa berbicara. Siapa ini. Apakah Ash. Nggak. Nggak mungkin. Ash mana pernah main-main kayak gini. Postur tubuhnya juga beda. Jangan-jangan pencuri. Tiba-tiba saja otakku membayangkan berbagai macam situasi negatif yang menyeramkan. Aku takut. Aku benar-benar takut. Tiba-tiba dadaku terasa sakit. Aku sulit bernapas. Di sela-sela aku berusaha melepaskan diri, tiba-tiba aku terbayang sesuatu. Muncul sekelibat bayangan dimana aku dapat melihat seseorang memegang pisau dengan tubuhku yang sudah berdarah-darah. Dalam bayangan tersebut juga, aku melihat ada seseorang lagi yang terbaring dengan darah yang berada di tubuhnya.
Aku semakin mengeleng-geleng dan meronta-ronta. Aku mulai menangis dan memikirkan hal yang tidak-tidak. Di rumah ini, selain aku, masih ada Rena. Bagaimana kalau ternyata nyawaku dan Rena dalam bahaya.
Tidak. Aku tidak mau berpikiran negatif. Aku nggak boleh nyerah dulu. Ada dua nyawa yang harus kujaga. Nyawaku dan nyawa Rena. Aku memutar otak apa yang bisa kulakukan. Aku yang sedari tadi sudah ketakutan duluan, tidak menyadari bahwa sejak tadi tanganku masih memegang pecahan beling bekas gelas yang pecah. Padahal tanganku sudah terluka dan berdarah, bisa-bisanya aku tidak sadar.
Di sela-sela diriku yang mulai kesulitan bernafas, aku pun mengarahkan pecahan beling tadi ke tangan orang yang membekapku. Ia pun segera melepaskan tangannya dan merintih kesakitan. Saat itu, aku tidak tinggal diam. Mumpung dia sedang lengah, aku mengarahkan dan melayang-layangkan pecahan gelas itu ke segala arah hingga akhirnya mengenai wajah orang tersebut.
Kupikir semua sudah selesai, ternyata tidak. Orang itu, sekarang aku bisa melihatnya sedikit lebih jelas. Badannya besar dengan pakaian hitam dan masker hitam, aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas tapi aku dapat melihat ada darah di wajahnya mungkin akibat pecahan gelas yang aku layangkan tadi.
Dia sepertinya sangat marah akibat luka di wajah yang disebabkan olehku. Aku segera berteriak dan ingin lari keluar. Namun, karena postur tubuhnya yang besar dan mungkin dia yang sudah terlatih dengan baik, ia berhasil menangkapku.
Ia menarikku dengan kasar, kemudian ia memukulku bertubi-tubi. Di perutku, wajah, punggung, semua tidak terlepas darinya. Ia berteriak marah.
“BANGSAT, CEWE KAYAK GINI AJA SOK BERANI NGELUKAIN WAJAH GUE. KALO BOS GAK NYURUH BAWA LO DALAM KEADAAN HIDUP UDAH GUE BUNUH. NGGAK ADEK NGGAK KAKAK SAMA AJA.” teriaknya tepat di depan wajahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Ashtara [END]
Teen Fiction[Belum Revisi] Ana ternyata benar-benar masuk ke dalam dunia novel yang ia pernah baca. Novel romantis yang menceritakan tentang perjalanan sang pemeran utama dan lika-liku kehidupannya. Sayangnya, bukan menjadi pemeran utama, ia malah menjadi figu...