Part 34

29K 1.8K 82
                                    

Setelah berbagai pemikiran saling merajut di otakku, aku teringat akan tawaran yang diberikan Rena dan Ash.

Haruskah aku pertimbangkan tawaran tersebut?

Tidak ada ruginya bukan? Aku bisa mendapatkan tempat tinggal baru selain di rumah ini, mendapatkan uang, dan bisa mengerjakan projek tugasku. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Dan jika ayah dari Hirana bertanya dimana Hirana, aku bisa memberikan alasan yang jelas, bukan hanya kabur tidak jelas. Setelah beberapa saat, aku memantapkan hatiku untuk menghubungi Ashtara.

Cukup lama aku memandangi telepon di genggamanku. Pertama-tama aku menghapus air mataku. Kemudian, aku mencoba untuk menormalkan kembali suaraku. Entahlah berhasil atau tidak, aku masih merasa suaraku sedikit serak. Aku sudah berusaha semampuku. Sulit sekali menahan bunyi srat-srot dari hidungku ini. Aku menggunakan tisu untuk menghapus jejak-jejak tangis di wajahku.

Setelah menyiapkan diri, aku sempat terbengong seperti orang yang kebingungan. Rasanya aku tidak mau melakukan apa pun. Padahal aku sudah memantapkan hatiku untuk menghubungi Ash tapi aku merasakan perasaan tidak nyaman. Namun, harus bagaimana lagi, untuk sekarang ini pilihan terbaik. Aku tidak tahu berapa lama ayah dari Hirana akan menetap di rumah ini, dan kapan dia akan pergi.

Aku menatap telepon di genggamanku. Kemudian, aku menghubungi Ashtara. Nada sambung pun terdengar.

“Halo” suara Ash dari seberang sana terdengar di telingaku. Namun, entah kenapa mendengar suara Ash rasanya aku ingin kembali menangis.

“....” Aku tidak menjawab, aku sibuk menahan air mataku untuk tidak keluar. Aku hanya merasa jika aku mengeluarkan suaraku sekarang, aku tidak bisa menahan air mataku.

“Halo” ucapnya lagi, “Kalau tidak mau ngomong apa-apa, telponnya kumatikan” lanjutnya.

Mendengar itu aku sedikit panik.

“Ha..halo” jawabku dengan suara sedikit serak dan sumbang.

“Kenapa?” tanya Ashtara.

“......”

“Kau nangis?” tanyanya lagi mendengar aku yang tidak menjawab pertanyaannya. Sepertinya ia mendengar suara serakku dan suara isakkanku.

Aku sama sekali tidak mau membahas soal ini, aku pun berusaha berbicara to the point untuk memberi tahu keinginanku. Semakin cepat semakin baik.

“Itu… soal tawaranmu dan Rena… soal perusahaan itu, aku terima syaratnya” ucapku dengan suara yang teramat sangat pelan.

“Kau gapapa?” tanyanya lagi tanpa mengindahkan perkataanku sebelumnya.

“Ash, bisa dijawab soal perusahaan itu?” pintaku menunggu tanggapan dari Ashtara.

Aku tidak mendengar suara balasan selama beberapa saat.

“Bagus, Hirana” ucapnya dengan suara beratnya dihiasi dengan suara serak yang langsung masuk ke telingaku.

“Aku.. juga punya sedikit permintaan. Bisakah projek tugasku langsung dimulai besok” pintaku. Ini adalah satu-satunya cara untuk saat ini agar aku bisa pergi dari rumah ini.

“Kau bisa datang ke tempatku besok, biar aku urus soal perusahaannya. Dan kau jangan lupa langsung bawa pakaianmu untuk tinggal di tempatku karena kau sendiri yang meminta agar projekmu langsung dilakukan esok hari” jelasnya.

“Makasih” ucapku. Sebelum aku sempat mematikan teleponku, Ash kembali bertanya.

“Kau yakin lagi baik-baik aja?” tanyanya lagi.

“Iya” jawabku singkat.

Dan begitulah telepon singkatku dengan Ashtara berakhir.

Aku kembali merebahkan tubuhku di kasur dengan nyaman. Berusaha memejamkan mataku sambil berpikir mengenai pakaian apa yang harus aku pakai esok hari untuk menutupi lukaku agar tidak terlihat.

My Handsome Ashtara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang