Part 28

33.2K 2.1K 83
                                    


Yak, kembali seperti hari-hari biasa. Pada akhirnya, kemarin aku memutuskan pulang larut malam setelah konsernya benar-benar selesai. Ash pergi setelah lagu ke dua dengan alasan ia masih harus mengurus perizinan dan tetek bengek mengenai festival itu. Sebenarnya saat itu aku sempat menyadari perubahan ekspresi wajah Ash. Setelah ia mendapat pesan dari ponselnya, Ia terlihat tidak suka (?), pokoknya wajahnya terlihat seperti dia tidak mau pergi dari sana. Kasihan, mungkin sebenarnya dia masih mau lanjut nonton tapi malah harus mengurusi ini itu.

Sedangkan Zeron, saat pertunjukkan hampir berakhir, tiba-tiba ada dua orang temannya datang menghampirinya. Entah apa yang mereka bicarakan, tak lama Zeron pamit untuk pergi terlebih dahulu. Yah, sebenarnya aku sih tidak masalah, toh bagus jadinya aku tidak dikelilingi oleh dua orang itu. Begitulah akhirnya aku menonton konser hingga selesai dan akhirnya kembali ke rumah. Meski masih ada rasa was-was, sepanjang perjalanan aku berdoa supaya ayah dari Hirana tidak tiba-tiba datang ke rumah begitu saja. Untung saja. Saat aku sampai, suasana di rumah sudah gelap, dan memang tidak ada ayah dari Hirana di sana.

Dan sekarang, aku baru saja menyelesaikan kelas terakhir hari ini. Hari sudah sore dan aku memikirkan aku mau membeli makan apa saat pulang. Karena aku tidak tahu mau makan apa, aku memilih untuk makan di kantin kampus saja. Mari kita lihat ada makanan apa disana. Baru saja aku melangkahkan kakiku ke kantin kampus, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku.

“Hirana” panggilnya. Aku menolehkan kepalaku ke asal suara. Aku tidak kenal siapa dia.

“Lo yang namanya Hirana kan?” tanyanya.

Aku mengangguk menanggapinya.

“Siapa ya?” tanyaku.

“Lo dipanggil Ash ke ruang organisasi di bawah” ucapnya tanpa menjawab pertanyaanku. Kebetulan sekali aku sedang berada di gedung yang sama dengan ruangan organisasi Ashtara. Tapi kenapa Ash memanggilku.

Aku menaikkan alisku, “Kenapa?” tanyaku padanya.

“Pokoknya lo dipanggil Ash, udah ya gue cuma disuruh nyampein itu doang”

Entah kenapa orang ini terlihat tergesa-gesa.

“Nggak mau. Ada urusan apa emangnya? Kalo urusannya nggak jelas, aku nggak mau kesana” jawabku pada orang yang tidak dikenal ini.

Dia yang tadinya tergesa-gesa mau pergi, kembali memposisikan dirinya menghadapku.

“Kalung” ucapnya, “Katanya Ash mau ngomongin soal kalung”

Kalung? Kalung apa? Kalung Tere kemarin kah?

Kenapa malah aku yang dipanggil bukannya Tere. Ahh aku lapar. Aku malas sekali pergi ke sana.

“Ogah. Nggak mau ah, itu bukan urusan saya” ucapku yang sepertinya membuat orang di hadapanku ini sedikit merasa kesal.

“Terserah. Tapi nanti kali ada masalah, jangan bawa-bawa gue ya. Gue cuma nyampein pesan dari Ash. Lo mau kesana atau nggak, itu urusan lo bukan gue. Yang penting gue udah kasih tau lo” jawabnya yang kemudian orang asing itu pergi begitu saja.

Aku malas sekali. Mau makan, tetapi entah kenapa aku merasa seram setelah mendengar perkataan orang itu. Bagaimana dan apa yang akan terjadi kalau misalnya aku tidak datang ya. Aku yang memang pada dasarnya takut dan merasa ada yang mengganjal di hati akhirnya memutuskan untuk datang. Mungkin saja Ash tidak tahu siapa pemilik kalungnya lalu membutuhkan bantuan atau mungkin bisa saja si pemilik kalung alias Tere ingin berterima kasih kepada sang penemu kalung. Who knows. Positive thinking sekali memang.

Setelah memutuskan untuk menghampiri Ash dan sampai di sana, kukira akan ada banyak orang. Ternyata salah. Disana hanya terdapat Ash seorang diri. Ia berdiri di dekat meja sambil membereskan beberapa kertas yang berserakan. Ia sedikit menunduk, wajahnya sedikit tertutupi rambut hitamnya. Wajahnya terlihat polos dan tampan. Berbeda sekali dengan dia biasanya yang terlihat menyeramkan ketika bersamaku.

My Handsome Ashtara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang