"HIRANA, LO GILA?"
Ya Tuhan. Ini siapa lagi. Dateng-dateng marah-marah.
"Arfi, cukup. Itu adikmu baru aja sadar. Urusan itu kita bicarakan lagi nanti" ucap wanita yang sedari tadi ada di ruanganku.
"Adik??" aku menggumam, tetapi masih terdengar oleh orang-orang di sana.
"Hirana. Jangan bilang kamu juga lupa dengan Arfi. Arfi itu kakak kandungmu" ucap wanita yang sampai sekarang tidak kuketahui namanya.
Aku memiringkan sedikit kepalaku menandakan aku sedang bingung.
"Yaampun Hirana, kamu beneran tidak ingat?" Lanjut wanita itu.
Aku mengangguk. Aku hanya ingat orang-orang yang sering diceritakan di novel "I'm Yours". Aku memang tahu nama-nama tokohnya. Yang jadi masalah adalah aku tidak begitu tahu bagaimana bentuk wajahnya. Walaupun di dalam novel itu diceritakan ciri-ciri dan karakteristik dari para tokoh. Tetap saja sulit untuk mengenali mereka. Apalagi orang-orang yang jarang diceritakan seperti kakak dari Hirana dan wanita dihadapanku ini.
"Sebenarnya kalian itu siapa sih?" tanyaku. Aku memang ingat beberapa nama tokoh, tetapi jujur sekarang aku sedang blank banget. Nggak mau mikir. Pusing.
Raut wajah Arfi mengeras mendengar pertanyaanku. Ia terlihat kesal dan ingin sekali meluapkan amarahnya. Belum sempat ia membuka kembali suaranya. Wanita yang sedari tadi mendampingiku berbicara.
"Tahan emosimu Arfi. Hirana sedang mengalami amnesia. Ia tidak bisa mengingat banyak hal. Ia lupa ingatan. Jangankan kamu dan aku. Hirana bahkan melupakan Ash" jelasnya.
Arfi menatapku dengan tatapan marah.
"Bisa aja dia pura-pura" ucapnya.
"Nggak Arfi. Tadi dokter sendiri yang bilang seperti itu. Bahkan dari semenjak ia tersadar di ruang kesehatan. Hirana sudah berperilaku seperti ini. Lebih baik kamu menunggu Hirana di luar ruangan. Nanti ketika kondisinya sudah lebih baik, baru kita bicarakan lagi" ucap wanita itu.
"Buat apa saya nunggu dia, Bu Nina. Udah berapa orang yang mau dia bunuh. Saya nggak sudi tinggal berlama-lama di satu tempat yang sama dengan pembunuh" katanya, lalu berlalu pergi dari ruangan tersebut.
Wanita yang dipanggil Bu Nina itu menunjukkan raut yang tidak bisa aku jelaskan. Kemudian ia menatapku. "Hirana, kamu istirahat saja dulu, nanti ketika kamu udah diperbolehkan pulang, baru kita bahas mengenai masalah ini"
Dan begitulah aku pikir, setidaknya hidupku akan tenang sementara di rumah sakit ini. Tapi itu semua salah. Keesokan harinya, aku sendirian di ruang rawat tersebut, dokter dan perawat baru saja mengecek keadaan tubuhku. Aku pun bersantai-santai di atas kasur rumah sakit itu. Akan tetapi tak lama ketenangan yang aku dapat itu musnah. Ada seorang wanita yang menghampiriku sambil berteriak-teriak. Kemudian ia masuk ke kamarku dan tiba-tiba menjambak rambutku.
"LO GILA HIRANA. LO GILAAA. LO ORANG TERGILA YANG PERNAH GUE TEMUIN. SEBENCI-BENCINYA LO SAMA ORANG. LO NGGAK SEHARUSNYA BERNIAT BUAT MEMBUNUH ORANG" teriaknya sambil menarik rambutku sekencang mungkin.
"AAKHHHHH, Apaansiihh sakitt, lepasinn" teriakku sambil berusaha melepaskan jambakannya.
"MATI AJA LO. MATII. LO TEGA. SETEGA ITU. ITU MANUSIA. ITU UDAH MASUK PERCOBAAN PEMBUNUHAN" wanita dihadapanku ini masih terus berteriak tapi tak lama dia melepaskan tangannya dari rambutku. Tadinya aku ingin menjambaknya balik. Namun, belum sempat melakukan itu, ia lebih dulu beralih mencekik leherku.
"MATI LO MATI. UDAH BERAPA ORANG YANG HAMPIR MATI GARA-GARA LO. CUMA GARA-GARA OBSESI LO KE ASH. LO MAU NGANCURIN BERAPA BANYAK HIDUP ORANG. MATI LO MATI" dia mencekik leherku semakin keras. Aku tidak bisa bernafas. Nafasku tersengal-sengal. Mau bicarapun tidak bisa. Leherku sakit. Siapapun tolong aku.
Cekikan itu tidak melonggar sedikitpun, ia malah mencengkeram semakin kuat. Aku benar-benar tidak kuat lagi, nafasku sudah di ujung, aku hampir kehabisan nafas. Sebelum akhirnya muncul seorang laki-laki yang berteriak berusaha melerai kami.
"NATA CUKUP. NANTI ITU ANAK ORANG MATI" Teriak laki-laki itu sambil berlari ke arah kami dan berusaha melepaskan cengkraman wanita yang dipanggil Nata itu dari leherku.
"APASIH VAN, LEPASIN GUE. BIARIN NI CEWE SEKALIAN MATI AJA" wanita itu memberontak ketika laki-laki itu berusaha untuk melepaskannya dariku. Tak lama, aku mendengar suara orang berlari dan berbicara yang aku duga itu adalah dokter dan perawat yang akan datang karena mendengar keributan
"Nata. Itu kayaknya, dokter sama susternya mau nyamper kesini. Jadi lepasin dia dulu. Kalo lo mau hukum dia, ya nanti aja, jangan langsung dimatiin. Lo sendiri yang bilang bakal ngasih pelajaran. Hukum dia pelan-pelan biar dia ngerasain apa yang korban-korbannya rasain" ucap laki-laki itu.
Wanita bernama Nata yang mendengar hal itu akhirnya melepaskan cekikannya dariku. Aku berusaha menarik nafas sebanyak-banyaknya. Dadaku sakit. Sepertinya aku kekurangan oksigen. Untung saja Nata melepaskan cekikannya, jika ia masih mencekikku semenit lagi saja, mungkin aku sudah tidak ada lagi di dunia ini.
Hmmm, kayaknya ada yang aneh. Nggak nggak. Nggak jadi untung deh. Tadi anak laki-laki itu kan bilang jangan langsung dimatiin biar bisa dikasih hukuman secara perlahan. Mampus. Aku takut. Gimana dong. Mereka berdua masih di depanku melihatku dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Aku tebak mungkin tatapan benci. Tak lama, dokter dan perawat datang. Melihat rambut dan kondisiku yang telah berantakan, dokter dan perawat itu menyuruh Nata dan laki-laki di sampingnya keluar dari ruangan.
Dokter tersebut kemudian memeriksa tubuhku. Entah kenapa saat itu, aku merasa sangattt mengantuk. Dokter menyuruhku untuk tetap membuka mataku dan tidak tertidur. Akan tetapi, tidak bisa. Ujung-ujungnya aku menutup mataku dan semuanya pun gelap. Aku sepertinya benar-benar tertidur dengan lelap.
*****
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Ashtara [END]
Novela Juvenil[Belum Revisi] Ana ternyata benar-benar masuk ke dalam dunia novel yang ia pernah baca. Novel romantis yang menceritakan tentang perjalanan sang pemeran utama dan lika-liku kehidupannya. Sayangnya, bukan menjadi pemeran utama, ia malah menjadi figu...